Prediksi Tren Urban 2020: Hiburan dan Liburan Dipermudah Teknologi
Siapa yang tak menonton video sehari-hari? Beberapa tahun belakangan, dipuncaki 2019, ditandai sebagai tahunnya konten video. Statistik Youtube mencatat, ada 5 miliar video yang ditonton per hari, atau sekitar 150 miliar video per bulan.
Statistik Google pun mencatat platform video streaming Youtube sebagai situs paling banyak dikunjungi kedua di dunia, setelah Google. Penggunanya melonjak hingga 2 miliar akun pada 2019. Menariknya, kata yang paling sering ditelusuri di kolom pencarian platform video ini malah “lagu”.
Pencarian lagu, yang notabene bagian dari konten audio, di platform streaming video rupanya ditengarai kekurangan sifat video sendiri: untuk ditonton.
Kita tahu, video membutuhkan dedikasi waktu dan fokus untuk dinikmati. Kecuali, jika diakali dengan mendengar audionya saja sambil beraktivitas.
Karakter video ini di satu sisi jadi tidak sepraktis konten audio, terutama bagi kaum urban yang aktivitas dan lingkungannya serba dinamis. Kemudahan komunikasi dan pertumbuhan teknologi diprediksi menggiring kaum urban pada 2020 untuk kian efisien beraktivitas, bahkan saat mengonsumsi hiburan, berliburan, hingga menyerap ilmu.
Tahunnya audio
Tidak heran, beragam survei dan penelitian memprediksi, mendengar konten audio akan menggeser tren menonton video pada 2020. Konten audio, dibandingkan de
ngan konten video, memungkinkan kita untuk multitasking.
Kita tahu, konten audio seperti lagu dapat dikonsumsi saat bekerja, berkendara, mengasuh anak, berolahraga, hingga mandi ataupun tidur. Youtube sebagai raksasa streaming pun terdorong menghadirkan layanan khusus agar tak ketinggalan tren audio, dengan menghadirkan Youtube Music. Setelah beberapa bulan hadir di Eropa dan Amerika, pengguna Youtube di Indonesia kini bisa mendengar lagu favorit di fitur ini.
Pendengar konten audio online global tercatat tumbuh pesat karena dorongan konektivitas 4G dan 5G di ponsel pintar dan piranti lainnya, termasuk di Indonesia. Lembaga survei Inggris MIDAS memprediksi mobil berakses internet dan berfitur audio command mendorong penggunaan voice search naik hingga 50% pada 2020. Fitur ini memungkinkan pengendara untuk tak memegang ponsel sama sekali, sehingga bisa menikmati konten audio dengan aman sambil berkendara.
Ramai podcast
Sementara konten musik diprediksi tumbuh stabil, podcast diramalkan menjadi konten audio yang tumbuh pesat tahun ini. Podcast atau siniar merupakan siaran audio digital via internet yang berisi bincang-bincang bersama tamu atau tuturan podcaster- nya sendiri.
Tema yang diangkat amat beragam, mulai dari gaya hidup dan budaya, kesehatan, seni, bisnis, hingga kriminalitas. Ya, mirip-mirip siaran radio, namun dengan bahasan relatif lebih panjang, tema lebih luas, dan iklan relatif lebih sedikit.
Pada 2020, platform penyuntingan podcast We Edit Podcast memprediksi topik-topik perbincangan sarat ilmu di tiap episode podcast kian ceruk. Topik rumah-rumah minimalis, gaya hidup bebas sampah, diet nabati, dan perubahan iklim yang ramai dibahas pada 2019 akan berganti dengan bahasan alternatif diet, gaya hidup, dan perjalanan yang lebih anyar.
Pola “how to” yang banyak diakses di Youtube oleh beragam rentang usia juga akan muncul di podcast. How to di podcast diprediksi tidak mengambil topik cara membuat ini dan itu yang membutuhkan visual, melainkan cara menjalani transisi hidup dan berbagai situasi. Penyampaiannya tetap khas podcast, yang mengedepankan obrolan dan debat sehat untuk menaikkan awareness terkait topik.
