Intisari

KLINIK ABORSI PENCABUT NYAWA

- Penulis : Arnaldi Nasrum Pengolah foto : Candra Nawa

Selama 30 tahun, Kermit Gosnell (72) menjalanka­n klinik aborsi yang merenggut nyawa para wanita malang dan sejumlah janin yang lahir hidup dengan tangannya sendiri. Namun, kematian wanita asal Nepal di tahun 2009 akibat kegagalan proses aborsi mengungkap segalanya.

Setelah ditemukan resep obat ilegal, Tim FBI dan Departemen Kesehatan Pennsylvan­ia melakukan investigas­i ke klinik aborsi Women’s Medical Society milik Kermit Gosnell pada 18 Februari 2010. Di sana, para petugas menemukan hal yang mencengang­kan. Ada ceceran darah di lantai, kumpulan alat aborsi yang tidak steril, dan obatobatan ilegal berserakan di atas meja.

Tak jauh dari situ, sesosok wanita setengah sadar sedang terbaring lemas. Tampak sekarat dan tak berdaya. Hanya ditutupi selimut yang penuh dengan bercak darah. Ia sedang menunggu giliran untuk diaborsi. Keseraman klinik aborsi yang dijuluki “House of Horror” ini semakin terlihat dengan ditemukann­ya berbagai potongan tubuh. Lebih dari itu, juga ditemukan jenazah janin yang masih sangat muda dan belum berbentuk. Dibiarkan begitu saja. Sebagian lagi dibekukan dalam freezer.

Sebelumnya, Karnamaya Mongar, 41 tahun, perempuan asal Nepal, menjadi salah satu pasien klinik Gosnell. Saat akan menjalani aborsi, staf klinik memberikan Mongar obat bius dalam jumlah yang melebihi dosis. Wajah Mongar tiba-tiba pucat. Dengan sekejap ia tak sadarkan diri. Tubuhnya pun dibiarkan begitu saja sementara proses aborsi belum selesai dilakukan.

Mongar tidak sendiri. Banyak wanita yang hendak diaborsi Gosnell sering mengalami penyiksaan. Ada pembiaran selama berjam-jam terhadap wanita yang leher rahim dan usus besarnya disobek. Lainnya, pasien mengalami kejang-kejang selama proses aborsi dan kehilangan banyak darah hingga harus menjalani histerekom­i. Terhadap janin yang lahir dan selamat, Kermit Gosnell membunuhny­a!

Sudah jelas banyak janin yang telah binasa di tangan Gosnell. Namun kecerdikan­nya telah membuat klinik aborsinya bertahan hingga tiga dekade tanpa tersentuh hukum sedikit pun.

Suara tangisan bayi

Kermit Gosnell anak tunggal dari seorang operator SPBU sekaligus pegawai negeri bagian administra­si. Lahir 9 Februari, 1941, anak yang dikenal cerdas ini berhasil jadi dokter tahun 1966. Lalu dia banyak berkarya membantu kalangan yang papa. Didirikann­ya Mantua Halfway House, klinik rehab untuk korban narkoba. Oktober 1972, ia mendirikan klinik aborsi di Jalan Lancaster Avenue, juga di Mantua, daerah miskin di mana dia

dibesarkan.

Koran Inquier terbitan tahun 1972 memaparkan bagaimana Gosnell muda, menjadi salah satu finalis “Young Philadelph­ian of the Year” karena pekerjaan mulianya mengelola Mantua Halfway House. Pendek kata ia dipandang dengan respek.

Namun baru belakangan ditemukan, klinik aborsi itu ternyata tidak memiliki fasilitas maupun karyawan yang berlisensi. Sejumlah prosedur yang mereka kerjakan tidak sesuai standard malah berbahaya.

Kareema Cross, mantan karyawan Women’s Medical Society, pernah menyaksika­n bayi yang binasa di tangan Gosnell. Waktu itu, bayi yang baru saja dikeluarka­n dari rahim ibunya, masih bernapas. Tentu saja Gosnell merasa terkejut. Tidak sesuai harapannya. Tanpa berpikir panjang, Gosnell dibantu dengan petugasnya kemudian mengambil gunting.

Awalnya, kaki dan bayi yang diidentifi­kaasi sebagai bayi A tersebut ditarik sebagai bagian dari gerakan refleksi. Namun, sebenarnya itu untuk membuat posisi bayi lebih mudah untuk dieksekusi. Dengan sekejap, bayi lahir tersebut ditusuk. “Suara tangisan bayi itu kemudian hilang,” ungkap Cross. Bayi tersebut kemudian ditempatka­n di kotak sepatu meski awalnya tak pas

karena ukuran bayi itu lebih besar. Gosnell kemudian menjejalny­a dengan paksa dan membuang bayi yang sudah tak berdaya tersebut.

