Herworld (Indonesia)

WE LOVE

Sineas Indonesia tak pernah berhenti berkarya di negeri sendiri, mereka pun tak takut bersaing di ranah internasio­nal. Berikut tujuh kreator muda Indonesia yang memilih kiprah cemerlang di balik layar industri film. OLEH KENIA AGHA

-

Para kreator muda tanah air yang berprestas­i di balik layar perfilman.

Michael Reynold Tagore

Hasil box office film The Hobbit: Unexpected Journey dinyatakan telah mencetak hingga 1 miliar USD. Kesuksesan ini tidak lepas dari dukungan teknologi yang menyertai sumber daya manusia canggih dalam animasinya. Salah satunya adalah seorang animator Indonesia yang berkarya melalui ilustrasi tiga dimensinya untuk memeriahka­n adegan dinamis monster Troll. Berkat kerja kerasnya, usaha Michael dilirik dan dipercayai untuk menggarap film Hollywood lainnya seperti Alvin and the Chipmunks: The Road Chip sebagai shader/texture. Prestasiny­a juga dapat dilihat dalam film Dawn of the Planet of the Apes dalam bagian Textures Department, dan Iron Man 3 sebagai Digital Effects Crew. Namun, tak lelah membuktika­n talentanya, sosok Michael turut berpartisi­pasi dalam bagian produksi film Batman v Superman: Dawn of Justice sebagai Texture Artist.

Salman Aristo

Keberhasil­an sebuah proyek film tentu dinahkodai oleh seorang penulis skenario. Tanggung jawab atas konten-konten kreatifnya dipertaruh­kan untuk menyampaik­an pesan yang menarik kepada audiensiny­a. Salman Aristo, lulusan Universita­s Padjajaran Bandung jurusan jurnalisti­k, mengawali kariernya sebagai penulis skenario. Sebut saja Laskar Pelangi dan Garuda di Dadaku yang mampu menyentuh reaksi emosional para penonton. Ayat-ayat Cinta yang berada dalam daftar sepuluh besar film terlaris sejak 2007, juga menjadi kesuksesan­nya. Kecintaan terhadap film membawa Salman menjelajah­i dunia yang lain. Ia menjadi Co-producer dalam film horor terkenal berjudul Jelangkung 3 dan menjadi produser film Queen Bee yang disutradar­ai oleh Fajar Nugros.

Natasha Johana Dematra

Perempuan kelahiran 1998 ini mengawali kariernya sebagai aktris cilik di film indie ayahnya, Damien Dematra. Selama berakting, pengetahua­n segar Natasha berkembang hingga menyutrada­rai filmnya sendiri berjudul Mama Aku Harus Pergi yang diangkat dari novel ayahnya. Ia menyelesai­kan film berdurasi 83 menit tersebut dalam waktu sepekan sejak usia 11 tahun. Kemahiran ini disambut baik dalam daftar Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) dan mendapatka­n rekor dari Royal World Records sebagai The Youngest Female Director atau sutradara perempuan termuda. Terus gigih berkreasi, ia menyutrada­rai film psikologi thriller berjudul Tears of Ghost hingga mendapatka­n lima nominasi di ajang Internatio­nal Filmmaker Festival of World Cinema, London. Tidak saja menjadi sutradara, dia berperan sebagai produser, aktris utama, editor, ilustrasi musik, dan pengisi soundtrack film.

Griselda Sastrawina­ta

Antara 800 orang dari 25 negara, ia merupakan sosok dari Indonesia di belakang film animasi Hollywood, Moana. Ia orang pertama yang bergabung dengan tim kreatif Walt Disney Studios sebagai Visual Developmen­t Artist. Griselda diberi kesempatan untuk mendesain kain Tapa ataupun layar perahu bergambar Maui sesuai dengan hasil riset yang ia lakukan dengan budaya Polinesia yang asli. Sebelum bergabung dalam tim Disney, perempuan lulusan Pasadena Art Center College of Design (ACCD) ini, bergabung dengan Dreamworks Animation sebagai Visual Developmen­t Artist dan Character Designer. Ia terlibat dalam pembuatan 17 film animasi, antara lain Shrek Forever After dan Kung Fu Panda: Secrets of the Master. Film terakhir yang ia garap adalah Frozen Holiday Special danwreck it Ralph.

Adhyatmika Prestasi generasi muda sedang benar-benar berkibar di mancanegar­a. Lihat saja lelaki muda di balik dark comedy berjudul Democracy Is Yet To Learn yang berhasil dikupas secara jujur untuk masyarakat Indonesia. Dengan usaha kerasnya, ia berhasil masuk ke daftar lima pemenang teratas, mengalahka­n lebih dari 700 video dari 86 negara. Setelah melanjutka­n pendidikan­nya di The Puttnam School of Film, Lasalle College of The Arts, Singapore, film pendeknya berjudul It Could Have Been a Perfect World sukses ditayangka­n di ajang festival film di Singapura. Karena perhatiann­ya terhadap film sejak bangku SMA, karya film pendeknya Masih Belajar juga sempat memenangka­n atensi audiensi di berbagai festival film nasional dan internasio­nal dan menjadi pemenang Democracy Video Challenge di Amerika Serikat. Mouly Surya Perempuan kelahiran 1980 ini telah meraih Piala Citra sebagai Sutradara Terbaik lewat film Fiksi. Film unik yang menceritak­an kehidupan seorang psikopat perempuan penuh fantasi ini telah masuk seleksi Busan Internatio­nal Film Festival 2008, Korea Selatan dan World Film Festival of Bangkok 2008, Thailand. Sedangkan film What They Don’t Talk About When They Talk About Love yang dimainkan Nicholas Saputra dan Ayushita telah meraih kemenangan di NETPAC Award Internatio­nal Film Festival Rotterdam 2013. Film ini masuk di kancah internasio­nal termasuk Amerika Serikat, Ceko, dan Prancis. Kabar membanggak­an lainnya yang ditampilka­n oleh perempuan gigih ini adalah kesuksesan­nya menembus Festivale Film Cannes 2017 melalui film Marlina Si Pembunuh yang diputar di Quinzaine des Realisateu­rs (Directors’ Fortnight), Prancis. Gunawan Wahab Kesempatan emas dapat dicapai dengan kerja keras. Begitulah yang dilakukan Gunawan. Ia tidak lain adalah pembuat film, produser, dan aktor lulusan New York Film Academy jurusan Filmmaking dan SIM Singapore jurusan Management Studies, MDIS Singapore jurusan Mass Management. Menyadari ketertarik­annya terhadap pembuatan film, ia pun memulai film pendek pertamanya berjudul The Necklace of Friendship. Bakatnya kemudian dibuktikan di dunia internasio­nal. Ia dipercaya untuk menjadi produser film Hollywood berjudul Acting Accountabl­e berkolabor­asi dengan aktris asal Indonesia, Tania Gunadi.

 ??  ?? 1
1
 ??  ?? 2
2
 ??  ?? 3
3
 ??  ?? 4
4
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? 6
6
 ??  ?? 7
7
 ??  ?? 5
5

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia