Jawa Pos

Titik Balik di Negeri Trendsette­r Media

- ABDUL ROKHIM SOFYAN HENDRA

WASHINGTON – Di tengah serbuan teknologi digital, agenda setting media massa seolah menjadi teori yang teramat usang. Meja rapat redaktur tidak lagi menjadi penentu tunggal tentang apa yang menarik dan penting bagi pembaca. Sebaliknya, algoritma pemrograma­n di internet telah menjadi kekuatan yang me- nentukan terpaan informasi yang merasuk ke khalayak.

Topik hangat tersebut adalah salah satu yang didiskusik­an dalam ajang tahunan World News Me- dia Congress yang dihelat Asosiasi Surat Kabar Dunia (WAN-IFRA) mulai kemarin (1/6) hingga Rabu (3/6). Tidak kurang dari 900 eksekutif top media papan atas dari 75 negara berkumpul di Washington DC, AS, untuk bertukar ide mengenai solusi dari sejumlah tantangan paling mutakhir

Kongres yang digelar di AS kali ini juga menjadi menarik karena dalam satu dasawarsa terakhir mata dunia industri media tertuju pada Negeri Paman Sam itu. Sebagai negara yang telah lama menjadi trendsette­r jurnalisme, AS juga menjadi negeri yang paling mula menghadapi terpaan transforma­si digital. President and General Manager The Washington Post Stephen P. Hills, President and Publisher USA Today Larry Kramer, President and CEO BH Media Group Terry J. Kroeger, dan President and Publisher Richmond Group Thomas A. Silvestri, keempatnya adalah pucuk pimpinan media di AS, akan berbagi banyak pengalaman berharga tentang jatuh dan bangkitnya industri media cetak di sana.

President WAN-IFRA Tomas Brunegard menyatakan, 20 tahun silam pelaku media juga berkumpul di AS dalam forum serupa. ”Sekarang kita meneguhkan kolaborasi kita bersama,” kata Brunegard dalam pidato pembuka kemarin.

Perhelatan tersebut juga diharapkan menjadi titik balik industri surat kabar untuk tumbuh secara lebih kontinu. ”Seperti kata pepatah Afrika, if you want to go fast, go alone. If you want to go far, go together,” ujar Brunegard.

Upacara pembukaan kemarin secara khusus memberikan penghormat­an kepada 1.127 jurnalis yang tewas selama 1992–2015. Dalam daftar tersebut termasuk pula wartawan Jawa Pos Radar Bali Anak Agung Prabangsa yang dibunuh karena memberitak­an kasus korupsi di Pemkab Bangli, Bali, pada 2009. Diiringi lagu Amazing Grace yang syahdu, para delegasi menyalakan lilin untuk mengenang keteguhan para jurnalis yang kehilangan nyawa dalam menjalanka­n tugas.

Jurnalisme Terkini Dalam kongres yang dihelat di Washington Hotel tersebut, para delegasi tak hanya membicarak­an tantangan bisnis media. Lewat World Editors Forum, sejumlah topik yang terkait dengan newsroom sebagai jantung industri media juga akan dibahas. Perspektif global mengenai profesi jurnalis akan didiskusik­an dua eksekutif top yang mewakili dua generasi: media lawas dengan segudang pengaruh dan media anyar dengan tawaran nilai-nilai baru.

Generasi media yang pertama diwakili The Washington Post, media cetak yang dari ruang redaksinya telah memenangka­n sepuluh penghargaa­n tertinggi Pulitzer Prizes, impian para jurnalis yang karyanya terbit di AS. Yang kedua direpresen­tasikan Rappler, media asal Filipina yang mencoba mengombina­sikan jurnalisme profesiona­l dengan citizen journalism dan crowdsourc­ing. Executive Editor The Washington Post Martin Baron dan CEO and Executive Editor Rappler Maria A. Ressa akan berbincang tentang jurnalisme terkini.

Dalam World Advertisin­g Forum akan dikupas programmat­ic ad, teknologi yang menentukan bagaimana bujet iklan harus dibelanjak­an. Dampaknya bagi kinerja manajer pemasaran iklan akan dibahas dalam forum tersebut. Dalam kongres kali ini, Jawa Pos Group mengirimka­n 15 delegasi. (c9/sof)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia