MEMPERTAHANKAN GEDUNG ASLI
Berada di Gedung Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, laksana memasuki lorong waktu perkembangan ilmu biologi molekuler. Selasar berlangit-langit dan dinding atas melengkung bak mengajak kembali ke era kolonial Batavia. Di kanan-kiri selasar tampak ruang-ruang laboratorium penyakit tropis kelas dunia.
Gedung seluas sekitar
5.500 m2 ini mengelilingi ruang terbuka. Pola lengkung mendominasi rancangan gedung, seperti tampak dari langit-langit selasar, daun-daun pintu, dan lubang angin. Pemandangan yang dipertahankan sejak 100 tahun lalu itu membuat Gedung Lembaga Eijkman mencolok jadi tontonan di antara gedung-gedung modern di sekitarnya.
Seperti lumrahnya bangunan zaman kolonial, langit-langit gedung ini tinggi. Langit-langit di lantai satu 5,40 m dari dasar, di lantai dua 4,50 m. Jendelajendela dan pintu-pintu masih asli,
dengan tinggi sekitar 2,5 m dan lebar 1 m lebih. Ubin di sejumlah laboratorium juga asli, 15 x 15 cm dan tahan asam.
Dikutip dari Kompas, gedung tersebut dibangun pada 1911 dan selesai tahun 1914 berdasarkan rancangan arsitek Hein von
Essen. Von Essen juga merancang gedung School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), cikal bakal FK UI.
Laboratorium dan gedung STOVIA yang dirancang Von
Essen bersama bangunan RS Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (kini RSCM) membentuk kompleks kesehatan yang luas di Weltevreden (area Lapangan Banteng, Monas, Menteng, dan Cikini).
Semula, bagian gedung itu akan dihancurkan dan dibuat baru. Namun akhirnya diputuskan gedung yang tengah dipakai RSCM itu dibenahi dengan konsep restorasi. “Kita tidak bisa membeli sejarah,” ujar Habibie, seperti yang dituturkan ulang Sangkot.