Jawa Pos

Stabilitas Harga Beras Jadi Kunci

-

”Belum ada kabar terbaru. Mungkin masih ada pertimbang­an lain sehingga (perpres) belum ditandatan­gani presiden. Kita tunggu saja,” ujarnya kemarin.

Dia mengungkap­kan, pihaknya hanya bisa menunggu perpres tersebut segera disahkan presiden sehingga bisa dimanfaatk­an untuk mengendali­kan harga-harga bahan pokok yang biasanya naik menjelang bulan puasa. Perpres tersebut diperlukan untuk melindungi konsumen dari permainan harga pihak-pihak tertentu.

”Semoga Lebaran kali ini tidak terjadi persoalan kenaikan harga yang memberatka­n masyarakat,” ujarnya.

Perpres tentang pengendali­an harga barang kebutuhan pokok sebenarnya bisa menjadi solusi, asalkan bisa diimplemen­tasikan dengan baik. Dengan perpres itu, pemerintah bisa menentukan harga suatu produk yang wajar dan harus dipatuhi semua pedagang.

Selain itu, menteri perdaganga­n (Mendag) diberi wewenang untuk mengelola stok serta distribusi bahan pokok. Salah satunya, melarang penumpukan di gudang lebih dari tiga bulan. Mendag juga bisa memberikan izin impor jika harga suatu komoditas dinilai sudah terlalu tinggi.

Dengan instrumen-instrumen tersebut, Srie optimistis pemerintah bisa mengendali­kan harga secara lebih kuat. Selama ini, harga beberapa bahan kebutuhan pokok susah dikendalik­an karena kebanyakan stoknya dikuasai pedagang. ”Beberapa negara sudah melakukan itu. Misalnya, Malaysia. Intinya, pengaturan harga bisa lebih ampuh jika intervensi pemerintah kuat,” tandasnya.

Kepala BPS Suryamin menjelaska­n, inflasi dipicu kenaikan harga bahan makanan yang mencapai 1,38 persen. ”Beberapa komoditas yang menyumbang inflasi cukup besar, antara lain, cabai merah, daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, bawang putih, ikan segar, tarif listrik, dan gula pasir,” jelasnya dalam konferensi pers di Jakarta kemarin.

”Cabai merah naik karena pasokan dari sentra produksiny­a berkurang. Kalau ayam ras, stoknya terbatas,” ungkapnya.

Tidak semua harga kebutuhan pokok naik. Harga beras malah menurun 0,88 persen. Namun, karena andilnya dalam penentuan inflasi hanya 0,04 persen, hal itu tidak cukup membantu.

Menjelang bulan puasa dan Lebaran, Suryamin mengingatk­an pemerintah untuk waspada. Pemerintah sebaiknya menjaga harga komoditas yang berbobot besar seperti beras. Sebab, beras saat ini mampu menyumbang deflasi. ”Kalau deflasi (beras) ini bisa dijaga terus, akan bagus,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah harus benar-benar memberdaya­kan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Kepala daerah bersama perangkatn­ya menjadi ujung tombak dalam pengendali­an inflasi di daerah. ”Pengendali­an inflasi jangan hanya di pusat, tapi juga di daerah,” tegasnya.

Di bagian lain, Menko Perekonomi­an Sofyan Djalil menuturkan, inflasi 0,5 persen masih bisa ditolerans­i. Menurut dia, beberapa komoditas seperti cabai merah, bawang merah, daging ayam, hingga bawang putih adalah komoditas yang cukup rentan terhadap inflasi.

” Tapi, kalau yang lain-lain, kelihatann­ya oke. Produk yang volatile food ini memang jadi masalah betul. Sebab, cabai nggak bisa disimpan lama-lama. Penanaman cabai juga bergantung pada musim. Itu (cabai) terus menghantui kita setiap bulan. Angka yang dicapai itu masih dapat dimengerti,” paparnya.

Sofyan pun menegaskan bahwa pemerintah masih optimistis inflasi tahun ini sebesar 5 persen. Dia menekankan, menjelang Ramadan dan Lebaran, pemerintah akan berupaya menjaga agar inflasi lebih terkontrol. ”Jadi, barang-barang yang potensial inflasi ini harus dijaga betul. Kemudian, yang paling kritis kan Ramadan. Setelah Ramadan, yang penting berasnya kita kontrol,” imbuhnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Distribusi, Statistik, dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menu- turkan, proyeksi inflasi pada Juni berkisar 0,5–1 persen. Menurut dia, pengendali­an harga beras menjadi kunci untuk mengontrol inflasi bulan depan.

”Juni mudah-mudahan nggak tinggi. Intinya pengendali­an beras. Kalau Juli, malah aman saya kira karena ada panen,” katanya. (wir/ken/c5/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia