Harper's Bazaar (Indonesia)

Strategi Karismatik

SEBAGAI ATLET BILIAR INDONESIA BERPRESTAS­I, ANGELINE TICOALU MERUPAKAN SALAH SATU SOSOK TANGGUH YANG MEMBAWA SEMANGAT FEMINISME DI TENGAH KOBARAN GELORA MASKULIN.

- FOTOGRAFER OLEH RAKHMAT HIDAYAT TEKS & Styling OLEH CHEKKA RIESCA

Dengan tatapan mata yang tajam, kedua bola mata Angeline Ticoalu terfokus pada satu titik di permukaan bola gading—titik imajinasi yang hanya dapat dilihat olehnya. Jemarinya yang lentik menggengga­m erat sebuah stik kayu yang panjang, tangan kanan di ujung depan stik dan tangan kiri di ujung belakang. Dalam satu hela napas ia melepaskan bidikan stik biliar pada bola gading hingga mengenai bola sasaran dan membawanya masuk ke satu lubang di sudut kanan meja biliar. Setiap aksi begitu penuh presisi, seolah enggan membuang banyak waktu dan energi. Dan tak ayal, kemampuann­ya menguasai meja biliar yang biasanya menjadi tempat kaum laki-laki beradu ketangkasa­n pun berhasil mengundang perhatian. Hidup di dunia yang didominasi oleh laki-laki membuat kehadiran sosok perempuan dengan karisma dan prestasi yang menandingi kaum adam segera dihujani oleh sorotan massa. Terlebih ketika perempuan tersebut berkecimpu­ng di industri yang sangat lekat dengan citra maskulin, seperti misalnya dunia olahraga. Industri ini telah begitu lama identik dengan orientasi maskulin dan sangat didominasi oleh kaum pria. Imaji akan kualitas fisik yang kuat dan tangguh, cepat, tangkas, dan penuh strategi, cenderung direkatkan dengan karakteris­tik kaum pria. Sedangkan kaum perempuan kerap dicap tidak memiliki kapasitas itu. Kehadiran atlet perempuan berprestas­i seolah mematahkan berbagai stereotype yang dilemparka­n pada mereka. Mereka membuktika­n bahwa olahraga merupakan suatu bidang yang juga bisa mereka kuasai, sama seperti kaum laki-laki. Ketika Angeline Ticoalu pertama kali menginjakk­an kaki ke gelanggang biliar, ia adalah satu-satunya perempuan yang menunjukka­n batang hidungnya di sana. Memiliki banyak teman pria membukakan jalan bagi Angeline untuk mengenal olahraga

yang sangat mengandalk­an teknik fokus serta permainan strategi ini. Merekalah yang memboyong Angeline ke arena biliar dan mengajarka­nnya untuk menyodok bola kecil berwarna putih gading tersebut hingga mengenai bola-bola sasaran. Setelah kunjungan pertamanya, Angeline pun semakin rutin bermain biliar walau hanya untuk bersenang-senang. Sebagai satu-satunya kaum hawa yang beraksi di meja biliar, tentu saja Angeline menjadi pemandanga­n yang eksotis. Namun atensi yang didapatkan­nya bukan hanya karena ia seorang perempuan yang asyik berlaga di tengah arena yang dipadati oleh kaum pria. Berkat permainann­ya yang cerdik dan senantiasa mengalahka­n teman-teman prianya, ia pun disorot secara khusus. Tak jarang para pengunjung pria menghampir­inya dan mengajakny­a untuk beradu ketangkasa­n di meja biliar, dan Angeline selalu mampu membuat mereka tersungkur dalam kekalahan. Seorang pelatih biliar pun melihat potensi yang dimilikiny­a dan menawarkan­nya untuk mendalami olahraga biliar sebagai seorang profesiona­l. “Di pertemuan pertama itu, ia mengajarka­n saya tentang teknik-teknik biliar yang tidak saya ketahui sebelumnya. Banyak sekali strategi baru yang diajarkan pada saya. Sepulangny­a saya dari arena biliar, saya merasa sangat terobsesi saya pun mencatat semua hal yang saya pelajari di sana ke dalam sebuah sketsa. Ketika itu saya seperti segera tahu, saya ingin menekuni olahraga ini,” tutur Angeline mengenang salah satu titik terpenting dalam hidupnya 16 tahun yang lalu. Usai menuntaska­n pendidikan­nya di SMA, Angeline mendapatka­n tawaran untuk bergabung dengan tim daerah DKI Jakarta dan berkesempa­tan mendapatka­n pelatihan intensif serta mengikuti berbagai pertanding­an. Dari pelatihan profesiona­l ini Angeline semakin mengasah kepiawaian­nya bermain biliar, terutama dalam menyusun strategi, insting, juga akurasi dan

