Kegemukan Bisa Memicu Nyeri Sendi
Ibarat mobil, tulang manusia juga punya “shock absorber” di bagian sendi. Fungsinya sebagai bantalan peredam tekanan saat tulang bergerak (misalnya saat berjalan) maupun saat diam (berdiri). Jika bantalan ini aus, sendi akan meradang dan terasa nyeri. Jik
Dalam struktur tubuh manusia, sendi berfungsi sebagai engsel penghubung antartulang. Adanya sendi memungkinkan tulang bergerak. Kaki bisa dipakai berjalan, jari bisa ditekuk, tangan bisa dipakai mengangkat, punggung bisa dibungkukkan, dan seterusnya.
Sebagai engsel, sendi punya struktur yang memungkinkan tulang bergerak dengan mulus. Salah satunya tulang rawan (rawan sendi), yang melapisi bagian ujung tulang yang bersinggungan dengan tulang lainnya. Ketika dua tulang bersinggungan dan saling menekan, rawan sendi ini berfungsi sebagai bantalan yang meredam tekanan dan memuluskan gerakan sendi. Rawan sendi ini tidak memiliki saraf laiknya batang tulang. Karena itulah, ketika menggerakkan tungkai kaki, lutut kita tidak terasa sakit.
Pada keadaan normal, tulang rawan ini permukaannya rata, halus, seperti kaca. Sehingga ketika sendi bergerak, gerakannya mulus. Namun, pada orang-orang tertentu, tulang rawan sendi ini mengalami penipisan alias aus. Ketika terjadi penipisan, permukaan rawan sendi tidak rata dan bergelombang. Selain menimbulkan rasa sakit akibat peredam kejut berkurang, gerakan sendi terasa tidak lancar bahkan kadang-kadang berbunyi.
Karena bagian tulang punya saraf, maka tekanan ini akan menimbulkan rasa nyeri. Ketika dipakai berjalan, lutut akan terasa sakit dan ngilu. Kondisi inilah yang dikenal sebagai osteoartritis.
Lebih menyerang wanita
Osteoartritis merupakan salah satu jenis rematik. Inilah yang orang awam tidak tahu. Di kalangan awam, rematik sudah menjadi nama generik untuk menggambarkan rasa sakit di tulang. Padahal, “Rematik itu jenisnya banyak. Ada seratusan lebih,” kata Prof. dr. Zuljasri Albar, Sp.PD-KR, ahli reumatologi dari FKUI. Osteoartritis bermula dari kelainan pada tulang rawan sendi. Selanjutnya, semua struktur yang membentuk sendi misalnya tulang, otot, tendo, dan ligamen dapat terkena.
Dalam taraf ringan, sendi baru akan terasa sakit saat dipakai beraktivitas berat. Misalnya saat mengangkat beban berat atau naik turun tangga. Akan tetapi, ketika sudah parah, hanya untuk melakukan aktivitas ringan, seperti jalan kaki, sendi sudah terasa sakit. Bahkan, jika sudah kelewat parah, saat duduk atau tidur pun sendi terasa nyeri.
Hingga sekarang penyebab pasti penyakit ini masih terus diteliti. Meski begitu, para ahli reumatologi
sudah mengenali faktor-faktor risikonya. Lah, apa beda penyebab dan faktor risiko? Faktor risiko adalah istilah medis untuk menggambarkan kemungkinan penyebab. Jika faktor ini ada pada sesorang, ia punya kemungkinan lebih tinggi terkena osteoartritis.
Di antara faktor risiko yang sudah dikenali, salah satunya, kegemukan. Ya, lagi-lagi kegemukan. Ini memang faktor yang cukup besar pengaruhnya. Pada orang gemuk, tulang-tulang sendi harus menanggung beban yang lebih berat. Tekanan akibat berat badan yang terus-menerus ini menyebabkan lapisan tulang rawan sendi lebih cepat aus.
Namun bukan berarti orang kurus atau yang berat badannya ideal boleh meremehkan penyakit ini. Kegemukan hanya salah satu faktor risiko. Faktor lainnya yang tak boleh dilupakan adalah aktivitas sendi yang berlebihan. Faktor kedua ini sebetulnya masih punya kesamaan dengan kegemukan. Persamaannya terletak pada beban sendi.
Faktor risiko lainnya adalah
umur. Semakin tua seseorang, risiko terkena osteoartritis juga semakin besar. Selain umur, faktor risiko lain yang tidak bisa dikendalikan yaitu jenis kelamin. Kaum perempuan punya kemungkinan lebih besar terkena osteoartritis daripada laki-laki. Belum diketahui dengan jelas kenapa demikian, tapi diduga karena faktor hormon estrogen, yang memegang peranan penting di tubuh kaum Hawa.
Bisa dicegah dan dihambat
Sampai sekarang penyakit ini belum ada obatnya. Sekali terkena osteoartritis, penderita harus menjalani perawatan seumur hidup. Terapi yang ada sebatas memperbaiki kualitas hidup pasien, misalnya dengan mengatasi nyeri. Yang semula sulit berjalan, dibuat bisa berjalan kembali.
Ada tiga aspek pengobatan osteoartritis ini: nonfarmakologis (tidak pakai obat), farmakologis, dan tindakan operasi. Terapi nonfarmakologis misalnya dengan edukasi, menurunkan berat badan, dan menghindari aktivitas sendi yang berat. Juga lewat fisioterapi, misalnya dengan pemanasan, alat bantu atau latihan khusus.
Sedangkan terapi farmakologis adalah memberi obat antinyeri atau menyuntikkan cairan viscosupplement. Jadi, viscosupplement berfungsi sebagai pelumas sekaligus shock absorber. Obat lain yang juga sering dipakai dalam terapi osteoartritis adalah glukosamin dan kondroitin sulfat. Keduanya diharapkan dapat memperbaiki rawan sendi.
Terapi farmakologis dan nonfarmakologis ini dilaksanakan bersama-sama. Paling akhir, terapi operatif. Ini dilakukan terutama jika rawan sendi sudah terkikis habis. Kadang-kadang juga dilakukan untuk mengoreksi faktor risiko, misalnya pada individu dengan kaki “O”.
Beberapa faktor risiko osteoartritis memang tidak bisa dikendalikan, seperti umur dan jenis kelamin. Tapi sebagian faktor lainnya bisa dikendalikan, misalnya kegemukan, aktivitas berlebihan, dan diabetes. Jika faktor-faktor ini dikendalikan, kita bisa meminimalkan risikonya. Baik risiko munculnya maupun risiko progresivitasnya (perkembangannya), jika sudah kena.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penurunan berat badan sebesar 5 kg dapat menurunkan kejadian osteoartritis lutut sebesar 50% pada wanita, terutama wanita yang kelebihan berat badannya dari berat badan ideal di atas 10%.