Nama-nama besar juga akan kian terjun membuat podcast. Di Amerika, podcast milik The New York Times, The Daily, sudah diunduh lebih dari 10 juta kali pada 2019. Sementara itu, acara audio show “News in Focus” media Financial Times memiliki 1 juta pendengar per bulannya, dengan 15% pendengar menggunakan Google Home.
Tren ini diprediksi akan kian ramai tahun depan. Di Indonesia sendiri, sejumlah media arus utama dan alternatif sudah duluan terjun, seperti BBC Indonesia, Asumsi Bersuara, dan Jebreeet Media Podcast.
Pesatnya laju produksi podcast di Indonesia sendiri didorong Spotify
yang mengakuisisi firma podcast Anchor, Gimlet, dan Parcast pada 2019 dengan nilai sekitar 500 juta dolar AS. Para podcaster hanya butuh merekam obrolannya lewat Anchor, lalu membagikannya di kanal podcast- nya di Spotify.
Kemudahan ini memengaruhi selebritas dan rumah produksi besar yang diprediksi akan membuat podcast untuk melengkapi kanal saluran informasinya. Contoh, Netflix, yang membuat scripted podcast untuk membahas salah satu acara terlarisnya, Daybreak. Tidak heran jika nanti konten video Najwa Shihab yang kemudian hadir di Youtube lewat Narasi juga dapat dinikmati via podcast.
Audio star dan festival
Live talkshow yang dapat didengar langsung via audio juga diprediksi kian ramai diadakan. Seperti penonton acara tv dan radio, audiens dapat memilih untuk hadir di acara, atau cukup streaming setelahnya via ponsel.
Contoh, podcast RAPOT besutan penyiar dan MC kenamaan Reza Chandika, Ankatama Ruyatna, Radhini Aprilya, dan Nastasha Abigail menutup akhir tahun 2019 lewat live podcast bertopik acara perayaan yang berkolaborasi dengan Pizza Hut. Laiknya sejumlah program radio, pendengar yang hadir di sesi rekaman dipersilakan ikut dalam perbincangan.
Kian banyaknya pembuat podcast atau podcaster akan mendorong inisiasi festival dan acara temu kreator di taraf nasional dan global. Sajiannya berformat satu pembicara hingga panelis informatif seperti TedX, IdeaFest, dan ConnectIndonesia.
Contoh, Podcast Movement di Texas dan Podfest di Orlando, Amerika, tahun lalu. Tren ini diprediksi menjangkiti negara-negara benua tetangga, laiknya content creator Youtube Raditya Dika dan Filo Sebastian mengisi YouTube FanFest dan Viral Fest Asia, 2017 lalu.
Asisten pintar dan speaker
Data firma PricewaterhouseCoopers mendapati popularitas format medium audio turut ditunjang penjualan perangkat speaker pintar. Di sisi lain, pertumbuhan streaming konten audio seperti podcast, audio book, dan musik juga mendorong tiga dari empat perusahaan raksasa dunia berinvestasi besar-besaran untuk menelurkan smart audio device.
Contoh, Apple menghadirkan smart speaker Apple HomePod yang terintegrasi dengan virtual assistant Siri dan perpustakaan Apple Music. Sementara itu, Amazon menelurkan Amazon Echo yang terintegrasi dengan asisten Alexa untuk memutar lagu, memasang alarm, menjawab pertanyaan, dan mengontrol beragam smart home devices.
Adapun Google merilis Google Home, speaker pintar yang terintegrasi dengan Google Assistant untuk browsing lewat voice command dan menggunakan beragam fitur Google lain. Google sendiri lebih dulu merilis fitur Google Podcast pada 2018, yang setahun kemudian juga bisa diakses di iOS dan dekstop.
Sambutan raksasa Google terhadap konten audio juga bakal ikut mendongkrak popularitas podcast di tanah air. Pada 2018, Google merilis Google Podcast di Android, berlanjut dengan kehadirannya di iOS dan desktop pada 2019.
Google pun kian mempermudah proses penemuan podcast dengan memunculkan episode podcast sebagai bagian dari hasil pencarian. Tidak kurang dari 2 juta podcast telah diindeks agar bisa muncul dan diputar di laman Google.
