Utusan Borneo (Sabah)

Puisi Minggu Ini

- ALOYINDRA Sepang

RENTAKA

Perjuangan ini adalah bisu serdadu terkubur sia-sia rentaka dipecahkan anak watan di bawah kelangkang berhala dan; kita di negeri antah-berantah dalam tangkupan para angsama.

Ariningsun, gempita di hulu menghilir ke kuala masihkah kau menopang dagu sambil berkira-kira menunggu esok melihat ladangmu dituai pipit dan tikus atau; melongo pagarmu dipijak babi hutan dengan segerombol­an kera?

Sia-sialah kesatria tumbang di kaki penjajah nyata kau serah maruahmu dikelar sia-sialah darah pecah di rahim ibumu tapi lahirmu menjual bangsa sia-sialah kau beragama akhirnya kau memuja Firaun sia-sialah kau jadi manusia alih-alih kau bernafsu haiwan.

ALOYINDRA Sepang

ADIWANGSA

Nenek moyang telah lama mengukirny­a pada setiap helai sutera dan kertas di setiap tanda jalan dan bangunan ia adalah sajian kepada jagat dan; anak-anak di sekolah.

Sudah tertulis bahasaku sebagai maruah diri sebuah negara sebelum adanya Langkasuka dan jajahan Riau-Lingga tersebar senusantar­a dari Borneo ke Champa di kepulauan Jawa, Sumatera dan Temasek mereka mencipta hubungan cinta dengan satu bahasa mengapa pula kalian yang baru mengenal jalur 14 meranapkan­nya tanpa basa-basi?

Untuk apa menyanjung emas seberang kalau tanah sendiri bersemayam geliga sakti untuk apa bertuan pada anarkis sedangkan kita adalah adiwangsa.

Bila aku tidak tahu bahasa penjajah Katamu, aku arkaik bila aku pertahanka­n maruahku katamu aku rasis maka; siapakau yang berjuang kepada kehancuran? Apa aku mahu diam!

ALOYINDRA Puchong

IRONI ANAK KOTA

Kalian adalah elang botak terpergok menelan daging busuk sewaktu sang gagak intai di timbunan sampah dan longkang hanyir dan; mataku melihat kalian berebut keping-keping mimpi yang sendeng menunggu rebah ke pusara.

Hei, lihatlah!

Inikah kalian yang berjiwa manusia hanya berdentang-denting seperti jatuhnya bara di sela sekam seperti matinya katak dilanyak kaki petualang sedangkan anak-anakmu tersepit ada yang lapar di bawah kolong kota menunggu kehancuran oleh tanganmu. Arahkan matamu kepada kami baju kami tak ada yang baru tangan dan kaki kami penuh daki semata mengisi perut yang semalaman berlapar semata mengisi kantungmu yang buncit tapi; ingatlah jari kami akan mencalit dakwat masa itu kau akan jadi pengemis.

Newspapers in Malay

Newspapers from Malaysia