Waisak Simbol Semangat dan Energi
JOGJAKARTA – Umat Buddha hari ini (2/6) merayakan Hari Raya Waisak. Salah satu prosesi terbesar di Indonesia adalah perayaan Waisak di Candi Borobudur, Magelang, Jateng. Bahkan, rangkaian upaya telah dimulai kemarin (1/6). Tadi malam merupakan proses penyemayaman api abadi (api darma) dan air suci.
Dilaporkan dari Borobudur, umat Buddha dari berbagai sangha menyemayamkan api darma di pelataran Candi Mendut kemarin
Api yang diambil dari Grobogan, Jateng, itu mulai disemayamkan kemarin sore oleh ratusan umat Buddha. Api darma dan air suci tersebut merupakan sarana puja bakti di Candi Mendut semalaman. Kemudian, keduanya akan dikirab ke Candi Borobudur hari ini.
Api merupakan hal menyala sepanjang masa yang memancarkan cahaya kehidupan. Itu melambangkan kekuatan yang menerangi hati manusia. Setelah penerimaan api dan air, umat Buddha melakukan pembacaan paritta (doa) suci secara bersama-sama. Mereka berdoa untuk keselamatan dan kedamaian seluruh umat Buddha serta kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia, juga untuk perdamaian dunia. ”Api abadi bagi umat Buddha merupakan simbol semangat dan energi dalam diri manusia. Setiap manusia memiliki api kecil yang sejatinya memberikan manfaat bagi kehidupan,” ujar Ketua Majelis Sangha Mahayana Bhiksuni Virya Guna kemarin.
Menurut Virya, sering kali api kecil simbol kekuatan itu tertutup oleh dosa dan sifat iri hati. Padahal, api kecil seharusnya dipelihara. Api berfungsi menerangi kegelapan manusia. ” Terkadang api itu menjadi besar, berwujud emosi, yang justru berbahaya,” tuturnya.
Sebelum api abadi, setidaknya 10.000 botol air berkah yang diambil dari sumber mata air Umbul Jumprit di Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, diletakkan di dalam Candi Mendut. Pada upacara penyemayaman tersebut, ratusan umat Buddha dan para biksu juga memanjatkan doa bersama.
Sementara itu, Ketua Dewan Acariya Sangha Agung Indonesia Viriyanadi Mahathera menuturkan bahwa salah satu inti ajaran Buddha adalah tidak boleh membenci orang lain. Sekalipun orang ter- sebut menabur kebencian.
”Kelahiran Sang Buddha juga tidak membawa misi mengganti agama, budaya, dan tradisi yang sudah ada,” kata pria yang akrab disapa Bhante Vir itu saat berkunjung ke ruang redaksi Jawa Pos tadi malam.
Biksu senior Jawa Timur tersebut menilai tindakan yang dilakukan Ashin Wirathu sudah keterlaluan. Dia pun mengecam tindakan biksu yang memengaruhi warga Myanmar agar benci pada muslim Rohingya tersebut. Tindakan itu jelas tidak sesuai dengan ajaran Buddha. ”Sudah melenceng jauh.” (ady/jko/jun/JPG/c9/end)