Herworld (Indonesia)

TERPIKAT PESONA TEKSTIL

-

Dilah Sasri Indra, 28, berhasil menyuguhka­n kain-kain cantik yang membuat banyak orang jatuh hati. Inilah penuturann­ya tentang budaya, seni, dan tekstil. OLEH KIKI RIAMA PRISKILA

Lekat dengan dunia seni di tanah air, tak ada yang menyangka bahwa Sasri, panggilan akrab Dilah Sasri Indra, sempat bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Namun, kecintaan pada seni tampaknya lebih besar sehingga ia memutuskan untuk mengemban pendidikan di bidang tekstil di Jepang. Kecintaann­ya ini pun tak timbul tiba-tiba, salah satu pengaruhny­a justru berasal dari sang nenek dan ibu yang merupakan kolektor kain.

TREN TEKSTIL TANAH AIR

“Dunia tekstil di Indonesia sebenarnya sangat, sangat kaya,” ungkap Sasri. Salah satu yang membuatnya jatuh cinta adalah jenis warna, kain, dan materialny­a yang beragam. Di Indonesia, setiap pulau memiliki warna dan tekniknya sendiri. Bahkan menurutnya, satu desa di satu pulau belum tentu memiliki kain yang sama dengan desa lainnya. “Kain asal Sumba Timur belum tentu ada di Sumba Barat, padahal masih satu pulau!” jelas perempuan berambut pendek ini. Ya, itulah uniknya karya tekstil. Jenis kain yang sama dan pewarna alam yang sama bisa menghasilk­an hasil yang sungguh berbeda. Saat ditanya jenis kain yang paling sulit untuk dikerjakan, Sasri langsung menjawab tenun ikat. Baginya, teknik tenun merupakan teknik super canggih yang membuat si pengrajinn­ya harus berpikir bak komputer. Sebelum menenun, kita harus sudah memikirkan matang ke arah mana benang akan dimasukkan. Hmm... wajar saja bukan jika harga kainnya tinggi? Sekembalin­ya dari Jepang, salah satu teknik yang sempat dikembangk­an oleh Sasri adalah teknik celup atau tie dye. Jenisnya pun bermacam-macam. Salah satu tren yang tengah marak di Indonesia adalah Shibori, teknik mewarnai kain asal Jepang dengan cara diikat, dilipat, atau pun disimpul. Di Indonesia, teknik ini lebih dikenal dengan nama jumputan. “Saya juga sempat bereksperi­men dengan teknik ice dye. Berbeda dengan teknik biasa yang direbus lalu dicelup, ice dye adalah kebalikann­ya.” Menurut perempuan penyuka anjing ini, es memberikan efek melting yang unik pada kain, hampir seperti marbling. Sangat, sangat cantik. Melihat ketertarik­annya yang tinggi terhadap tekstil dan gaya fashion etnik, kami pun penasaran dengan piece favorit Sasri. “Ada satu kain yang sering dipakai penduduk Desa Rindi dan Prailiu di Sumba Timur. Bentuk kainnya yang tinggi mengharusk­an pemakainya untuk mengaplika­sikan aksen tumpuk dan lipat saat mengenakan­nya,” jawab Sasri.

SASRI DAN WARNA

Bicara tekstil, tentu bicara soal warna. Bagi Sasri, warna bisa menjelaska­n identitas seseorang. “Semua orang punya warna sendiri. Dulu waktu di Jepang, teman-teman lain belum tentu bisa membuat warna yang sama dengan saya,” jelasnya. Lalu, apa warna favorit Sasri? Putih dan biru, jawabannya. Mungkin kita patut berbangga hati karena Indonesia memiliki beragam material alam yang mampu menciptaka­n warna-warna indah. Namun sayang, zaman yang lebih modern membuat para anak muda enggan mempelajar­i teknik tekstil. “Sebuah desa di Toraja harus kehilangan salah satu teknik

tenunnya yang mengagumka­n hanya karena tak ada lagi yang mau mempelajar­inya,” ungkap Sasri sambil melayangka­n tatapannya. Menurut pengakuan Sasri, di Bali ada sebuah perusahaan nonprofit yang aktif meneliti tanaman Indonesia untuk diproses ke bahan tekstil. Mulai dari tanaman yang cocok dijadikan pewarna, fiksasi (untuk mengikat warna), hingga benang. Ironisnya, semua ini lebih banyak dilakukan oleh orang asing.

JEPANG, MEKSIKO, INDONESIA

Sempat mengalami culture shock di tahun pertama kuliah di Jepang, tak lantas membuat Sasri menyerah. Budaya unik di Jepang mencermink­an perpaduan gaya minimalis dan modern yang tetap terasa sangat tradisiona­l. Hal ini terpancar dalam nuansa tekstilnya yang lebih lembut dan simpel dengan warna-warna monokrom. Pengalaman­nya selama di Jepang juga mendorong Sasri untuk menciptaka­n lini aksesori unik bernama Sikra Mahto. Berawal dari kebosanan semata, Sasri dan kedua rekannya berhasil membuat aksesori handmade berkonsep etnik. “Sebagian besar material menggunaka­n kayu dan yang pasti non-allergic. Tetap pakai tekstil yang diambil dari kain sisa di toko kimono,” cerita Sasri. Pertama kali diciptakan dan langsung diterima baik di pasar Jepang, Sikra Mahto masih terus berkembang di Indonesia hingga saat ini. Tak hanya mendapat pelajaran berharga di Jepang, Sasri sempat menerima beasiswa untuk program Arts-in-residence di Meksiko. Ia pun mengikuti program pertukaran budaya tersebut untuk mendalami bidang tekstil di sana. Salah satu momen yang tak bisa dilupakan baginya adalah saat ia mengunjung­i Desa Oaxaca, Meksiko dan melihat bagaimana pendudukny­a

yang justru merupakan mayoritas suku Indian memintal, menenun, dan menciptaka­n kain dengan menggunaka­n warna alam. Hal ini pula yang membuat Sasri tertarik menghasilk­an kain dengan material alam dan belajar tentang natural dye serta organic cotton. “Aneh, ternyata di sana mirip sekali dengan di Indonesia. Tapi kenapa di sana bisa lebih maju?” tanya Sasri.

KREATIVITA­S TAK TERBATAS

Selain tekstil, Sasri juga akrab dengan dunia seni tari. Sejak duduk di bangku SD, Sasri sudah sering mengikuti sanggar. Beberapa di antaranya adalah Sanggar Wilawirya dan Sekar Puri yang masih rajin diikuti hingga saat ini. Tarian Jawa dan Bali adalah dua jenis tarian yang paling sering dipentaska­nnya. “Kalau harus memilih, mungkin saya akan lebih memilih Bali,” jawab Sasri setelah berpikir cukup lama. Baginya, tarian Bali lebih dinamis, berbeda dengan tari Jawa yang memiliki banyak makna dan simbol. Tekstil, Tari, hingga karya craftmansh­ip unik membuat nilai seni terasa kental mengalir dalam diri Dilah Sasri Indra. Namun yang terpenting baginya justru bukan untuk menyimpann­ya sendiri, melainkan membagikan­nya pada anak-anak muda tanah air demi kemajuan budaya. HW

5 PERTANYAAN SINGKAT:

Playlist terakhir yang didengarka­n? Queen – Don’t Stop Me Now Makanan favorit? Nasi goreng! Your skincare ritual? Setiap selesai mandi pasti pakai losion di seluruh badan. Fashion item wajib ada di lemari? Singlet. Public display of affection (PDA) di media sosial? Big no!

 ??  ??
 ??  ?? Salah satu koleksi Sikra Mahto yang laris di Jepang.
Salah satu koleksi Sikra Mahto yang laris di Jepang.
 ??  ?? Saat melakukan pertukaran budaya di Meksiko.
Saat melakukan pertukaran budaya di Meksiko.
 ??  ?? Bersama ibu dan adik tercinta.
Bersama ibu dan adik tercinta.
 ??  ?? Bersiap untuk pentas tari tradisiona­l.
Bersiap untuk pentas tari tradisiona­l.
 ??  ?? Pertama kali mempelajar­i teknik indigo dye.
Pertama kali mempelajar­i teknik indigo dye.
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia