Rahasia i-Doser, si “Narkoba Digital”
Dengan memanfaatkan teknologi binaural beat, i-Doser mencoba merekayasa otak agar memiliki pengalaman seperti menjajal narkoba. BNN berkesimpulan i-doser tidak termasuk dalam jenis narkoba.
Apakah i-Pod akan menjadi bong (perangkat untuk menikmati ganja – Red) baru? Itulah pertanyaan Wired pada artikelnya yang berjudul “Teens Using Digital Drugs to Get High”. Berbeda dengan kehebohan di sini yang belum lama terjadi, kegelisahan akan maraknya narkoba digital di AS sudah bermula tahun 2010.
Pertanyaan tadi mengemuka akibat munculnya fenomena yang disebut “i-dosing”. Seperti yang dilaporkan Oklahoma News 9, remaja bisa memesan “narkoba digital” secara daring yang akan membuat mereka teler melalui headphone mereka.
“i-dosing” melibatkan penggunaan headphone dan mendengarkan “musik” – kebanyakan suara dengung – yang diklaim akan membuat pendengarnya “melayang”. Para remaja mendengar lagu seperti “Gates of Hades” yang bisa diperoleh di YouTube secara gratis. Ya, biasanya gratis dulu, kemudian baru disuruh membayar.
Mereka yang kecanduan terhadap “narkoba” tersebut bisa membeli lagu yang konon memiliki efek sama dengan mariyuana, kokain, opium, atau peyote. Berbeda dengan narkoba jalanan yang jarang menyertakan manual dalam barang dagangannya, pengguna narkoba digital ini disarankan untuk membeli manual setebal 40 halaman untuk dapat teler melalui lagu-lagu berformat MP3.
Masuk ke gelombang alfa
Melalui media sosial yang marak akhir-akhir ini, berita soal “i-doser” pun merebak dan bikin riak di Indonesia. Dalam salah satu grup WhatsApp menyebar pesan yang memberitahukan adanya aplikasi i-doser. Aplikasi ini awalnya free saat diunduh. Lalu kita memilih “dosisnya”. Untuk “fly” diperlukan earphone dan durasi sekitar 10 – 15 menit.
Aplikasi yang dijuluki sebagai “narkoba digital” ini – sesuai namanya – memang berupa data digital berisi gelombang suara dan akan mempengaruhi otak. “Pengguna” akan merasa “on”, lalu timbul efek ketergantungan. Untuk “dosis” selanjutnya pengguna harus membayar.
Kontan saja aplikasi i-doser itu mendapat perhatian dari Pemerintah, dalam hal ini Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Sebuah panel yang melibatkan psikolog dan ahli hipnotis dibentuk untuk memberi masukan Pemerintah dalam mengambil
sikap. Hasilnya, BNN menyatakan bahwa i-doser tidak masuk dalam jenis narkotika. Sementara Kemenkominfo akhirnya memblokir laman yang berkaitan dengan i-doser.
Dilibatkannya ahli hipnotis karena aplikasi yang memakai teknologi audio binaural ini memiliki fungsi dasar hipnoterapi bagi penggunanya. Teknologi ini memasukkan dua gelombang suara yang berbeda frekuensinya melalui dua telinga kita. Perbedaan frekuensi ini harus lebih kecil atau sama dengan 30 Hz agar dapat memancing respon otak kecil.
Seperti diketahui, gelombang otak dikategorikan dalam lima jenis. Yakni beta, alfa, teta, delta,
“Pengguna” akan merasa “on”, lalu timbul efek ketergantungan. Untuk “dosis” selanjutnya pengguna harus membayar.
dan gama. Masing-masing jenis gelombang itu berhubungan dengan kondisi mental yang berbeda ( lihat boks “5 Gelombang Otak Manusia”). Yang perlu diperhatikan adalah gelombang alfa (8 – 12 Hz). Gelombang ini terjadi pada saat seseorang mengalami relaksasi atau mulai istirahat. Kondisi ini merupakan gelombang yang cocok untuk pemrograman bawah sadar.
Nah, i-doser bekerja pada rentang gelombang alfa. I-doser bekerja dengan memperdengarkan dua suara yang frekuensinya mirip (dengan perbedaan kedua frekuensi itu ada di rentang gelombang alfa) pada telinga pengguna. Otak kemudian merespon kedua suara itu dan menghasilkan suara ketiga yang disebut dengan binaural beat.
Pada frekuensi ketiga tadi, efek yang ditimbulkan mirip dengan perasaan orang yang menggunakan narkoba. Inilah yang dikhawatirkan banyak orang dan membuat aplikasi i-doser disebut narkotika digital
Buang-buang waktu saja
Binaural beat menjadi kata kunci pada i-doser. Binaural beat ditemukan oleh fisikawan Heinrich Wilhelm Dove tahun 1839. Ia mendapati ketika dua sinyal dari dua frekuensi yang berbeda masuk ke otak melalui kedua telinga kita,
Pada frekuensi ketiga tadi, efek yang ditimbulkan mirip dengan perasaan orang yang menggunakan narkoba.