Korupsi TKD, Kades-Ketua BPD Ditahan
MOJOKERTO – Kepala Desa (Kades) Kemantren Sutikno dan Ketua Badan Pemberdayaan Desa (BPD) Purwono akhirnya ditahan penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto kemarin sore (1/6). Keduanya langsung dijebloskan ke Lapas Mojokerto setelah diperiksa intensif selama tujuh jam oleh penyidik.
Dua orang yang diduga terlibat kasus korupsi dana ruilslag tanah kas desa (TKD) Kemantren, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, tersebut mendatangi gedung kejari sekitar pukul 09.00. Keduanya langsung menjalani pemeriksaan di lantai dua. Sekitar pukul 16.00, keduanya dibawa ke mobil tahanan dan dikirim ke Lapas Mojokerto. Keduanya resmi ditahan setelah penyidik meyakini tindak pidana korupsi yang dilakukan keduanya.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Mojokerto Andhi Ardhani menyatakan, keduanya ditahan karena pihaknya khawatir mereka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan memengaruhi saksi-saksi. ’’Berkasnya sudah kami nyatakan rampung dan kami tahan keduanya agar proses sidang tidak terganjal,’’ katanya saat dikonfirmasi kemarin sore.
Dia menegaskan, karena berkas pemeriksaannya sudah rampung, keduanya harus ditahan. Jadi, proses sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya tidak terkendala. ’’(Penahanan) itu dilakukan tentu demi kelancaran proses hukum agar berjalan lebih maksimal,’’ tuturnya.
Sebelumnya, Kejari Mojokerto telah menetapkan Sutikno dan Purwono sebagai tersangka. Sebab, keduanya diduga terlibat tindak pidana korupsi dana ruilslag TKD Desa Kemantren, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto.
Keduanya dijerat pasal 2 dan 3 UndangUndang 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka terancam hukuman minimal empat tahun penjara dan denda minimal Rp 200 juta.
Kasus tersebut bermula saat Sutikno menerima kucuran dana talangan Rp 460 juta untuk pembelian tanah pengganti TKD yang terimbas proyek jalan tol dari PT Marga Harjaya Infrastruktur (MHI). Oleh Sutikno yang menjabat Kades, dana itu digunakan untuk membeli tanah pengganti seluas 3.710 meter persegi seharga Rp 339 juta. Namun, dia diduga telah melakukan penggelembungan harga ( mark-up) menjadi Rp 371 juta. (ron/abi/c20/dwi)