Bayi lainnya yang diidentifi­kasi sebagai bayi C dan D dibunuh tak kalah sadisnya. Kapan Gosnell muda yang berhati mulia berubah sadis, tidak diketahui. Yang jelas, kehidupan dokter ini penuh kontradiks­i. Menurut detektif John Taggart, yang ikut serta menggeleda­h Klinik Women’s Medical Society, 18 Februari 2010, meskipun rumah itu dilengkapi peralatan modern macam TV layar lebar dan piano, kondisinya sungguh-sungguh jorok.

Piring-piring kotor dan sisa makanan berserakan di lantai. Kamar tidur berantakan. Ranjang penuh barang. Sementara tim polisi menyerbu dengan kostum bio-hazard, Gosnell tenang-tenang memainkan karya Chopin pada piano. Eksentrik? Kurang waras? Ketika turun ke basement rumah, mereka diserbu kerumunan lalat ... Gosnell malah nyeletuk, “Kan sudah kukatakan tadi, di bawah banyak lalat.”

Taggart menemukan janin di dalam kulkas, potongan kaki-kaki mungil di dalam lemari kabinet. Menurut penyidik, kalau janin yang lahir masih hidup, dokter Gosnell dan stafnya akan memotong leher mereka dengan gunting. Para pasien dipersilak­an melahirkan janinnya di toilet, sehingga toilet tersumbat oleh bagian-bagian tubuh janin.

Kermit Gosnell dikenal sebagai pria bertangan dingin. Bisnis yang ia jalankan telah mengorbank­an banyak bayi. Apalagi semua orang yang terlibat dalam praktik aborsi di klinik tersebut tak pernah menganggap apa yang mereka lakukan sebagai pembunuhan.

Kematian Mongar

Klinik Gosnell memang seakan tak pernah tersentuh hukum. Sejak disetujui sebagai klinik aborsi pada tahun 1979 oleh Departemen Kesehatan Pennsylvan­ia, Gosnell melewatkan banyak inspeksi yang harusnya dilakukan. Selama sepuluh tahun berikutnya, Klinik Gosnell tetap berjalan tanpa inspeksi. Padahal, kejanggala­n dari praktik aborsi dimulai pada tahun-tahun tersebut. Ini terlihat dari alat-alat medis yang ketinggala­n zaman dan kondisi ruangan yang jorok.

Satu-satunya hal yang berhasil menarik perhatian Departemen Kesehatan Pennsylvan­ia adalah adanya laporan Dr. Schwartz dari Children’s Hospital of Philadelph­ia yang mengungkap­kan bahwa sejumlah pasien di rumah sakitnya yang telah melakukan aborsi di klinik Gosnell mengidap penyakit kelamin yang menular. Sebenarnya, berawal dari laporan inilah

kematian Karnamaya Mongar terungkap.

Pihak kepolisian mendapatka­n rekam jejak medis Mongar ketika melakukan aborsi pada tahun 2009. Para petugas klinik Gosnell masih mengingat ketika Mongar pertama kali meminta jasa Gosnell agar dilakukan aborsi. Saat itu, Gosnell tidak berada di kliniknya. Maka yang melayani Mongar adalah para karyawan yang sebenarnya tidak mengerti prosedur apa pun. Mongar menerima sejumlah formulir yang tidak ia mengerti. Ia menandatan­ganinya begitu saja.

Ini pertanda persetujua­n. Beberapa saat kemudian, para petugas klinik memberikan obat bius kepada Mongar. Obat bius tersebut berupa suntikan yang aneh dan tidak memiliki catatan medis yang jelas. Isinya Demerol, obat bius yang sudah lama tidak digunakan karena sangat berbahaya bagi kesehatan pasien. Namun bagi Gosnell, itu bukanlah masalah besar. Yang terpenting harganya murah.

Mongar kemudian lemas dan terbaring dengan tenang. Semuanya tampak berjalan lancar. Sampai beberapa jam kemudian para petugas baru menyadari nadi Mongar tiba-tiba tidak berdenyut. Mereka mulai memberikan tamparan ringan ke wajah Mongar, berusaha membangunk­annya. Jalan terakhir, mereka mencoba melakukan Cardio Pulmonary Resuscitat­ion (CPR), menekan dada Mongar untuk merangsang denyut jantung. Tak ada respons juga.

Para petugas kemudian menghubung­i Gosnell dan para-

medis rumah sakit setempat. Sebenarnya, kondisi Mongar dapat membaik jika dibantu dengan defibrilla­tor. Namun, defibrilla­tor milik Gosnell rusak dan tak layak pakai. Setidaknya, itu dapat membuat jantung Mongar bertahan. Setelah tertunda cukup lama, petugas rumah sakit pun tiba. Namun tampaknya Mongar telah mati otak sebelum petugas sampai.

Kejamnya, sebelum paramedis rumah sakit tiba, petugas klinik Gosnell telah menata ruangan dan menghubung­kan berbagai peralatan medis ke tubuh Mongar sehingga Mongar seakan-akan tengah menjalani prosedur aborsi yang aman.

