Melihat Islam Masa Depan: Refleksi Pemikiran Al-Razy
ISLAM sebagai doktrinasi ajaran, hadir menjadi seperangkat aturan dalam kehidupan manusia. Islam juga sebagai media yang menghubungkan secara rasional hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Menurut Harun Nasution, Islam pada hakikatnya tidak hanya mengajarkan tentang sebuah pengetahuan tunggal, namun meliputi dari berbagai dimensi seputar kehidupan manusia. Sementara Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian dengan dua prinsip ajaran pokok penting, yaitu Tauhid dan solidaritas kemanusiaan.
Namun hari ini rupanya Islam dan orang Islam mengalami kekaburan hubungan. Islam sebagai ajaran dalam menentukan pola hidup pemeluknya dipahami hanya sebagai ajaran secara tekstual, deskriptif, dogmatis namun gagal dibudayakan dalam wujud tindakan sosial, Islam seolah menjelma sistem administratif yang diperlukan kelompok tertentu.
Keadaan yang mengkhawatirkan di atas patut diwaspadai karena dapat menghantarkan pada kehancuran Islam. Gambaran tentang Islam hari ini identik dengan ekstremisme, otoritarianisme, dan asosial. Padahal Islam adalah ajaran yang selalu relevan di manapun dan kapanpun (shalihun li kulli zaman wa makan). Kerana dalam menggambarkan Islam yang tak lekang oleh zaman, penulis akan menghadirkan salah satu sosok pembaharu Islam yang bisa dijadikan renungan, bahwa Islam adalah representasi peradaban dunia. Islam akan tetap menjadi diktum sakral bagi semua umat manusia.
Sosok pembaharu muslim tersebut yakni al-Razy. Ia merupakan salah seorang tokoh terkemuka yang memiliki segudang ilmu pengetahuan, lahir disebuah kota kecil yakni Rayy pada tanggal 20 Ramadhan 544 H (selatan Iran dan sebelah timur laut Teheran). Abu Abdullah Muhammad Ibn Umar Ibn al-Husayn Ibn Ali al-Qurashi al-Taimi al-Bakri al-Tabrastani alRazi, merupakan nama asli dari al-Razy. Dan beliau wafat pada tanggal 15 Oktober 925 M.
Al-Razy telah berhasil mengeluarkan belenggu Islam yang mulanya mengkesampingkan pengetahuan filsafat dalam pembuktian Tuhan. Di tangan al-Razy Islam keluar sebagai agama dogmatis yang rasional. Islam tidak lagi sebagai ajaran jumud yang pembahasan teologinya selalu bersifat normatif, namun Islam berhasil menjadi agama yang transendentalnya bisa dipahami secara rasional.
Keilmuan al-Razy mampu menyamai al-Ghozali. Keberhasilan al-Razy mengingtegrasikan Ilmu Kalam dan Ilmu Filsafat membuat beliau naik daun pada masanya, tidak hanya dijuluki sebagai sosok reformis dunia Islam sekitar abad ke-6, rupanya ia juga ditahbiskan sebagai tokoh pembangun teologi Islam. Peran al-Razy dalam dunia Islam sangat besar. Bahkan Sayid Nashr Hamid Abi Zayd mengakui legeslasi al-Razi yang tertulis dalam karyanya al-Asra>r alTanzi>l (husein, 1996)
Kehadiran al-Razy dalam dunia Islam benar-benar memberikan sebuah energi yang sifatnya inovatif dan mampu membuka cakrawala baru. Sebab kondisi sosial pada saat itu memang sangat membutuhkan sosok reformis seperti sosoknya.
Di mana waktu itu telah terjadi perpecahan di kalangan Islam sendiri dengan perbedaan ideologi. Islam selalu mendapati fitnah serta provokasi baik dari eksternal maupun internal Islam (al-Namir, 1985).
Adapun yang dialami Islam hari ini, yakni Islam tengah menghadapi era post-truth di mana kebenaran dan kesalahan selalu mengalami kekeliruan tafsir. Dan kondisi ini juga menggambarkan pada kondisi di mana al-Razy hadir, Islam kembali terpecah belah karena kondisi polarisasi politik-sosial yang cenderung memberikan potensi terhadap perpecahan tersebut. Hal tersebut diindikasikan karena Islam sedang dalam krisis tokoh karismatik yang perannya sangat dibutuhkan seperti al-Razy guna menjawab tantangannya.
Masalahnya juga, Islam hari ini selalu berbau fanatik dalam mengimplementasikan ajaran yang berkembang di tengah masyarakat. Pada masa alRazy terdapat beberapa golongan yang selalu bertikai seperti golongan Hanafiyah, Syiah, Syafi’iyah dan bermuara pada perpecahan (Ismail, 2003), maka hari ini disebabkan adanya pilihan politik yang berbeda. Pilihan politik ini menghadirkan isu global dan bahkan sering menyentuh kepada ajaran Islam yang sebagian masyarakat menjadi sasaran, apalagi mereka yang secara pendidikan sangat minim, maka masyarakat tersebut akan dengan mudah terjerembab dalam paham eksklusif yang tidak diinginkan oleh Islam.
Lagi-lagi Islam sebagai agama dalam praktik politik-sosial telah mejadi candu kata marx, sebab agama yang memiliki pemeluk mayoritas tersebut dimanfaatkan golongan tertentu untuk dijadikan model kebenaran dirinya dalam upaya mengkultuskan Islam sebagai pemimpin. Akibat dari penyematan Islam dalam proyek kekuasaan justru yang terjadi Islam semakin tercemar nama baiknya, Islam dirasa gagal mencetak manusia yang kondusif dan kooperatif.
Kehadiran tokoh ulama yang perannya sangat besar pada Islam dan Ilmu Pengetahuan guna mereflkesikan Islam di abad ke-6, agar senantiasa Islam masa depan kembali menjadi Islam yang praktik sosialnya patut diapresiasi dan diperhitungkan seperti Islam pada masa al-Razy, yakni Islam adalah agama sebagai penentu, penuntun yang tindakan dan gerakan seseorang sangat dipengaruhi. Maka guna merawat Islam yang rahmatan lil ‘alamin, penulis membumikan dalam bentuk teks mengenai peran besar al-Razy sebagai manifestasi Islam dunia baik dari keilmuan, akhlak maupun dalam bersosial dan bermasyarakat, hal ini akan mampu menghilangkan diktum miring terhadap Islam.
Setidaknya refleksi pemikiran al-Razy terkait keberharsilan dalam menghubungkan antara pengetahuan Yunani dengan Agama dan Al-Qur’an dalam mampu menghilangkan sifat fanatisme dalam ajarannya di kalangan Islam.
Terakhir, polemik yang menggerus peradaban Islam akan segera teratasi, jika manusia-manusianya tidak lagi mempersoalkan perbedaan ideologi politik, praktik sosial yang menggunakan Islam sebagai kendaraan utama. Oleh: Imam Fawaid (Mahasiswa Prodi AFI UINSA)