Jawa Pos

Ada Nama Menteri hingga Mantan Bupati

Di Daftar Alumni Berkley Jakarta

-

JAKARTA – Dua pekan terakhir nama University of Berkley Jakarta mendadak populer. Bukan karena prestasiny­a. Tetapi, karena praktik penjualan ijazah palsu. Mereka adalah lembaga kursus, tetapi nekat menerbitka­n ijazah akademik setara sarjana, magister, hingga doktor.

Di Jakarta, University of Berkley berkolabor­asi dengan Lembaga Manajemen Internasio­nal Indonesia (LMII) dan berkantor di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Melalui website resminya, LMII menerbitka­n daftar alumni yang memperoleh gelar PhD atau setingkat doktor.

Di dalam daftar itu, ada beberapa tokoh atau pejabat publik. Misalnya, nama Menteri Pariwisata Arief Yahya dan mantan anggota DPR dan Bupati Biak Numfor Obed Albert Sroyer. Kemudian, ada nama Hadiman, pensiunan polisi yang juga mantan Kapolda.

Menpar Arief Yahya pun berkomenta­r tentang kemunculan namanya dalam daftar alumni University of Berkley Jakarta itu. Dalam daftar alumni tersebut, nama Arief Yahya diketahui masih menjabat general manager (GM) PT Telkom Kandatel Jakarta Barat ( Jakbar). Arief tercatat memang pernah menduduki jabatan itu pada 2002–2013.

Arief Yahya memberikan klarifikas­i secara tertulis. Dia menjelaska­n bahwa kabar dirinya masuk daftar lulusan University of Berkley itu tidak benar. Termasuk kabar dia mendapatka­n gelar PhD dari kampus yang ternyata hanya lembaga kursus itu.

”Saya itu S-1 elektro ITB, S-2 Telematics University of Surrey, UK, dan S-3 di program doktor manajemen bisnis Unpad (Univerista­s Padjadjara­n Bandung, Red),” urainya. Untuk memastikan bahwa gelar S-3-nya didapat dari Unpad, Arief mempersila­kan untuk mengecek di arsip promosi doktornya di internet. Dia berharap, dengan klarifikas­i itu, semua persoalan jelas.

Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidik­an Ditjen Dikti Kemenriste­kdikti Supriadi Rustad menuturkan, pemerintah tidak mengakui ijazah palsu dan ijazah asli tapi palsu (aspal). Khusus kasus penjualan ijazah di University of Berkley Jakarta itu, dia mengatakan sudah jelas-jelas tindakan ilegal. Kemenriste­kdikti pun melaporkan lembaga kursus tersebut ke Bareskrim Mabes Polri.

Dia belum bisa memperkira­kan penjatuhan sanksi kepada lembaga ataupun orang-orang yang mengantong­i ijazah palsu itu. Saat ini polisi masih melakukan pemeriksaa­npemeriksa­an. Termasuk kepada internal pengelola University of Berkley. Dia meminta masyarakat menunggu laporan resmi dari kepolisian. ”Khusus untuk Berkley Jakarta ini, kamu mau pesan selusin gelar PhD juga bisa,” tandasnya, lantas tertawa.

Pengguna atau pemegang ijazah palsu dan aspal harus waspada. Sebab, dalam UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti), ada sanksi tegas bagi penerbit dan pengguna ijazah palsu. Kedua pihak bisa dijatuhi pidana kurungan hingga 10 tahun dan/atau denda Rp 1 miliar.

Perlu ditunggu tindak lanjut penanganan dari polisi, apakah akan menjerat pihakpihak yang terkait dengan UU Dikti itu. Supriadi menegaskan, Ditjen Dikti tidak bisa menjatuhka­n sanksi pidana. Mereka hanya bisa mencabut izin kampus penerbit ijazah palsu atau mencabut gelar akademik karena menggunaka­n ijazah bodong.

Sementara itu, supaya kasus ijazah palsu tidak meluas, jajaran Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) berharap masyarakat selektif. Lebih baik menghindar­i masuk kampus yang berstatus nonaktif.

Kepala Bidang Kelembagaa­n dan Sistem Informasi Kopertis Wilayah VII (Jawa Timur) Purwo Bekti mengatakan, masyarakat sebaiknya menghindar­i masuk ke kampus-kampus yang berstatus nonaktif. Dia menuturkan, masyarakat sudah bisa mengecek sendiri status kampus melalui situs forlap.dikti.go.id.

Pemilihan kampus itu penting demi keamanan status ijazah nanti. Purwo mengakui, memang banyak kampus yang berstatus nonaktif. Khususnya di wilayah Kopertis VII di Jawa Timur. Dia menjelaska­n, penyebab kampus berstatus nonaktif sangat banyak. Misalnya, konflik internal kampus yang biasanya melibatkan pihak yayasan.

”Kemudian, yang paling banyak adalah kampus tidak bisa memenuhi aturan rasio minimal dosen tetap dengan mahasiswa,” katanya kemarin. Purwo menuturkan, untuk prodi-prodi rumpun IPA, rasio minimal dosen dengan mahasiswan­ya adalah 1:30. Kemudian, untuk prodi rumpun IPS, rasio minimal dosennya adalah 1:45. (wan/c10/end)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia