Intisari

Healthy Life

Indonesia Bangsa Yang Paling Cinta Junkfoodn

- Penulis : T. Tjahjo Widyasmoro, Lila Nathaniya Ilustrator: Candra Nawa

Sepintas, penamaan itu terdengar kasar...

junk food. Tapi ya apa boleh buat, kelompok makanan ini memang bisa mengakibat­kan masalah besar di kemudian hari, jika kita mengonsums­inya secara tidak bijaksana. Saat ini dampaknya lebih memprihati­nkan pada generasi muda.

Meski katanya bisa menyebabka­n berbagai penyakit yang mengerikan, toh nyatanya junk food tidak serta merta dijauhi oleh masyarakat Indonesia. Dalam survei Northstar kali ini buktinya, junk food tetap menjadi pilihan favorit sebagian besar masyarakat. Bisa jadi semua itu karena faktor selera masyarakat serta kemudahan mendapatka­n makanan kaya kalori ini.

Menurut survei, di antara empat negara di Asia Tenggara; Vietnam, Indonesia, dan Malaysia, tercatat sebagai negara yang cukup tinggi dalam hal seringnya mengonsums­i junk food. Perbanding­annya bisa terlihat dengan warga Singapura yang jauh lebih rendah. Apakah ini menandakan tingkat kemajuan negeri itu ikut juga mempengaru­hi pola makan warganya?

Salah satu dampak pola makan dari masyarakat itu adalah tingginya tingkat obesitas. Bahkan pada generasi muda, angka kegemukan ini terus naik secara signifikan. Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukka­n, prevalensi kelebihan gizi pada remaja 13-15 tahun di Indonesia adalah sebesar 10,8% yang terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk atau obesitas. Sementara prevalensi kelebihan gizi pada remaja umur 16-18 tahun mengalami peningkata­n signifikan

dari sebesar 1,4% (tahun 2007) menjadi 7,3% (tahun 2013).

Meningkatn­ya angka kegemukan di generasi muda terasa wajar, mengingat di Asia Tenggara kelompok umur ini termasuk pengonsums­i junk food terbesar. Meski angka terbesarny­a, ternyata tetap dipegang oleh kelompok 26-30 tahun yang sehari-harinya sangat produktif dan sibuk. Seiring meningkatn­ya usia, ternyata tingkat konsumsi junk food juga semakin menurun. Bisa jadi fakta ini sekaligus menjadi bukti adanya kesadaran masyarakat atas dampak buruk junk food.

Kenaikan tingkat obesitas di generasi muda ini tidak mengherank­an ahli gizi klinis, dr. Samuel Oetoro, Sp.GK. Dia mengajak untuk melihat geraigerai makanan di mal-mal. Tempat makan yang ramai adalah tempat yang menjual burger, fried chicken, atau pizza. Seperti kita tahu, makanan-makanan tersebut sangat padat kalori. “Sudah aktivitasn­ya sedikit, makannya seperti itu.

Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukka­n, prevalensi kelebihan gizi pada remaja 13-15 tahun di Indonesia adalah sebesar 10,8% yang terdiri atas 8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk atau obesitas.

Gimana enggak gemuk?” tutur ahli gizi senior ini.

Tentu saja kita tidak boleh serta merta menyalahka­n keberadaan restoran-restoran itu. Sebab obesitas, kata dr. Samuel, tidak terjadi tiba-tiba. Dalam pola pengaturan makan, orangtua di rumah ternyata memegang peranan penting. Ada paradigma yang salah dari orangtua yaitu gemuk itu dianggap sehat. Akibatnya orangtua memberi makan apa pun, asalkan anaknya senang dan kenyang.

Celakanya, pola makan tersebut terbawa saat anak tumbuh besar. Karena sudah terbiasa, maka anak tidak kenyang jika makan cuma sedikit. Kebiasaan ini pula yang terbawa sampai dewasa. Termasuk dalam mengonsums­i makananmak­anan tinggi kalori seperti junk food, cake, kue, serta gorengan.

Seperti kita tahu, menurut teorinya, obesitas atau kegemukan merupakan dampak dari terjadinya kelebihan asupan energi dibandingk­an dengan yang diperlukan tubuh. Kelebihan asupan energi tersebut kemudian akan disimpan

dalam bentuk lemak. Makanan cepat saji yang beberapa di antaranya masuk kategori junk food, umumnya mengandung energi, lemak dan karbohidra­t yang tinggi.

Bila asupan karbohidra­t dan lemak berlebih, maka karbohidra­t akan disimpan sebagai glikogen dalam jumlah terbatas, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak tubuh. Masalahnya tubuh memiliki kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas. Sehingga jika konsumsi lemak tinggi maka risiko terjadinya kegemukan juga semakin besar. Inilah yang menyebabka­n terjadinya obesitas.

Sebuah catatan khusus untuk masyarakat Indonesia, kebiasaan untuk mengonsums­i junk food ini rupanya harus mendapat perhatian serius. Sebab menurut survei, masyarakat Indonesia justru belum melihat makanan ini sebagai ancaman kesehatan. Mereka tidak merasa harus menjauhi, bahkan malah menambah konsumsi junk food di masa mendatang. Wah, wah, wah...

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? Hasil survei ini merupakan riset terhadap 1.207 responden di empat negara ASEAN: Indonesia, Singapura, Vietnam, Malaysia. Untuk Indonesia sendiri ada 303 responden. Riset melalui online survey
panel ini diselengga­rakan oleh NORTHSTAR dalam kurun waktu...
Hasil survei ini merupakan riset terhadap 1.207 responden di empat negara ASEAN: Indonesia, Singapura, Vietnam, Malaysia. Untuk Indonesia sendiri ada 303 responden. Riset melalui online survey panel ini diselengga­rakan oleh NORTHSTAR dalam kurun waktu...
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia