STALKER AWARENESS
Saat rasa ingin tahu berubah jadi obsesi berlebih. Simak bahayanya menjadi seorang stalker dan apa yang harus dilakukan jika Anda jadi targetnya. OLEH KIKI RIAMA PRISKILA
Kenali bahaya dan arti stalking lebih dalam.
Seorang perempuan bernama Katherine Thurston mengaku sangat mengidolakan Hugh Jackman, bahkan ia mengaku ingin menikah dengan sang aktor yang sudah beristri. Namun, Katherine tak menyukai jenggot Hugh Jackman dan berniat untuk mencukurnya. Ia pun menunggu kehadiran Hugh di luar gym tempat sang aktor biasa berolahraga dan mengikuti Hugh masuk. Di dalam, Katherine langsung menyerang sang aktor dengan cukuran listrik sambil bertanya, “Kita akan menikah, kan?”. Untungnya, seorang personal trainer muncul dan berhasil mencegah Katherine melukai Hugh Jackman.
Pada 2014, aktris Sandra Bullock menemukan seorang lelaki asing di kediamannya. Lelaki tersebut berhasil membobol rumahnya tanpa diketahui sistem keamanan. Lelaki tersebut diketahui mengetuk pintu kamar Sandra dan meminta sang aktris untuk tak khawatir karena ia merasa dirinya adalah suami Sandra. Ketakutan, Sandra langsung menghubungi polisi. Akhirnya diketahui bahwa lelaki tersebut sering mengirimkan surat mengerikan pada Sandra sambil meyakinkan bahwa Sandra Bullock adalah istrinya.
Kisah di atas merupakan kejadian nyata yang dialami para selebritas Hollywood. Perilaku obsesi yang
dilakukan penggemarnya ini diawali dengan stalking. Sayangnya, Anda tak perlu menjadi seorang selebritas untuk memiliki penguntit atau stalker. What? Ya, benar. Mengerikan, bukan?
Mengenal ‘Stalking’
Menurut Inez Kristanti, M.psi., Psikolog Klinis Dewasa di Angsamerah Clinic sekaligus Dosen Paruh Waktu di UNIKA Atma Jaya, stalking artinya bentuk perhatian berulangulang yang sebenarnya tidak diinginkan oleh korban. Bentuknya bisa macam-macam seperti perhatian, harassment, kontak, atau perilaku lain yang ditujukan pada satu orang spesifik yang bisa menimbulkan ketakutan pada orang tersebut. “Kata kuncinya di sini adalah ‘repeated’ atau berulang-ulang dan ‘tidak dinginkan’. Jadi ketika ada perhatian atau kontak yang diterima, dilakukan secara berulang-ulang dan tidak diinginkan, perilaku ini sudah masuk dalam kategori ‘stalking’,” jelas Inez.
Berada di era media sosial, perilaku stalking juga mulai berubah. Kini, stalking tak melulu harus datang ke rumah, tapi bisa berusaha menelepon atau mengirimkan pesan via Whatsapp berkalikali. Menurut Inez, stalking erat kaitannya dengan kemampuan sosial dan interpersonal. “Kalau ia percaya diri, ia punya kemampuan untuk mengubah caranya berkenalan dan berkomunikasi dengan orang lain. Bukan dengan stalking,” ungkapnya.