Agar mudah dicari, kontenkonten podcast juga akan banyak dilengkapi teks agar mudah terjaring search engine optimization. Sementara itu, audiens baru dijar
Menurut hasil riset media Nakono, pendapatan streaming Netflix di Indonesia pada 2019 mencapai angka 38, 97 juta dolar AS.
ing lewat platform video streaming. Jika Anda menonton Raditya Dika memperkenalkan konten podcastnya di kanal Youtube, bersiaplah untuk melihat lebih banyak konten audio show bermedium video semacam ini pada 2020.
Konten minim iklan
Potensi pertumbuhan medium podcast juga ditandai dengan kecenderungan pendengarnya yang tidak menggonta-ganti konten sebelum selesai. Riset Apple mencatat, pemirsa podcast rata-rata mendengarkan 90% dari keseluruhan durasi satu episode. Engagement yang tinggi membuat pengiklan bersedia membayar biaya iklan lebih tinggi daripada radio.
Padahal, dibandingkan dengan radio, podcast biasanya menawarkan durasi iklan yang lebih sedikit, yakni rata-rata 2 menit iklan per jam, sementara radio rata-rata menayangkan 10 menit ikan per jam. Penelitian Interactive Advertising Bureau (IAB) dan PwC Amerika Serikat menemukan tren penghasilan dari konten podcast akan naik 110% hingga 659 juta dolar AS antara 2017-2020, hanya dari streaming saja.
PwC menggarisbawahi, tak perlu takut akan kebanjiran iklan audio dan konten berbau advertorial di podcast. Kecenderungan untuk menjaga hubungan dengan audiens akan membuat sang podcaster lebih selektif membahas produk dan brand yang cocok dengan audiens dan niche- nya. Konten ads pun cenderung disesuaikan dengan jasa dan produk yang akan berfaedah untuk audiensnya.
Movie streaming kian bersaing
Bicara konten video, layanan movie streaming diprediksi menjadi pemuncak tahun ini. Kepadatan aktivitas dan mobilitas kita akan kian difasilitasi platform seperti Netflix, Iflix, dan HOOQ agar menonton bisa dilakukan on the go, sambil berkomuter dan di perjalanan.
Laporan Facebook menggarisbawahi, kian banyaknya pilihan layanan menonton online membuat orang mencari platform yang mampu menciptakan pengalaman menonton lebih personal. Siasat ini yang dilakukan Netflix dengan menawarkan film dan serial sesuai preferensi genre, pemeran, dan jenis tayangan.Netflix juga memproduksi originals di berbagai negara dengan jumlah pengguna besar, seperti India, Jerman, Amerika, dan Prancis.
Efek sampingnya, biaya lang-ganan Netflix berkisar 5-7 dolar Amerika atau sekitar 100-300 ribu rupiah per bulannya di Indenesia. Biaya ini jauh lebih mahal daripada Disney Plus dan dan Amazon di kisaran 1-3 dolar Amerika. Agar bisa tetap bersaing, Netflix kini menye-diakan paket menonton di smart-phone yang lebih murah di kisaran 70 ribu rupiah. Meski demikian, jangan khawatir dengan penurunan kualitas tayan-gan di platform online ini. Disney Plus hadir dengan Baby Yoda-nya di akhir tahun lalu dan Amazon den-gan The Marvelous Mrs. Se-mentara itu, Netfiix melaju dengan masuk 17 nominasifeature films di The 77 Golden Globe Award. Empat film ori.sinil Netilix. The Irishman, Marriage Story, Dolemite My Name dan The Two Popes mengisi empat dari 10 slot norninasi di kategori Best Picture. Pergerakan karya besutan Netflix menggeser stigma akan kualitasnya Iebih ren-dah daripada film-film Holywood. HBO Max dan Disney+ yang turut mengikuti tren ril.is originals Netf-lix merilis karya original diprediksi akan menaikkan jumIah film dan serial orisinil yang disiarkanpre-miere di pIatform movie slreaming. Menurut hasil riset media Nako-no, pada 2019, pendapatan stream-ing Nettlix di I ndonesia mencapai angka 38, 97 juta dolar AS. Netflix diperkirakan akan menghasilkan sekitar 76,6 juta dolar AS Iewat streaming di Indonesia pada 2020.
Rumah produksi Indonesia pun tak ketinggalan dengan tren stream-ing ini. MD Pictures, contohnya, tengah bekerja sama dengan meng-hadirkan konten film dan serial di HOOQ, Netflix, dan Iflix.
Digitalisasi layanan bioskop
Agar tetap berjaya di skena layan-an sinema, bioskop-bioskop Indo-nesia akan gencar berbenah sambil optimis membuka layarlayar baru. Cinepolis, anak group Lippo, con-tohnya, akan meluncurkan format layar besar yang terkenal di dunia, Macro XE. Konsep dua auditorium bioskop "bersusunn juga akan hadir. Bentuknya, tempat duduk reguler dengan tempat duduk Cinepolis STIP disatukan di studio atau audi-torium yang sama.
Sementara itu, pemesanan tiket dan makanan pun semua serba dipesan lewat mobile apps tersendiri.
Tidak ada lagi konter manual. Harapannya, penonton tak perlu merasa repot mengantre di bioskop sebelum menonton.
Dengan inovasi ini,
Cinepolis menargetkan
20 juta penjualan tiket lewat 287 layar pada 2020, naik
5 juta tiket dari tahun lalu.
Data Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) menunjukkan, terjadi peningkatan jumlah layar bioskop setiap tahunnya. Pada tahun 2016 terdapat
1.243 layar bioskop, naik pada tahun 2017 menjadi 1.518 layar, dan pada tahun lalu mencapai 2.000 layar.
CGV Cinemas menargetkan tambahan 15 layar bioskop hadir pada 2020, menggenapkan 100 layar di perkotaan Indonesia. Untuk membangun satu layar, dana yang diserap berkisar 4-6 miliar rupiah, di luar fasilitas lobi dan loket tiket dan makanan. Artinya, pendirian satu bioskop CGV berisi 5-6 layar membutuhkan dana lebih dari 30 miliar.
Optimisme pengusaha bioskop ini datang dari tingginya penjualan tiket film-film nasional di berbagai kota kecil di Indonesia, di samping penjualan tiket film Holywood di kota besar seperti Jakarta.
Tren ini diperkirakan akan terus naik di tahun-tahun mendatang.
Film nasional jaminan laris
Di samping faktor kualitas, kemunculan judul-judul sekuel dan judul dari jagad sinematik Bumilangit pada 2020 menguatkan prediksi larisnya tiket menonton bioskop. Contoh, di tahun ini, adaptasi buku Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini (NKCTHI) naik layar.
Buku bergenre self healing ini menceritakan tentang Awan perempuan berusia 27 tahun yang takut lupa rasanya menjadi muda. Ia pun mengirim surat ke masa depan. Pesan tersebut didapat dari apa yang Awan hadapi dan amati.
Buku laris yang terjual lebih dari 30 ribu eksemplar dalam 30 hari dan tengah memasuki cetakan ke11 ini diprediksi membawa jumlah
pembaca yang masif ke bioskop Indonesia. Faktor ini didukung pemain kenamaan seperti Rachel Amanda dan Rio Dewanto.
Penggemar genre horor juga akan menyaksikan adaptasi utas Twitter dan buku KKN di Desa Penari tahun ini. Kisah viral yang menggaet puluhan juta views di Youtube untuk video reaction- nya ini diperkirakan tayang Maret 2020.
Dari genre drama, hadir lanjutan serial laris Dilan, Milea: Suara dari Dilan. Ada pula Toko Barang Mantan, Guru-Guru Gokil, dan Mariposa, yang digawangi pemain populer seperti Reza Rahadian, Marsha Timothy, Dian Sastrowardoyo, Gading Marten, dan duo Dua Garis Biru, Angga Yunanda dan Zara JKT48.
Tahun 2020 juga dihiasi biopik Buya Hamka, yang diperankan Vino G. Bastian, Laudya Chyntia Bella, Desy Ratnasari, Donny Damara, Ayudia Bing Slamet, dan Ben Kasyafani. Prediksi laris manis bioskop Indonesia juga ditengarai akan banyaknya suguhan film ramah usia remaja.
Liburan paripurna
Usai dengan multitasking dan hiburan singkat di hari-hari padat aktivitas, kaum urban diprediksi memilih liburan semaksimal mungkin di hari cuti. Terutama, cuti panjang.
Riset platform pesan tiket Booking.com menunjukkan, traveler urban akan cenderung menikmati pelan-pelan liburannya, bahkan mulai dari keberangkatan. Enam dari sepuluh orang(61%) akan memilih untuk mengambil rute yang lebih jauh demi lebih menikmati perjalanannya. Sebanyak 48% orang rupanya memilih transportasi yang lebih lambat demi mengurangi dampak lingkungan.
Kepedulian pada lingkungan dan
pengalaman juga akan memengaruhi tren pemakaian transportasi lambat lainnya, seperti sepeda, tram, kereta luncur, perahu, hingga berjalan kaki. Survei ini menemukan, lebih dari setengah kaum urban tidak keberatan untuk menghabiskan lebih banyak waktu di perjalanan ke destinasi mereka, asal jenis transportasinya unik.
Di sisi lain, kemudahan teknologi akan dimanfaatkan untuk memudahkan kita mempertimbangkan aspek-aspek penting untuk mengambil keputusan destinasi. Hampir separuh traveler global akan memakai aplikasi yang mempercepat pencarian dan pemesanan aktivitas secara real-time ketika bepergian.
Para pejalan global juga diprediksi akan memakai aplikasi untuk merencanakan aktivitas, sehingga mereka dapat mencari semua jawaban di satu tempat.
Karenanya, pada 2020, akan muncul lebih banyak aplikasi dengan kecerdasan buatan yang menawarkan rekomendasi khusus. Rekomendasi ini termasuk soal destinasi, tempat menginap, dan aktivitas berdasarkan preferensi dan riwayat perjalanan kita, serta faktor penting seperti cuaca dan popularitas.
Semua pengalaman, satu tempat
Agar tak habis waktu berpindah tempat, traveler global cenderung kian memilih perjalanan panjang ke sebuah tempat yang memiliki semua aktivitas favorit mereka dan atraksi yang saling berdekatan. Tren ini akan memicu jasa travel untuk merancang rencana perjalanan all-amusive beragam dengan promo dan rute menarik.
Montevideo (Uruguay), Ilhabela (Brasil), dan Naha (Jepang) adalah beberapa destinasi yang ditandai Booking.com sebagai titik allamusive. Tawarannya mencangkup pemandangan alam yang indah dari balkon vila, atraksi bersejarah, taman menakjubkan, pantai untuk bersantai, hingga makan malam di restoran lokal yang fantastis.
Alternatifnya, “kota kedua” juga akan makin diminati. Wisata kota kedua merupakan eksplorasi destinasi yang tidak terlalu populer untuk mengurangi over-tourism atau pariwisata berlebihan demi melindungi lingkungan. Para traveler diprediksi akan ingin mengambil bagian dalam mengurangi pariwisata berlebihan.
Di samping itu, kaum urban juga diprediksi rela menukar destinasi awal mereka dengan tempat yang
Tahun depan, pertimbangan kuliner juga diprediksi kian mengambil porsi pertimbangan kaum urban memilih destinasi berlibur.
tidak terlalu terkenal tapi serupa, jika mereka tahu bahwa dampak lingkungannya lebih kecil. Karenanya, akan muncul rekomendasirekomendasi destinasi yang dapat tumbuh komunitas lokalnya lewat wisata.
Makan? Cek apps saja
Tahun depan, pertimbangan kuliner juga diprediksi kian mengambil porsi pertimbangan kaum urban memilih destinasi berlibur. Tidak heran, akan banyak platform pemesanan makanan, penyedia voucher, dan direktori restoran yang berlomba menyediakan rekomendasi. Para pejalan pun diprediksi akan banyak mereservasi restoran-restoran bergengsi dengan kemudahan ini.
Di sisi lain, tujuh dalam 10 (71%) traveler global menganggap penting untuk makan dari bahan pangan lokal dalam liburan mereka. Tempat tersembunyi atau hidden gem yang sudah lama menjadi favorit orang lokal menawarkan rasa khas yang dicari-cari.
Tempat seperti ini sering kali berada di tempat yang tidak biasa. Paduan menariknya menggugah selera makan traveler yang mencari pengalaman gastronomi lokal.
Pendekatan personal berbalut teknologi ini diperkirakan akan menghiasi keseharian kaum urban pada 2020. Anda setuju?