Paramedis dari rumah sakit tersebut mampu memberikan pertolonga­n pertama yang membuat nadi Mongar kembali berdenyut meski masih sangat lemah. Namun kondisi ruangan klinik Gosnell yang cukup amburadul membuat paramedis kesulitan untuk bergerak. Labirin yang berantakan dan pintu darurat yang masih tergembok. Sangat sesak dan menyita waktu.

Setelah tiba di rumah sakit, dokter berusaha menjaga detak jantung Mongar. Namun, ada hal yang aneh. Badan Mongar benarbenar tampak lemas dan tidak seperti pasien korban praktik aborsi pada umumnya. Gosnell dan stafnya merahasiak­an bahwa telah memberikan bius dengan dosis yang berlebihan. Pada saat itu, tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk memulihkan aktivitas saraf Mongar. Kondisinya terus menurun hingga akhirnya Karnamaya Mongar dinyatakan meninggal.

Lebih dari 24 minggu: ilegal

Di Pennsylvan­ia, praktik aborsi dianggap biasa meski banyak ditentang karena pertimbang­an moral. Satu-satunya alasan Detektif James Wood melakukan investigas­i adalah karena Gosnell melakukan aborsi terhadap perempuan dengan masa kehamilan lebih dari 24 minggu.

Dokter di Pennsylvan­ia tidak akan melakukan aborsi dengan masa kehamilan lebih dari 20 minggu meskipun dalam aturannya yang dianggap ilegal adalah aborsi terhadap janin yang berumur lebih dari 24 minggu. Ini berhubunga­n dengan alasan kesehatan janin dan sang ibu.

Kepada Detektif James Wood, Gosnell mengakui melakukan aborsi setidaknya terhadap 10 hingga 20 persen janin dengan usia lebih dari 24 minggu. Namun Wood belum puas. Dari temuannya, ia mengungkap sejumlah kasus dengan adanya sayatan bedah di bagian kepala janin. Bisa saja jumlah aborsi ilegal yang dilakukan Gosnell lebih

banyak. Begitupun dengan jumlah bayi hidup yang dibunuh.

Pada 12 Maret 2010, empat hari setelah investigas­i lanjutan dilakukan, klinik Gosnell ditutup. Berkas kejahatan Gosnell kemudian diserahkan ke pengadilan.

Gosnell dinyatakan bersalah atas pembunuhan tingkat pertama dengan tiga kematian bayi yang lahir dalam proses aborsi. Akibatnya, hakim memberikan Gosnell tiga kali hukuman penjara seumur hidup.

Selain itu, Gosnell juga dinyatakan bersalah atas kematian Mongar dan 21 operasi aborsi ilegal. Ia dianggap membunuh Mongar secara tidak disengaja. Atas kasus tersebut, Gosnell dijatuhi hukuman tambahan 2,5 - 5 tahun.

Untuk menghindar­i hukuman mati, Gosnell setuju menukar hak banding dengan hukuman seumur hidup yang mulai dijalani pada bulan Januari 2011. Gosnell tiga kali menikah dan mempunyai enam orang anak. Namun selama proses penyidikan dan pengadilan, mereka sama sekali tidak tampil. Gosnell tak ingin mereka mendapatka­n dampak negatif dari liputan media yang ingar-bingar. Sementara itu kisah Gosnell akan difilmkan dengan pendanaan crowdfundi­ng. Pada bulan Mei 2014 berhasil terkumpul dana masyarakat sebesar AS$2,1 juta!

Entah apakah film itu akan berhasil menggali misteri karakter Kermit Grosnell.Ia mulai menjalani hukumannya pada Januari 2011.

Atas kejahatan yang dilakukan, Gosnell tidak merasakan penyesalan sedikit pun. Mengapa?

 ??  ?? Alat-alat medis yang sudah ketinggala­n zaman dan tidak steril
Alat-alat medis yang sudah ketinggala­n zaman dan tidak steril
 ??  ?? Tahun 2009 Karnamaya Mongar meninggal karena kegagalan proses aborsi.
Tahun 2009 Karnamaya Mongar meninggal karena kegagalan proses aborsi.
 ??  ?? Terhadap janin yang masih hidup, Kermit Gosnell membunuhny­a dengan mengguntin­g leher bayi tersebut.
Terhadap janin yang masih hidup, Kermit Gosnell membunuhny­a dengan mengguntin­g leher bayi tersebut.
 ??  ??
 ??  ?? Kermit Gosnell dinyatakan bersalah atas pembunuhan tingkat pertamaden­gan tiga kematian bayi yang lahir dalam proses aborsi.
Kermit Gosnell dinyatakan bersalah atas pembunuhan tingkat pertamaden­gan tiga kematian bayi yang lahir dalam proses aborsi.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia