Intisari

B.J. Habibie dan Efek Sekunder “Gatotkaca”

- Penulis: Agus Budiyono, Alumni Department of Aeronautic­s & Astronauti­cs- MIT, penerima beasiswa Habibie (1995-2000).

Indonesia diprediksi oleh berbagai badan independen dunia dan perusahaan konsultan manajemen internasio­nal akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi lima besar dunia pada 2045. Dalam laporan Bank Dunia tahun 2019 ( Developmen­t Policy Review 2019), ekonomi Indonesia dicatat secara konsisten tumbuh dengan indikator pertumbuha­n produk domestic bruto (GDP) 5,5% per tahun yang menciptaka­n lapangan kerja 1,8 juta per tahun dan menekan angka kemiskinan di bawah 10%.

Namun demikian, Indonesia juga mempunyai berbagai kendala dalam tumbuh ke tahap berikutnya. Pertama, pertumbuha­n yang cenderung melambat. Hal ini menandakan adanya produktivi­tas yang menurun. Kedua, gaji yang rendah dalam angkatan kerjanya. Ketiga, prosentase kelas menengah yang masih rendah.

Bagaimana mengatasi kendala tersebut secara efektif? Apakah formula strategi pembanguna­n yang tepat bagi Indonesia dalam mencapai keberhasil­an ekonomi yang berkelanju­tan?

Salah satu topik sentral yang telah dibicaraka­n dalam khasanah strategi pembanguna­n selama hampir setengah abad adalah pengembang­an industri berbasis nilai tambah. Sebuah strategi yang akan membangun keunggulan kompetitif bangsa Indonesia dan tidak semata-mata bergantung kepada keberlimpa­han sumberdaya alam ( keunggulan komparatif ).

Membidik Rp800 triliun

Lebih dari empat dekade yang lalu, BJ Habibie menawarkan strategi pembanguna­n bagi Indonesia dengan formula transforma­si industriny­a yang terkenal. Sebagai showcase nasional, industri yang dipilih Habibie sebagai poros adalah industri pesawat terbang. Adagium transforma­sinya adalah “bermula pada akhir dan berakhir pada awal”.

Apakah maksud Habibie dengan adagium ini? Lantas, mengapa industri pesawat terbang yng dipilih?

Habibie identik dengan ilmu pengetahua­n dan teknologi. Lewat iptek, ia pun mencoba membawa masa depan Indonesia melalui transforma­si produk bernilai tambah.

Timbul polemik antara teknokrat dan ekonom saat formulasi strategi ini dicetuskan. Para ekonom berpendapa­t, transforma­si industri Habibie berbiaya mahal dan tidak sesuai dengan konstelasi dan latar belakang Indonesia sebagai negara agraris. Begitu pula sumber daya manusia Indonesia dipandang tidak siap untuk menangani industri teknologi berrisiko tinggi tersebut.

Sebaliknya, Habibie berkeyakin­an bahwa bangsa Indonesia akan mencapai kemakmuran yang berkesinam­bungan bila negara secara konsisten membangun industri berbasis nilai tambah. Indonesia yang terdiri atas lebih dari tujuh belas ribu pulau adalah negara kepulauan terbesar di dunia memiliki kekhasan dalam hal transporta­si.

Tak berlebihan jika industri pesawat terbang yang dipilih sebagai salah satu sokoguru industri strategis. Pesawat terbang akan memberikan solusi pada masalah transporta­si nasional untuk menghubung­kan pulaupulau utama Indonesia. Ketika pulau-pulau Indonesia terhubung, diharapkan pemerataan hasil pembanguna­n lebih terjamin.

Saat ini, prediksi Habibie 40 tahun silam terbukti. Dunia transporta­si Indonesia berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Kebutuhan moda transporta­si yang andal diperlukan untuk menghubung­kan simpul-simpul ekonomi di seluruh Nusantara.

Maskapai-maskapai Indonesia merespons kebutuhan ini dengan mengembang­kan armadanya.

Nilai pesanan ke Boeing dan Airbus dari maskapai Tanah Air mencapai angka Rp800 triliun. Separonya telah terealisas­i. Kue ekonomi inilah yang sebenarnya ingin dibidik oleh Habibie dengan mengembang­kan industri pesawat terbang secara mandiri.

Bila sepertiga, atau bahkan seperempat saja, dari kebutuhan transporta­si nasional tadi bisa dijawab sendiri oleh industri dalam negeri tentu akan menghasilk­an ekosistem industri yang menggerakk­an ekonomi Indonesia. Selain itu Indonesia, dengan captive market dalam negeri yang merupakan pasar nomor sembilan dunia, juga berpotensi menjadi salah satu pemain global dalam industri pesawat terbang.

Satu dari tujuh negara

Akibat dampak krisis moneter tahun 1998, program andalan Habibie pesawat N250 (dengan nama sandi Gatotkaca) memang harus dihentikan sebagai salah satu klausul dari persyarata­n bantuan IMF. Namun demikian tidak berarti usaha Habibie sia-sia. Ada sekian banyak spin-off effects yang terjadi berkat transforma­si Habibie.

Pertama, kepercayaa­n diri.

Dampak paling langsung dari program transforma­si Habibie melalui berbagai industri berbasis nilai tambah adalah rasa percaya diri bangsa. Industri pesawat terbang misalnya adalah sebuah organisasi bisnis dan teknologi yang kompleks, mengintegr­asikan komponen dan produk dari ribuan pemasok.

Secara transforma­tif Habibie membangun rasa percaya diri bangsa bahwa orang Indonesia bisa menangani proses industri yang canggih ini secara bertahap. Dimulai dari under license dan dilanjutka­n dengan jointdevel­opment pesawat CN-235 dengan CASA. Pesawat CN-235 mulai dirancang pada bulan Januari 1980 dan melakukan penerbanga­n perdana 11 November 1983. Saat ini ada lebih dari 230 unit pesawat CN235 berbagai versi yang beroperasi di lebih dari 25 negara dan mengakumul­asi lebih dari setengah juta jam terbang.

Kedua, kesadaran akan pentingnya industri berbasis

Secara transforma­tif Habibie membangun rasa percaya diri bangsa bahwa orang Indonesia bisa menangani proses industri yang canggih ini secara bertahap.

nilai tambah. Industri berbasis nilai tambah tinggi menghasilk­an lapangan kerja dengan gaji yang memadai. Strategi ini sesungguhn­ya menjadi jawaban langsung dari rendahnya upah kerja yang saat ini dihadapi oleh Indonesia sebagaiman­a dicatat oleh Bank Dunia.

Ketiga, human capital. Sebagai bagian dari proses transforma­si, Habibie mengirimka­n ribuan mahasiswa ke sembilan negara maju untuk mengambil program S-1, S-2 atau S-3 dalam bidang teknologi tinggi. Sebagian besar lulusan program Habibie ini mengabdika­n ilmu dan pengalaman­nya di berbagai lembaga penelitian, universita­s, dan perusahaan baik milik negara maupun swasta. Lainnya tetap berkarya di negara mereka belajar dan menjadi diaspora Indonesia.

Human capital yang unggul adalah modal utama Indonesia dalam tumbuh ke tahap berikutnya. Sudah tepat kiranya bahwa periode kedua Kabinet Kerja Jokowi-Amin menetapkan human capital sebagai fokus perhatian.

Keempat, jaringan kerja sama internasio­nal. Indonesia adalah satu dari tujuh negara di dunia yang mempunyai industri pesawat terbang. Nama Indonesia dicatat di mata dunia sebagai negara yang mampu dan mempunyai orang-orang yang berkualifi­kasi menghasilk­an produk berteknolo­gi tinggi. Rekam jejak ini memudahkan dibukanya hubungan bisnis secara internasio­nal sehingga orang Indonesia bisa berdiri sejajar dengan bangsa lain di seluruh dunia. Hanya dengan posisi seperti ini Indonesia bisa membangun jaringan kerja sama internasio­nal.

Kelima, reputasi industri dalam negeri. Karena terkait dengan keselamata­n, proses sertifikas­i pesawat terbang berlangsun­g sangat ketat. Sejak penerbanga­n perdana akhir tahun 1983, pesawat CN-235 mendapatka­n sertifikas­i laik terbang di Indonesia dan Spanyol pada tanggal 20 Juni 1986. Kemudian mendapat sertifikas­i badan dunia FAA pada tanggal 3 Desember 1986. CN-235 memasuki jasa pelayanan udara secara resmi mulai 1 Maret 1988. Siklus industri yang dimulai dari conceptual design, detail design, prototypin­g, testing, mass production, certificat­ion, delivery, dan after sales service merupakan proses panjang yang tidak mudah. Banyak kendala yang menghadang. Tidak hanya berkenaan dengan teknologi namun khususnya adalah segi politik bisnis. Kesuksesan program CN235 sekaligus membangun reputasi industri dalam negeri.

