PENJUALAN ANJLOK
Asep juga menilai persoalan razia knalpot brong perlu dikomunikasikan dengan pelaku industri. Dia mengungkapkan bahwa razia knalpot di daerah-daerah terhadap knalpot
aftermarket telah menyebabkan penurunan penjualan sekitar 70 persen, yang normalnya penjualan bisa 3 ribu sampai 7 ribu unit knalpot per harinya.
Hal tersebut pun diaminkan oleh Hanung Marimba. Dirinya menyebut, nilai produksi dari knalpot
aftermarket bisa mencapai Rp 60 miliar pertahun. “Untuk 20 anggota saja sudah Rp 60 miliar pertahun itu untuk knalpotnya saja,” kata Hanung.
Ia menambahkan, akibat adanya regulasi soal razia knalpot aftermarket, saat ini ada penurunan omzet dan pengurangan karyawan.
“Dengan adanya razia di daerah-daerah, penurunan penjualan kanlpot mencapai kisaran 70 persen. Yang bilamana normal perharinya di kisaran 3-7 ribu unit, sesuai data yang tercatat di AKSI terdapat lebih dari 300-an perajin knalpot. Namun yang tercatat di Disperindagkop Purbalingga ada 700-an perajin knalpot,” paparnya.
Untuk itu, ia menyebut pihak AKSI meminta persoalan razia knalpot brong perlu dikomunikasikan dengan para pelaku industri. Sebab, ada perbedaan persepsi antara Polisi dengan peraiin terkait hal ini.
“Industri knalpot aftermarket cukup hebat. Kami harap industri ini tetap tumbuh. Semoga saja bisa ekspor (knalpot aftermarket) dan bisa naik kelas, sehingga bisa saja buka pabrik motornya sekalian,” tuturnya.
“Jadi tugas kami menyiapkan regulasi, sementara itu kami harapkan industri knalpot aftermarket tetap jalan, sebanyak 20 anggota ada 15 ribu tenaga kerja. Kalau ini ditutup bahaya,” sambung Hanung.