Muncul Usulan ”Piala Dunia Tandingan”
LONDON – Eropa terus menunjukkan perlawanan terhadap terpilihnya kembali Sepp Blatter sebagai presiden FIFA. Kemarin anggota Komite Eksekutif UEFA Allan Hansen mengusulkan ”Piala Dunia Tandingan” yang bertajuk European Championship.
Itu akan mewadahi negara-negara UEFA atau di luar UEFA yang ingin memboikot Piala Dunia. Sebagaimana diberitakan Daily Mail, Hansen sudah mengajukan usul tersebut ke dalam pertemuan Komite Eksekutif UEFA sebelum terpilihnya Blatter sebagai presiden FIFA untuk kali kelima pada Jumat (29/5).
Karena piala tandingan, pesertanya pun berasal dari negara-negara yang menentang terpilihnya Blatter. Untuk sementara, usul itu masih berbentuk draf kasar. Berbeda dengan Piala Dunia yang biasa digarap FIFA yang berlangsung empat tahunan, Piala Dunia tandingan nanti dilangsungkan dua tahun sekali atau di tengah-tengah pelaksanaan Euro alias Piala Eropa. Rencana itu akan dimatangkan di Berlin bersamaan dengan pelaksanaan final Liga Champions pada 6 Juni.
Walaupun masih belum diketahui apakah usul radikal itu akan disetujui 54 anggota UEFA yang hadir, prospek Piala Dunia tandingan itu disebut cukup menjanjikan
Di Jepang, misalnya, selain Flandy, tercatat pula Reony dan Karel Mainaky serta Nunung Subandono. Ada pula Hendrawan di Malaysia, Indra Gunawan di Korea Selatan, Namrih Suroto di Thailand, dan Halim Haryanto di Amerika Serikat.
Flandy, peraih perunggu ganda putra Olimpiade Athena 2004 bersama Eng Hian itu, mengaku menemukan gairah baru di Negeri Sakura tersebut. Meski, seperti para koleganya yang berdiaspora, dia harus menghadapi kultur bulu tangkis dan sosial yang sangat berbeda dengan di Indonesia.
Di Jepang, tidak ada model pelatnas seperti di Indonesia di mana tugas pemain hanya berlatih. Semua pemain nasional bulu tangkis Negeri Matahari Terbit itu sehari-hari juga bekerja sebagai karyawan.
Begitu pula dengan 10 anak didik pria kelahiran 9 Februari 1974 itu di Hitachi. Sepuluh pemain pria yang berusia 22–27 tahun itu masing-masing terdiri atas empat tunggal dan tiga ganda. Mereka baru bisa berlatih stetelah jam kantor selesai, kira-kira pukul 18.00. Latihan pun baru dimulai pukul 18.30 waktu Jepang.
Kedisiplinan ala Jepang yang memang sudah tersohor itu pula yang membuat Flandy tak kaget ketika kini prestasi para pebulu tangkis negeri tersebut menanjak.
Dalam Piala Sudirman di Nissan Sports Center, Dongguan, Tiongkok, pada 10–17 Mei, misalnya, Jepang menembus final, melampaui Indonesia yang terjegal di semifinal, sebelum takluk oleh tuan rumah. Jangan lupa pula, pada Piala Uber 2014, tim Uber Jepang sukses menembus partai akhir, juga berhadapan dengan Tiongkok ketika itu.
’’Secara mentalitas saja, kita sudah kalah jauh sama Jepang. Bayangkan saja, baru pertama masuk pelatnas saja pemain (Indonesia) sudah dikontrak sponsor, padahal prestasi belum kelihatan. Ini beda dengan za- man saya dulu,’’ ujar Flandy.
Kekuatan mental yang terasah dari kedisiplinan itu pula yang sangat membantu Flandy dalam menjalankan tugas sebagai pelatih. Padahal, sebagai pelatih kepala, sebelum berstatus freelance mulai tahun ini, juara ganda campuran Kejuaraan Asia 2008 bersama Vita Marissa itu harus menangani semua nomor, tunggal dan ganda.
Flandy memang pernah bermain tunggal, tapi jam terbang sebagai pemain sebagian besar dihabiskannya sebagai pemain ganda putra dan campuran. Tapi, toh dia bisa mengatasi tantangan itu.
Terbukti, dia mampu mengerek prestasi Hitachi. Di Jitsu Gyodan, kompetisi domestik di Jepang yang menggunakan format Piala Thomas, Hitachi dibawa ayah tiga anak tersebut menduduki peringkat ketiga sejak 2012 sampai tahun ini.
Di kompetisi lainnya, All Japan League yang berformat tiga partai (satu tunggal dan dua ganda, semua pria), runner-up ganda putra All England 2002 bersama Eng Hian itu mengantarkan Hitachi menduduki posisi keempat pada 2013.
Di Jepang, Flandy merasa sangat dihargai, baik secara materi maupun nonmateri. Bahkan, karena kagum dengan pola kepelatihannya, salah seorang bos menawari Flandy menjadi warga negara Jepang.
Namun, dengan tegas Flandy menolak. ’’Meskipun saya kurang dihargai pemerintah Indonesia, buat saya Indonesia tetap di hati,’’ tegas Flandy.
Flandy bermimpi suatu saat bisa balik dan melatih di Pelatnas Cipayung. Dia ingin menjadi bagian dari perubahan di sana agar prestasi bulu tangkis Indonesia bisa menjulang lagi seperti dulu.
Tapi, dia sadar, impian itu harus disimpan dulu. Dia ingin memperbanyak jam terbang dulu sebagai pelatih. Keinginannya kini adalah melatih tim nasional negara mana pun. ’’Saya masih harus terus membuktikan diri dulu. Tapi, intinya, kapan pun Indonesia membutuhkan, saya siap,’’ ujarnya. (*/c17/ttg)