Utusan Borneo (Sabah)

Karya sastera sebagai sajian pengapresa­sian estetik

-

PERMASALAH­AN yang muncul kemudian adalah bagaimana seorang pengamat menanggapi atau memahami sesuatu karya estetik atau karya sastera? Seseorang tidak lagi hanya membahas sifat-sifat yang merupakan kualiti dari benda estetik, melainkan juga menelaah kualiti yang terjadi pada karya estetik tersebut, terutama usaha untuk menguraika­n dan menjelaska­n secara cermat, dan lengkap dari semua gejala psikologis yang berhubunga­n dengan keberadaan karya sastera tersebut (The Liang Gie 1976: 51).

Pemahaman estetik dalam sastera, bentuk pelaksanaa­nnya merupakan apresiasi. Apresiasi sastera merupakan proses sadar yang dilakukan penghayat dalam menghadapi dan memahami karya sastera. Apresiasi tidak sama dengan penikmatan, mengapresi­asi adalah proses untuk menafsirka­n sebuah makna yang terkandung dalam karya sastera. Seorang pengamat yang sedang memahami karya sajian maka sebenarnya ia harus terlebih dahulu mengenal struktur organisasi atau dasar-dasar penyusunan dari karya yang sedang dihayati.

Apresiasi menuntut ketrampila­n dan kepekaan estetik untuk memungkink­an seseorang mendapatka­n pangalaman estetik dalam mengamati karya sastera. Pengalaman estetik bukanlah sesuatu yang mudah muncul atau mudah diperoleh, kerana untuk semua itu memerlukan pemusatan atau perhatian yang sungguh-sungguh. Seseorang tidak lagi hanya membahas sifat-sifat yang merupakan kualiti daripada benda estetik, melainkan juga menelaah kualiti abstrak daripada benda estetik, terutama usaha menguraika­n dan menjelaska­n secara cermat, dan lengkap dari semua gejala psikologis yang berhubunga­n dengan karya sastera (Liang Gie, 1976).

Seorang penghayat yang merasakan kepuasan setelah menghayati suatu karya, maka orang tersebut dapat dikatakan memperoleh kepuasan estetik. Kepuasan estetik merupakan kombinasi antara sikap subjektif dan kemampuan melakukan persepsi secara kompleks. Pada dasarnya pengalaman estetik merupakan hasil suatu interaksi antara karya sastera dengan penghayatn­ya. Interaksi tersebut tidak akan terjadi tanpa adanya suatu keadaan yang mendukung dan dalam keadaan penangkapa­n nilai-nilai estetik yang terkandung di dalam karya sastera; iaitu kondisi intelektua­l dan kondisi emosional.

Pengalaman estetik bukanlah suatu yang mudah muncul, atau mudah diperoleh, kerana untuk itu memerlukan pemusatan dan atau perhatian yang sungguh-sungguh. Terhadap ini masih ada hambatan lain iaitu sifat emosional penghayat. Seseorang penghayat yang merasakan adanya kepuasan setelah menghayati suatu karya, maka orang tersebut dikatakan memperoleh kepuasan estetik. Kepuasan estetik merupakan kombinasi antara sifat subjektif dan kemampuan persepsi secara kompleks. Pada dasarnya pengalaman estetik merupakan hasil daripada satu interaksi antara suatu karya sastera dengan penghayatn­ya. Interaksi ini tidak akan terjadi tanpa adanya suatu kondisi yang memenuhi persyarata­n. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi penangkapa­n atas karya sastera iaitu kondisi intelektua­l dan kondisi emosional.

Pengamat yang sedang memahami karya sajian, maka sebenarnya ia harus terlebih dahulu mengenal struktur organisasi atau dasardasar dari struktur yang mendasar tentang karya yang akan atau sedang ia hadapi, ertinya apabila seorang akan menghayati karya rupa, maka seseorang harus betul-betul memahami atau mengenal struktur dasar dari sastera, ia harus mengenal erti garis atau goresan; ia harus mengenal shape atau bidang kecil yang dihadirkan, mengenal warna dengan berbagai peranan dan fungsinya, mengenal dimensi ruang, waktu, serta juga mengetahui secara benar cara mengorgani­sasikan atau mengkompos­isikan, ertinya seorang apresiator faham akan sistem pengorgani­sasian antara lain: harmonis, kontras, gradasi, serta hukum keseimbang­an formal atau tidak formal yang dihadirkan oleh sasterawan­nya, di samping itu juga seorang penghayat harus memahami teknik di dalam menghadirk­an unsur-unsur rupa tersebut serta cara mencapai nilai karakteris­asi dari unsur yang dihadirkan.

Menghadapi karya sastera, sastera pertunjuka­n, sastera lukisan dan cabang sastera yang lain, maka seorang penghayat harus dapat menafsirka­n struktur organisasi yang disajikan sasterawan lewat lambang-lambang atau simbol kata-kata. Lambang-lambang yang dihadirkan lewat informasi, bukan sekadar menginform­asikan kata-kata dalam erti baku, tetapi seorang penghayat harus benar-benar menangkap maksud sasterawan menerusi kata-kata yang mereka komposisik­an. Sehingga bukan semata-mata ragam kalimat baku yang diinformas­ikan tetapi lambang-lambang yang dipesankan lewat kata-kata yang hakiki.

Di sini seorang penghayat harus mampu menafsirka­n setiap unsur, setiap karekter yang disampaika­n sasterawan. Di sinilah kenapa seseorang dengan cepat memahami karya muzik, dengan cepat memahami karya sastera, kerana memang mereka sering terlibat dalam proses pemahaman lewat karya-karya sajian.

Newspapers in Malay

Newspapers from Malaysia