efisiensi dalam setiap permainan. Boleh dibilang, olahraga ini pula yang membentuk karakter Angeline menjadi lebih tenang, bahkan cenderung terlihat dingin. “Melalui biliar saya belajar banyak tentang bagaimana mengendali­kan emosi saya dan bernapas dengan tenang, karena kemampuan ini sangat penting ketika tengah bertanding. Berbeda dengan cabang olahraga lain yang lebih agresif dan energik, biliar tak sepenuhnya tentang seberapa kuat tenaga seseorang, namun lebih fokus kepada ‘rasa’.” Kemampuan mengontrol emosi ini juga seolah menegasi pandangan publik terhadap perempuan sebagai sosok emosional. Menyaksika­n aksi permainan seorang Angeline Ticoalu di meja biliar sudah dapat membuktika­n bahwa olahraga ini mampu dikuasai oleh kedua gender dengan tingkat kesulitan yang sama. Ketekunann­ya yang dipupuk dengan rasa cinta akan olahraga biliar berhasil membawa Angeline sebagai atlet biliar perempuan paling berprestas­i yang dimiliki oleh Indonesia saat ini. Sepanjang perjalanan­nya sebagai seorang atlet biliar perempuan, ia telah mengumpulk­an sedikitnya 50 medali dan setengahny­a adalah medali emas—yang beberapa kali ia dapatkan dari SEA Games, Pekan Olahraga Nasional, dan beberapa turnamen biliar skala internasio­nal yang berpusat di China. “Mewakili Indonesia sebagai semifinali­s di pertanding­an World 9-Ball Amway Cup 2015 di Taipei merupakan salah satu prestasi terbaik saya saat ini. Walaupun hanya sampai babak semifinal, namun bisa bertanding sejauh itu melawan pemain biliar dari berbagai penjuru dunia sudah menjadi pencapaian tersendiri bagi saya,” cerita Angeline dengan senyum mengembang. “Meskipun mengikuti pertanding­an di luar negeri membuat saya sangat kesepian karena saya harus pergi seorang diri dan tinggal di sana berminggu-minggu bahkan hingga satu bulan lamanya, namun semuanya terbayar dengan rasa senang dan bangga ketika berhasil membawa pulang medali untuk Indonesia.” Angeline Ticoalu beraspiras­i untuk terus berprestas­i membawa nama Indonesia khususnya dari cabang olahraga biliar ke tingkat dunia. “Cabang olahraga biliar memiliki potensi yang sangat besar dan belum banyak mendapatka­n perhatian khusus seperti cabang olahraga lainnya yang lebih populer seperti sepakbola maupun bulutangki­s. Padahal Indonesia memiliki sejumlah bibit atlet biliar yang berprestas­i, seperti Silviana Lu dari Kalimantan Barat yang baru berusia 20 tahun. Saya percaya ke depannya akan semakin banyak atlet biliar perempuan yang dapat mengharumk­an nama Indonesia di laga internasio­nal,” ujar Angeline mantap. Ketika ditanya tentang cita-citanya yang belum tercapai, Angeline menjawab bahwa ia ingin membangun akademi biliar demi menelurkan bakat-bakat baru di dunia biliar nasional. “Saat ini saya masih sangat aktif bermain dan mengikuti berbagai pertanding­an baik di tingkat nasional maupun internasio­nal. Saya senang saya bisa berbagi ilmu dengan pemain-pemain junior dan melihat potensi mereka kian berkembang. Mungkin suatu saat nanti saya dapat menjadi pelatih biliar yang mengasah kemampuan mereka dan menunjukka­n bahwa setiap individu mampu mencetak prestasi (di cabang olahraga biliar) terlepas apa pun gendernya,” tutup sang atlet biliar dengan mata bersinar penuh optimisme. PORTFOLIO INI: Makeup: ABITA INKIRIWANG Lokasi: B.A.T.S @ SHANGRI-LA HOTEL JAKARTA Retoucher: ASTIS ABIPRASIAS­TI

MENYAKSIKA­N AKSI PERMAINAN ANGELINE TICOALU DI MEJA BILIAR MEMBUKTIKA­N BAHWA OLAHRAGA INI MAMPU DIKUASAI OLEH KEDUA GENDER DENGAN TINGKAT KESULITAN YANG SAMA.

 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia