TUNGGU RESPONS PRESIDEN JOKOWI
Sejak April lalu, sudah terendus akan kembali ada kenaikan harga untuk BBM subsidi. Salah satunya adalah Pertalite. Penyesuaian harga BBM tersebut sedang dievaluasi pemerintah.
Hal ini disampaikan Deputi III Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha BUMN, Riset, dan Inovasi Kemenko Perekonomian Montty Giriana. Ia menyebut, keputusan terkait harga Pertalite ada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Intinya yang kami kerjakan sekarang adalah kita lakukan exercise mengenai berapa subsidi tambahan, berapa tambahan kompensasi dan juga kita melihat kenaikan harga kapan waktunya. Itu harus diputuskan pada saat rapat terbatas (ratas) dengan Presiden,” bilang Montty, dikutip dalam gelaran Energy Corner CNBC Indonesia.
Lebih lanjut, saat ini Kemenko bersama Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN dan Pertamina terus melakukan diskusi mengenai usulan kenaikan harga yang ideal bagi produk
BBM Pertalite.
“Kementerian BUMN memastikan BUMN mampu melakukan pembelian minyak ini yang kita kerjakan exercise kira-kira yang pas kapan,” sebutnya lagi.
Sebagai catatan, subsidi dan kompensasi BBM Pertalite, Solar subsidi dan LPG pada 2022 diperkirakan bisa membengkak menjadi Rp350 triliun sampai Rp400 triliun.
Perkiraan melejitnya subsidi tersebut, dengan asumsi harga minyak melonjak menjadi US$ 100 per barel, dari asumsi awal yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar US$ 63 per barel.
Montty menjelaskan, dengan asumsi harga minyak Indonesia (ICP) awal di level US$ 63 per barel, maka subsidi Solar dan LPG pada 2022 diperkirakan hanya sekitar Rp70-80 triliun. Lalu, pemberian kompensasi untuk penjualan Pertalite dan Solar subsidi sekitar Rp60 triliun sampai Rp70 triliun.
Alhasil, total subsidi dan kompensasi yang akan diberikan pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) atas penjualan BBM dan LPG pada 2022 mulanya diperkirakan hanya sekitar Rp140 triliun.
“Kita waktu itu asumsi ICP US$ 63 per barel, itu perkiraan subsidi dan kompensasinya Rp140-an triliun. Kalau ICP naik jadi US$ 100 per barel itu subsidi plus kompensasi bisa sekitar Rp350 triliun sampai Rp400 triliun. Ini kita menyiasati kenaikan potensi kenaikan subsidi dan kompensasi ini,” beber Montty.