Analisis Tren Properti : Bangkit atau Tambah Loyo?
Setelah lesu dalam tiga tahun terakhir, pasar properti diperkirakan akan mulai menggeliat pada 2017. Bagi yang berminat, silakan mulai berinvestasi di sektor ini. Tapi, tetap harus jeli dan berhati-hati.
Laiknya industri lain, pasar properti di Indonesia selalu ada masa naik dan masa menurun. Setelah melonjak gilagilaan pada medio 2010-2013, pasar properti mengalami kelesuan luar biasa pascapemilu 2014. Efeknya masih terasa hingga 2016.
“Investor biasanya menunggu, siapa pemimpin yang akan terpilih, sebab kebijakan pemerintah yang baru bisa saja berubah,” tutur Ferry Salanto, Associate Director for Research di Colliers International Indonesia, Jakarta. Lantas, bagaimana dengan kondisi pada 2017?
Andil tax amnesty
Pada 2017 diperkirakan industri properti akan mulai menggeliat. Perhatikan saja kondisi saat ini. Walau sampai semester pertama 2016 belum terlihat ada perubahan pasar properti, pada kuartal ketiga sudah terlihat sedikit harapan. Pergerakan bisnisnya mulai terasa. Aktivitas perniagaan di sektor properti mulai dari penyewaan gedung perkantoran, apartemen, ritel, rumah, hingga kos-kosan terus bertumbuh.
Patut diketahui, dalam berinvestasi di sektor properti, imbal balik dalam jangka pendek memang tidak terlalu signifikan. Tapi dari prospek jangka panjang sangat menggiurkan.
Salah satu penunjang keyakinan bahwa bisnis properti pada 2017 akan moncer adalah kebijakan pemerintah yang dinilai cukup meyakinkan. Sebab tadinya, ungkap Ferry, salah satu kendala sektor properti mandek adalah tingkat suku bunga perbankan yang tinggi. Pelaku usaha maupun konsumen sama-sama keberatan dengan suku bunga yang tinggi itu.
Harus diakui, pada 20142015, Bank Indonesia memang sudah mengeluarkan kebijakan
penurunan down payment (DP) dalam pengambilan kredit rumah. Dari sebelumnya berasio 30% DP dan 70% beban utang menjadi 20% DP dan 80% beban utang. Sayang, karena tingkat suku bunga masih tinggi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belum stabil kebijakan tersebut tak mampu menggerakkan pasar.
Nah, kabar baiknya, tahun ini dan tahun-tahun mendatang kebijakan itu semakin disempurnakan. Beberapa bank sudah menurunkan suku bunga yang tadinya double digit menjadi single digit. Bahkan rasio DP diturunkan menjadi 15%.
“Kombinasi kebijakan ini sangat bagus. Dari sisi pembeli pasti sangat menguntungkan,” terang Ferry bersemangat.
Jika permintaan semakin tinggi, tentu geliat pasar properti juga semakin bergairah. Para pelaku usaha juga diuntungkan sebab biaya modal ( cost of capital) juga semakin murah. Risiko bisnis pun lebih minim.
Selain itu, revisi kebijakan pajak tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), juga turun dari 5% menjadi 2,5%. Hal ini dinilai sebagai langkah yang cukup baik bagi pasar properti 2017.
Berita baiknya lagi, tax amnesty yang sudah diterapkan beberapa waktu lalu juga menyumbang kebaikan bagi pasar properti. Soalnya, kebijakan pengampunan pajak yang meraih total Rp 97 triliun di periode pertama telah meningkatkan likuiditas. Aliran dana yang masuk memicu penurunan suku bunga. Bahkan jika kelebihan likuiditas, dana tersebut bisa dimainkan dalam berbagai sektor investasi. Salah satunya adalah properti.
Selain itu, rancangan revisi kebijakan mengenai dana investasi real estate (DIRE) alias Real Estate Investment Trust (REIT) akan membuat semakin banyak orang berinvestasi di sektor properti. DIRE merupakan salah satu sarana investasi baru yang secara hukum di Indonesia akan berbentuk kontrak investasi kolektif. Walau belum
Saat harga properti sedang turun seperti saat ini, justru merupakan waktu yang pas untuk menggelontorkan dana investasi di properti, khususnya apartemen dan perkantoran.