TAHAN EMOSI CEGAH MASUK BUI
Mengemudi seringkali menjadi kegiatan yang melelahkan bagi sebagian orang. Tekanan waktu, ingin cepat sampai serta kondisi kemacetan yang tidak dapat diprediksi memungkinan para pengendara jadi lebih sensitif di jalan raya.
Selain itu, insiden sekecil apapun seperti tak diberi kesempatan menyalip tak jarang menimbulkan keributan hingga berujung baku hantam antarsesama pengguna jalan.
Bila ini terjadi, pelaku pemukulan bisa dapat kamar gratis dari kepolisian alias dibui. Seperti kejadian yang viral di media sosial beberapa waktu lalu.
Viral di media sosial video komunitas mobil Avanza-xenia hendak adu jotos dengan pengemudi mobil Toyota Fortuner. Peristiwa ini terjadi di Jawa Barat.
Awalnya mobil Fortuner mengangkut keluarga dalam perjalanan dari Pangandaran ke arah Bandung. Dalam kondisi jalan lancar padat, tiba-tiba dari belakang muncul konvoi mobil dari komunitas Avanza Xenia Club Indonesia (AXCI) yang ingin mendapat prioritas.
Dalam potongan video itu terlihat seorang pengemudi dari rombongan komunitas diduga tidak terima dengan sopir Fortuner, dan tancap gas mengadang mobil SUV itu. Sopir Avanza kemudian turun dengan emosi yang meluapluap ingin menghantam sopir Fortuner.
Beruntung sejumlah orang mencoba melerai aksi pengemudi arogan mobil Avanza kelir putih tersebut, aksi kekerasan pun bisa dihindari.
DASAR HUKUM & SANKSI
Belajar dari kasus tersebut, setiap pengguna kendaraan bermotor diimbau harus mampu mengendalikan emosi dalam situasi apapun.
Apabila tak mampu mengendalikan emosi maka bisa berakibat berurusan dengan hukum.
Menanggapi kasus di atas, Budiyanto, Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum mengatakan, kasus tersebut seharusnya bisa diselesaikan melalui mekanisme restorative justice.
Sebagai informasi, restorative justice atau keadilan restoratif merupakan alternatif penyelesaian tindak pidana, yang dalam mekanisme (tata cara peradilan pidana) fokus pidana diubah menjadi proses dialog dan mediasi.
Dialog dan mediasi dalam keadilan restoratif melibatkan beberapa pihak diantaranya pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak-pihak lainnya yang terkait.
Secara umum, tujuan penyelesaian hukum tersebut guna menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana.
Selain itu, tujuan lain dari restorative justice adalah untuk mendapatkan putusan hukum yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku.
Prinsip utama dalam keadilan restoratif adalah penegakan hukum yang selalu mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.
“Meski demikian, bila sampai terjadi tindakan pemukulan terhadap korban, maka perkaranya menjadi perkara pidana biasa, yakni penganiayaan,” lanjut mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya ini.
Adapun untuk sanksinya, Budiyanto pengatakan pelaku bisa dijerat dengan Pasal 351 ayat 2 KUHP yang berbunyi ‘Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun’.
“Alasan apapun melakukan pemukulan terhadap orang lain, tidak dibenarkan dalam undang-undang. Ada ruang mekanisme hukum untuk menyelesaikan masalah atau peristiwa yang terjadi,” pungkas Budiyanto.