Curhat Hanung tentang Perfilman
Kurang Asupan Modal dari Investor
JAKARTA – Industri perfilman tanah air masih sepi dari investor. Belum banyak yang peduli dengan nasib industri tersebut, kecuali para sineas, pemain, dan pencinta film. Kebanyakan masih tidak acuh karena film dalam negeri dianggap kurang memberikan profit yang menggiurkan.
Tidak heran, sampai sekarang industri hiburan yang satu itu kurang asupan modal dari para investor. Persoalan tersebut disinggung Hanung Bramantyo, 39, pada sela-sela diskusi film berjudul
di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kemarin (1/6).
Sutradara produktif itu menyatakan, industri film dalam negeri sebenarnya belum bisa dikatakan sebagai sebuah industri. Sebab, menurut dia, produksi film tanah air masih dibatasi sempitnya waktu pembuatan. ’’Karena sistemnya, waktu pembuatan film Indonesia masih sangat pendek. Itu tentu akan memengaruhi kualitas,’’ kata Hanung.
Suami Zaskia A. Mecca tersebut lantas membandingkan kondisi industri film dalam negeri dengan Hollywood atau Bollywood. Menurut Hanung, dua industri film itu sudah lama meninggalkan perdebatan soal waktu pembuatan film. Dia menjelaskan bahwa film-film yang mereka buat telah berorientasi pada keuntungan jangka panjang, tidak dikejar-kejar pembuatan dengan tenggat waktu yang sempit.
’’ Nggak masalah waktu pembuatan filmnya lama. Yang penting, hasilnya maksimal dan laku besar. Waktu yang lama membuat risetnya lebih matang dan kualitasnya lebih baik,’’ ujarnya. Di samping itu, film produk Hollywood atau Bollywood memiliki nilai investasi yang menggiurkan. ’’Belum ada yang mau menanamkan modal ke sini. Siapa? Kalau punya uang Rp 1 miliar, misalnya, sebaiknya saya tabungin ke bank daripada untuk bikin film. Buat apa? Untung aja nggak pasti, laku aja paling seberapa,’’ papar dia.
Keringnya aliran dana dari para investor untuk perfilman membikin para sineas dan rumah produksi frustrasi. Mereka tidak dapat melakukan banyak hal untuk mengembangkan kualitas film-filmnya. ’’Modal kurang dan lahan untuk studio juga nggak punya sendiri. Kita harus caricari dan sewa lahan. Kalau kita pakai lahan orang, biaya sewanya sama kayak beli lahan itu. Belum lagi berurusan dengan masyarakat setempat,’’ ungkapnya.
Karena itu, Hanung mengusulkan perlu adanya lembaga yang membantu mempromosikan industri film kepada para investor. ’’Mungkin namanya badan investasi perfilman,’’ tutur dia. Dia mengungkapkan bahwa keadaan tersebut diperparah dengan belum adanya perhatian serius pemerintah terhadap kemajuan industri film dalam negeri. ’’Menunggu bantuan pemerintah sampai kapan? Kalau pemerintah
bisa kasih kontribusi, kita yang kasih kontribusi kepada pemerintah,’’ tandas Hanung. (dod/c14/jan)