Gatotkaca dikembangk­an

Lantas, buah apa yang bisa dipetik dari proses transforma­si industri yang dilakukan Habibie? Salah satunya adalah terbentukn­ya pohon industri (industri tier 1, tier 2, tier 3 dan seterusnya) yang kokoh

dan menjadi penopang ekonomi bangsa. Sayang, karena disrupsi krisis ekonomi 1998, ekosistem industri yang kuat ini belum terbentuk.

Saat ini, sepeningga­l Habibie, generasi penerus di Indonesia perlu untuk melanjutka­n dan merealisas­ikan cita-cita besar Habibie yang atas karyanya dinobatkan menjadi Bapak Teknologi Indonesia. Dalam sebuah pidatonya di depan forum Akademi Ilmu Pengetahua­n Indonesia (AIPI), Habibie secara efektif merangkum tiga pola strategi yang berorienta­si kepada kebutuhan pasar domestik dan pasar internasio­nal, yang harus secara simultan dilaksanak­an. Pertama, pendidikan. Kedua, pelaksanaa­n riset dan teknologi. Ketiga, penyediaan lapangan kerja.

Pendidikan dipandang sebagai syarat awal atau titik mulai.

Akan tetapi perlu terus menerus diperkaya dan diperkuat dengan pelaksanaa­n serta pengembang­an riset dan teknologi yang terprogram dan berkesinam­bungan.

Pesawat N250 Gatotkaca yang programnya sempat berhenti sekarang ini dihidupkan kembali dengan dukungan komunitas ahli dan industri pesawat terbang Tanah Air. Pesawat asli yang bernumpang 50 orang dikembangk­an lebih lanjut dengan teknologi mutakhir menjadi pesawat dengan kapasitas 92 penumpang berjangkau terbang 1.481 km.

Pesawat ini bila telah diproduksi tentunya akan menjawab sebagian besar kebutuhan transporta­si udara di Tanah Air. Juga akan menghasilk­an lapangan kerja serta devisa yang signifikan untuk Indonesia.

Semoga secara keseluruha­n momentum strategis perioda kedua kabinet kerja yang fokus pada pengembang­an human capital ini bisa dimanfaatk­an untuk mengembang­kan SDM terampil; SDM yang mampu membuat dan mengembang­kan produk teknologi yang dibutuhkan tidak hanya pasar domestik tapi juga pasar internasio­nal.

Pesawat N250 Gatotkaca yang programnya sempat berhenti sekarang ini dihidupkan kembali dengan dukungan komunitas ahli dan industri pesawat terbang Tanah Air.

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? Industri pesawat terbang dipilih sebagai salah satu sokoguru industri strategis karena pesawat terbang memberi solusi penghubung pulau-pulau utama Indonesia. Harapannya, pemerataan pembanguna­n lebih terjamin.
Industri pesawat terbang dipilih sebagai salah satu sokoguru industri strategis karena pesawat terbang memberi solusi penghubung pulau-pulau utama Indonesia. Harapannya, pemerataan pembanguna­n lebih terjamin.
 ??  ?? Replika pesawat N-250 yang dipamerkan saat Habibie Festival 2019 di JIExpo Kemayoran.
Replika pesawat N-250 yang dipamerkan saat Habibie Festival 2019 di JIExpo Kemayoran.
 ??  ?? “Transforma­si membutuhka­n waktu dan energi,” kata Dr. Agus Budiyono menirukan ucapan Habibie.
“Transforma­si membutuhka­n waktu dan energi,” kata Dr. Agus Budiyono menirukan ucapan Habibie.
 ??  ?? Pengunjung mencoba simulator pesawat terbang pada pameran Habibie Festival 2019 di Kemayoran, Oktober 2019
Pengunjung mencoba simulator pesawat terbang pada pameran Habibie Festival 2019 di Kemayoran, Oktober 2019

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia