Dapatkan Pekerjaan Sekaligus Temukan Cinta di Masjid
Rektor Terpilih Unair Prof Dr Moh. Nasih SE MT Ak Pada 16 Juni mendatang, Prof Dr Moh. Nasih SE MT Ak dilantik menjadi rektor Universitas Airlangga (Unair) periode 2015– 2020. Inilah cerita lebih dalam tentang pria yang menggantikan Prof Dr Fasih Apt da
NASIH tampak sibuk dengan aktivitasnya kemarin. Meski begitu, dia tetap menyambut dengan ramah siapa pun yang hendak menemuinya di ruang wakil rektor II Unair, lantai 4, Kantor Manajemen Unair.
Sambil menunggu masa pelantikan, dia menyatakan ingin berfokus pada tugasnya saat ini sebagai wakil rektor (Warek) II. ’’Sudah terpilih. Tentu saja lega. Tapi, sekarang fokus dulu ke kerjaan yang ada,’’ katanya.
Dengan menyelesaikan tugas sebaik- baiknya, laki-laki 49 tahun tersebut ingin penerusnya nanti tidak mengalami kesulitan. Oleh rekan sejawatnya, sosok Nasih dikenal santai dan akrab. Dia juga luwes serta mudah bergaul. Apalagi saat bertemu teman akrabnya, sifat humornya akan langsung keluar. Kepribadian itulah yang diyakini menjadi salah satu kunci kemenangan Nasih dalam pemilihan rektor.
Guru besar fakultas ekonomi dan bisnis tersebut menang mutlak dari dua kandidat lain, Prof dr Djoko Santoso PhD SpPD KGH FINASIM dan Dr Hj Umi Athiyah Apt MS. Dalam rapat pleno Jumat (29/5), sebanyak 21 anggota Majelis Wali Amanat (MWA) secara aklamasi memberikan suara untuk Nasih.
Nasih menghabiskan masa kecil di kota kelahirannya, Gresik. Setelah lulus SD, bungsu enam bersaudara tersebut pindah ke Lamongan. ’’Orang tua membebaskan anaknya untuk sekolah di mana. Saya waktu itu ikut saudara ke Lamongan,’’ ungkapnya.
Lulus SMP, Nasih melanjutkan ke SMPP (Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan) yang saat ini berubah nama menjadi SMAN 2 Lamongan. Karena jarak sekolah dari rumah lumayan jauh, Nasih memilih indekos
Dia menceritakan, tempat kosnya sangat dekat dengan masjid dan sekolah Islam. Dari lingkungan itulah, kebiasaan Nasih pergi ke masjid terbentuk. Tidak ada hari tanpa dihabiskan di masjid. Bagi dia, lebih nyaman berdiam lama di masjid daripada di kamar kos.
’’Saya dulu suka menghabiskan waktu di masjid. Ya mulai berdakwah ke mana-mana, belajar agama, sampai tidur di masjid. Sudah seperti rumah,’’ katanya.
Di masjid, lanjut dia, dirinya mendapat banyak pengalaman. Selain ibadah, Nasih mendapat banyak teman. Jiwa berorganisasinya pun terlatih. Di sana pula dia bertemu ’’bapak asuh’’, Abdul Aziz Khoiri.
Menurut Nasih, Abdul merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya. ’’Beliau inspirator saya. Pengganti bapak saat saya berada di Lamongan,’’ ungkap laki-laki kelahiran 6 Agustus 1965 itu.
Singkat cerita, setelah lulus SMA, Nasih mencoba peruntungan mendaftar ke perguruan tinggi. Dia masih ingat, keluarganya menginginkan Nasih masuk ke Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA). Hanya, keberuntungan tidak berpihak. Saat mendaftar, Nasih tidak tahu bahwa jadwal pen- daftaran sudah ditutup sehari sebelumnya.
Tidak menyerah, Nasih mencoba ikut sipenmaru (seleksi penerimaan mahasiswa baru) yang saat ini berubah nama menjadi SBM PTN (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri). ’’Saya memilih empat jurusan saat itu. Kedokteran, teknik sipil, dan akuntansi Unair serta ekonomi di Universitas Negeri Jember (Unej). Ternyata, di antara empat itu, yang nyantol akuntansi Unair,’’ ujarnya.
Kebiasaan Nasih dari Lamongan pun terbawa sampai Surabaya. Saat pertama menginjakkan kampus Unair pada 1985, jujukan Nasih adalah Masjid Unair. ’’Masjid sudah menjadi tempat favorit saya. Saya ingat waktu ospek, saking panasnya, saya minum air dari keran Masjid Unair. Lega sekali rasanya,’’ ungkap ayah dua anak tersebut.
Hobi lain Nasih yang tidak banyak diketahui orang adalah menulis. Dia rajin mengirimkan tulisan ke berbagai media. ’’Dapat honor sekitar Rp 50 ribu per tulisan. Uang segitu sudah senang banget buat traktir teman-teman,’’ ujarnya.
Menjelang lulus S-1, Nasih melamar pekerjaan sebagai jurnalis di Suara Indonesia, namun tidak diterima. Dia lalu mencoba peruntungan lain dengan bekerja sebagai konsultan di sebuah perusahaan. ’’Di situ, sempat terjadi perbedaan pendapat dengan atasan. Kalau saya nggak setuju, saya harus keluar dari tempat konsultan itu. Akhirnya, saya keluar,’’ jelasnya.
Merasa galau, Nasih pun pergi ke tempat favoritnya, Masjid Unair. Tidak disangka, saat itu dia bertemu seorang teman yang menginformasikan adanya pembukaan penerimaan PNS (pegawai negeri sipil) di Unair. Nasih langsung mendaftar dan lolos. Dia diterima menjadi dosen di FEB Unair pada 1992.
Setahun setelah itu, Nasih menikah dengan Triyani Purnamawati, perempuan yang dikenal lewat organisasi di kampus Unair. ’’Saya kenal istri saya ya dari masjid. Dia lulusan psikologi Unair,’’ kata putra pasangan Abdul Wahab (alm) dan Djuwariyah itu.
Lima tahun kemudian, Nasih ikut-ikutan beberapa teman untuk mendaftar S-2 di Institut Teknologi Bandung (ITB). ’’Ada teman ngasih info. Ya saya ikut saja. Saya berangkat nekat naik kereta. Lha kok dari lima teman saya yang daftar, hanya saya yang diterima di sana,’’ ungkapnya. Nasih meneruskan kuliah S-2 di jurusan Teknik Industri ITB.
Setelah menyelesaikan kuliah sambil LDR-an dengan sang istri yang tinggal di Surabaya, Nasih mendaftar S-3 di ITB. Namun, karena menunggu promotor (pembimbing akademik) hingga dua tahun, dia balik ke Surabaya. ’’Daftar di Unair saja S3-nya,’’ ujarnya.
Keputusan itu juga diambil agar dirinya tidak jauh-jauh lagi dengan keluarga. Nasih dan Triyani dikaruniai anak setelah 3,5 tahun perjalanan pernikahan. Menurut dokter, sang istri terlalu lelah bekerja sehingga agak susah hamil. ’’Setelah istri keluar kerja dan menjalani program mendapatkan momongan, alhamdulillah berhasil,’’ ungkapnya.
Anak pertama, Muhammad Fata Fatihuddin, lahir pada 1996. Tiga tahun kemudian, lahir anak kedua yang bernama Muhammad Nathiq Ulman. Sebagai ayah, Nasih adalah sosok penyanjung demokrasi. Dia membebaskan anaknya dalam memilih segala yang mereka sukai selama tidak melanggar aturan.
’’Saya dan istri tidak menuntut apa-apa kepada mereka. Asalkan positif. Anak pertama sekarang kuliah di FK dan anak kedua di SMAN 2,’’ papar mantan direktur keuangan Unair itu.
Awal 2015, Nasih maju dalam pemilihan rektor Unair. Tahun ini merupakan periode keduanya mengikuti ajang yang berlangsung lima tahun sekali itu. Sebelumnya, Nasih kalah suara dari Fasich dan menjadi wakil rektor II. Hingga Jumat (29/5), lewat rapat pleno, dia memenangi pemilihan rektor.
Megenai tugas baru tersebut, Nasih sudah menyiapkan bermacam program. ’’Yang pasti akan membawa Unair selevel Harvard University,’’ tegasnya. (*/c5/ayi)