BAHASA KITA
Dalam berbahasa sehari-hari ada beberapa kata yang digunakan dalam makna yang bertentangan dengan yang sebenarnya dikandung. Ini bukan persoalan yang terkait dengan gaya bahasa, seperti halnya gaya bahasa litotes. Dalam bergaya bahasa litotes orang bisa menyampaikan maksud dengan menggunakan ungkapan atau kata yang berlawanan, seperti dalam kalimat berikut.
(1) Singgahlah ke gubuk kami.
Kata gubuk dalam (1) digunakan untuk merendahkan diri (tidak menyombongkan diri) sebab pada kenyataannya tempat yang ditawarkan adalah rumah yang layak/ baik. Kata gubuk sebenarnya mengacu kepada rumah berukuran kecil, yang biasanya kurang baik dan bersifat sementara.
Kasus pemakaian kata yang bertentangan maknanya, yang akan diperbincangkan berikut ini, sematamata karena kekurangtahuan pemakainya. Perhatikan contoh berikut!
(2) Dihujat bagaimanapun dia tidak bergeming sedikit pun.
Kata bergeming terbentuk dari bentuk dasar geming. Bergeming artinya diam saja, tidak bergerak sedikit juga. Makna ini tampaknya justru bertentangan dengan yang dimaksudkan oleh kalimat (2) tersebut. Kata bergeming pada kalimat(2) tersebut seakan-akan bermakna tidak diam sehingga tidak bergeming berarti diam. Padahal, seharusnya cukup dinyatakan bergeming untuk acuan tidak beraksi, tidak menanggapi, atau diam saja. Karena itu, seharusnya kalimat itu berbunyi sebagai berikut.
(3) Dihujat bagaimanapun dia bergeming.
Kata mengacuhkan juga sering digunakan secara tidak benar. Acuh sebenarnya bermakna peduli, mengindahkan, memerhatikan, menuruti, atau mengikuti. Namun, pada kalimat (4) berikut, kata acuh dalam meng-
acuhkan dimaknai mengabaikan. Jelas sekali bahwa mengacuhkan, memedulikan, mengindahkan, memerhatikan, menuruti, atau mengikuti berantonim ( berlawanan maknanya) dengan mengabaikan.
(4) Meskipun sudah berkalikali ditegur, Sanip tetap saja mengacuhkan nasihat ibunya.
Karena itu, seharusnya kalimat(4) diubah menjadi (5) atau (6) untuk maksud yang sebaliknya.
(5) Meskipun sudah berkali-kali ditegurnya, Sanip tetap saja tidak mengacuhkan nasihat ibunya.
(6) Karena sudah berkali-kali ditegurnya, Sanip mengacuhkan nasihat ibunya.
Untuk makna mengabaikan kata yang dipakai seharusnya acuh tak acuh, sebagaimana (7) berikut.
(7) Meskipun sudah berkali-kali ditegurnya, Sanip tetap saja acuh tak acuh terhadap nasihat ibunya.
Di samping itu, kata seronok juga hadir menggenapi kekurangcermatan para pemakai bahasa Indonesia. Perhatikan pemunculan seronok pada kalimat (8) di bawah ini!
(8) Dandanan dan pakaiannya malam itu seronok benar sehingga ibu-ibu berbisik-bisik dan mencibirkannya.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia kata seronok dimaknai menyenangkan hati, sedap dilihat atau didengar. Oleh sebab itu, dandanan dan pakaian yang seronok adalah dandanan dan pakaian yang serasi, yang sedap dipandang, yang pantas, yang cocok, atau yang sesuai, bukan sebaliknya, yakni yang tidak serasi, yang tidak pantas, yang ‘norak’ ( sangat berlebih-lebihan).
Dengan demikian, kalimat (8) bukanlah kalimat yang benar. Kalimat itu seharusnya dinyatakan sebagai (9) berikut.
(9) Dandanan dan pakaiannya malam itu tidak seronok sehingga ibu-ibu berbisik-bisik dan mencibirkannya.
Untuk makna yang berlawanan dengan (9) di atas, kita dapat menuliskannya menjadi (10) berikut.
(10) Dandanan dan pakaiannya malam itu seronok benar sehingga pantas bahwa ibu-ibu berbisik-bisik karena mengaguminya.
Selanjutnya, semoga kita bisa cermat menggunakan kata sebagaimana seharusnya makna yang dikandungnya.