NEW CAREER TRENDS: DIGITAL NOMAD
Dari prediksi jadi sebuah gaya hidup. OLEH KIKI RIAMA PRISKILA
Tren kerja baru selama pandemi.
Di era pandemi, banyak hal yang harus berubah. Salah satunya adalah cara kita bekerja. Mungkin dulu bekerja di kantor adalah hal ideal yang dilakukan banyak orang. Namun, seiring berkembangnya teknologi dan pembukaan banyak co-working space, para pekerja mulai mengenal istilah work from anywhere, atau bekerja dari mana saja.
Ya, kantor tak lagi jadi tempat utama untuk bekerja. Ditambah dengan digitalisasi yang kian canggih, hal ini semakin memudahkan para pekerja untuk bisa menyelesaikan tanggung-jawabnya dari luar kantor.
Sejak pandemi Covid-19, semakin banyak pekerja yang akhirnya “berpindah” aliran dan mencoba gaya bekerja jarak jauh ini. Ada yang dari rumah, ada pula dari kota atau negara lain. Bahkan, istilah Digital Nomad atau pengembara digital pun semakin digaungkan. Lalu, apa arti Digital Nomad sesungguhnya? Apa yang membuat sebagian besar orang akhirnya merasa “nyaman” dengan tren bekerja satu ini?
WHAT IS “DIGITAL NOMAD”?
Istilah ini ditujukan bagi para pekerja jarak jauh yang terbiasa bekerja dan tinggal sementara waktu, berpindah-pindah dari satu negara atau kota. Bagi sebagian orang, gaya bekerja seperti ini tentu jadi idaman. Kapan lagi bisa bekerja sambil “liburan” dan menikmati keindahan budaya serta alam di kota atau negara lain? Namun, tak sedikit juga yang merasa bahwa ini adalah sebuah ide gila yang mustahil dilakukan.
Tren digital nomad
sebenarnya sudah ada sejak lama dan sering dilakukan oleh para freelancer. Mereka tak perlu datang ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Namun, dengan terjadinya pandemi Covid-19, hal ini akhirnya juga berlaku pada pekerja kantoran umumnya.
Dilansir dari Kompas,
sejumlah negara seperti Kroasia, bahkan tengah menggenjot industri pariwisata yang memburuk akibat pandemi dengan menyediakan skema visa khusus bagi para digital nomad di luar negara anggota Uni Eropa. Pulau Bali sendiri secara resmi akan segera menyusul karena selama ini sudah banyak warga asing yang tinggal dan bekerja dari Bali. Masih menurut
Kompas, kabarnya ada 15 negara yang siap menyambut para pengembara digital.
Uniknya, ahli teknologi Jepang, Tsugio Makimoto, sebenarnya sudah memprediksi tren ini sejak 20 tahun lalu dalam buku berjudul
Digital Nomad.
Dalam bukunya, Tsugio menyebutkan revolusi digital akan menghilangkan budaya perusahaan yang selalu dekat dengan karyawannya. Bahkan, sebuah perusahaan tak perlu memiliki karyawan tetap di kantor.
THE PLUS POINTS
Hampir sebagian besar pengembara digital mengutarakan bahwa mereka merasa bebas dan tak lagi terbelenggu di satu tempat. Bahkan, tak sedikit yang menganggap ini sebagai berkah karena mereka bisa menyesuaikan sendiri jadwal bekerjanya. Umumnya, para pekerja digital ini akan memilih lokasi yang memiliki koneksi internet cepat serta biaya hidup yang tidak terlalu tinggi.
Berkat kebebasan ini, para pekerja jadi punya waktu untuk mengeksplor atau mencoba berbagai pengalaman baru yang tentu akan memperluas pengetahuan mereka. Selain itu, mereka juga memiliki lebih banyak kesempatan untuk bertemu orang baru dan menambah relasi. Dua hal ini tentu jadi kunci penting untuk bisa sukses dalam karier.