BERAWAL DARI PEMBIARAN
Lawan
arah merupakan salah satu bentuk pelanggaran yang sering dilakukan pengguna kendaraan. Pelanggaran umumnya dilakoni pengendara sepeda motor, yang tak jarang menjadi penyebab terbesar terjadinya kecelakaan yang dapat merugikan pengguna jalan lain.
Mirisnya, hal tersebut seolah lumrah dilakukan di sejumlah ruas jalan tanah air. Apalagi jika dilakukan beramai-ramai, pengendara lain pun bisa tergoda untuk ikut-ikutan.
Kebanyakan pengendara mengaku terpaksa melawan arus dengan alasan untuk mempersingkat waktu, karena melintasi arus sebenarnya memakan waktu lebih lama sebab lebih jauh.
Menanggapi hal tersebut, Jusri Pulubuhu selaku founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) mengatakan, perilaku melawan arah saat ini bukan sekadar menjadi kebiasaan, melainkan sudah berbentuk budaya.
“Kondisi seperti ini sudah menjadi kultur budaya tersendiri, karena ini dilakukan setiap saat, setiap hari, bahkan sampai bergenerasi. Sebabnya, bisa jadi karena adanya pembiaran,” ucap Jusri. Hal senada juga disampaikan oleh Budiyanto, Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum. Menurutnya, ada beberapa situasi yang melatarbelakangi perilaku melawan arus ini masih terjadi.
Seperti kurangnya pengawasan (preventif & represif), budaya permisif, kurangnya disiplin masyarakat pengguna jalan dan keterbatasan personil polisi.
Untuk membuat jera pelaku, salah satu cara yang paling efektif adalah dengan menerapkan sistem electronic traffic law enforcement (E-TLE) atau tilang elektronik. Menurut Budiyanto, penegakan hukum dengan cara konvensional sudah tidak akan efektif lagi.
“Penegakan hukum dengan cara-cara konvensional sudah tidak efektif lagi karena ruang kesempatan melanggar lebih besar dibanding kekuatan petugas untuk melakukan pengawasan. Apabila tidak ada langkah- langkah yang efektif kejadian seperti ini akan berulang-ulang terus. Bahkan dapat terkesan seperti pembiaran dan menunjukan ketidak berdayaan petugas,” lanjut mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya ini.
DASAR HUKUM DAN SANKSI
Fenomena pelanggaran melawan arus merupakan bentuk pelanggaran terhadap tata cara berlalu lintas, karena melanggar ketentuan gerakan lalu lintas, melanggar rambu- rambu perintah atau rambu larangan yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas.
Bagi pengendara yang nekat melawan arus lalu lintas, bisa dikenai hukuman berupa pidana kurungan atau denda. Dasar hukumnya adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), tepatnya Pasal 287 ayat 1 yang berbunyi:
‘Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau marka jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)’ bunyi pasal tersebut. •