Otomotif

RIDING POSITION & HANDLING

-

Stylo 160 didesain lebih ramah bagi mayoritas postur Indonesia, termasuk buat remaja atau ibu-ibu, karena tinggi joknya hanya 768 mm, lebih rendah 10 mm dari Vario 160. Makanya saat dites, buat yang tinggi badannya hanya sekitar 165 cm masih bisa menapakkan kedua kaki ketika berhenti.

Yang unik kulit jok Stylo 160 ini ala kulit asli, tektur permukaann­ya kasar dan karakterny­a kaku. Efek positifnya menunjang kesan retro dan bikin enggak licin saat diduduki meski pakai celana bahan kain halus, namun negatifnya ternyata bikin jok makin terasa keras. Mengingatk­an pada karakter jok Yamaha XSR 155.

Efeknya saat dipakai untuk perjalanan lama membuat bokong terasa lekas terasa pedas. Lalu saat melewati jalan tak rata membuat rasa jok semakin keras, lantaran busa joknya kalau ditekan langsung amblas sehingga mudah mentok dasar jok.

Kalau segitiga berkendara masih tergolong nyaman untuk harian atau turing jarak dekat. Karena punya setang yang agak lebar serta cukup rendah, mudah digapai sehingga bikin terasa sigap dan lincah ketika mesti selap- selip di jalan yang padat.

Untuk deknya mirip Vario 160, yang untuk pijakan kaki tak begitu panjang, masih aman untuk sepatu ukuran 44, namun sisa bagian depan dan belakangny­a tinggal sedikit. Sedang dek area tengah tentunya sempit.

Kemudian jarak dek ke jok masih bisa ditolerir, bagi pengendara dengan tinggi sekitar 173 cm belum sampai bikin kaki seperti jongkok. Jadi tak sampai bikin kaki lekas pegal, tak senangkrin­g naik

BEAT.

Bagaimana dengan karakter handling? Ternyata impresi awal di sirkuit masih sama dengan penggunaan di jalan raya. Karakter sasis ESAF yang membuat motor terasa ringan dan lincah kembali bisa dirasakan.

Meski bobot motor mencapai 118 kg, namun asyik aja ketika dipakai meliak-liuk di antara kemacetan. Apalagi tentu khas skutik kecil, sudut belok setangnya besar dan jarak sumbu roda pendek (1.275 mm), sehingga mudah saja untuk selap-selip.

Makin asyik karena Stylo 160 dibekali ban yang lebar dan profilnya gendut, 110/90-12 dan 130/80-12, sehingga memberikan rasa yang mantap ketika dipakai untuk menikung. Enggak pernah ada rasa was-was ban kehabisan grip, bahkan ketika ujung standar tengah menggasak permukaan aspal.

Bagaimana suspensiny­a? Nah yang depan karakterny­a ternyata memang empuk! Mampu memberikan kenyamanan ketika jalan santai. Jalan tak rata bisa diredam dengan baik, membuat guncangan di setang tak begitu terasa.

Namun di balik empuknya suspensi mempunyai kelemahan, yaitu rawan mentok atau bottoming ketika melibas gundukan atau lubang dalam dengan kecepatan tinggi, apalagi setelah mengerem keras. Jadi harus lebih waspada biar enggak kejadian mentok sampai bunyi “dug”.

Efek lainnya adalah ketika dipakai ngebut, jika permukaan jalannya agak keriting roda depan jadi seakan melayang. Serasa kurang napak!

Lalu bagaimana dengan suspensi belakang? Ternyata juga seperti yang dirasa ketika first ride. Jika untuk sendirian cenderung masih terlalu keras. Ketika melindas polisi tidur atau kena lubang, terasa sekali kerasnya sampai bikin sakit pinggang. Apalagi kalau kecepatan tinggi, dijamin bisa bikin perut mual.

Kemudian ketika dipakai ngebut dan jalan enggak rata, bagian pantat motor jadi terasa ajrut-ajrutan enggak stabil. Jika dirasa karena compressio­n dan rebound terlalu cepat.

Gejala itu akan sedikit berkurang ketika dipakai berbonceng­an. Cuma rasanya memang akan lebih nyaman jika diganti dengan yang redamannya lebih lembut.

Oiya ketika berbonceng­an, yang duduk di belakang rasanya mirip naik Scoopy, agak condong ke belakang, sehingga wajib berpeganga­n agar lebih aman. Karakter joknya juga sama dengan depan, terasa kaku dan tipis meski lebar.

Posisi kaki pembonceng terasa nyaman karena posisi pijakan tak terlalu tinggi. Namun sayangnya meski bentuk pijakan kaki belakang keren, tapi ternyata agak licin, karena murni logam dan permukaan kasarnya kurang.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia