Tolak Diperiksa dan Ajukan Praperadilan
Margareith setelah Ditetapkan Tersangka
DENPASAR – Penetapan Margareith Christina Megawe, 60, sebagai tersangka kasus pembunuhan anak angkatnya, Engeline, membuat penasihat hukumnya, Hotma Sitompul, berang. Kemarin (29/6) ketua tim kuasa hukum Margareith itu menegaskan bakal mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Denpasar
Hotma tidak terima kliennya disangkakan beberapa pasal, yakni pasal 340 KUHP subsider 338 KUHP lebih subsider 353 (3) KUHP lebih subsider 351(3) KUHP dan atau pasal 76 c juncto 80 (1) dan (3) UU 35 Tahun 2014 perubahan UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hotma menyatakan, praperadilan akan didaftarkan di Pengadilan Negeri Denpasar. ”Kami sedang menyusun dan mempertimbangkan soal praperadilan. Kami belum mendapatkan surat resmi dari kepolisian tentang status Ibu Margareith sebagai tersangka,” ujarnya.
Kepada Jawa Pos Radar Bali, Hotma menyebutkan bahwa kliennya ditarget menjadi tersangka. ”Kapolda yang terhormat itu sudah berkata, akan ada tersangka baru. Kami menilai Kapolda menetapkan tersangka karena tekanan publik, bukan karena data-data dan fakta. Kenapa begitu? Kapan ada alat bukti dan kapan ditetapkan tersangka?” ucap dia.
Bahkan, lanjut Hotma, Kapolda Bali Irjen Ronny F. Sompie menetapkan tersangka sebelum hasil laboratorium forensik keluar. Karena hal-hal ganjil itu, pihaknya bersikeras akan mengajukan pengujian melalui praperadilan terkait penetapan Margareith sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Engeline. Yang ditegaskannya merupakan anak yang disayangi kliennya dengan bukti pemberian nama ibu kandung Margareith bagi si anak.
Hotma juga menyampaikan, kliennya tidak bersedia diperiksa sebagai tersangka pembunuhan. ”Rencananya mau di-BAP sebagai tersangka pembunuhan, tetapi klien kami tidak bersedia dan kami juga setuju,” jelasnya.
Kliennya, jelas Hotma, menolak BAP karena Polda Bali sudah memiliki tiga bukti yang menguatkan penetapan Margareith sebagai tersangka. ”Untuk apa di-BAP kalau sudah ada tiga barang bukti? Maju saja langsung ke pengadilan,” tegasnya.
Kabidhumas Polda Bali Kombes Hery Wiyanto merespons santai ancaman praperadilan yang disampaikan Hotma Sitompul. ”Silakan. Itu merupakan hak tersangka atau kuasa hukumnya. Apabila dalam proses menyalahi aturan hukum, silakan mengajukan praperadilan. Hal tersebut diatur dalam KUHAP,” terang dia. Menurut Hery, Polda Bali sama sekali tidak khawatir karena proses penetapan Margareith sebagai tersangka dilakukan sesuai prosedur.
Lebih lanjut Hery menegaskan empat hal mendasar yang membuat ibu kandung Yvonne dan Christina itu ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan. Yang pertama adalah keterangan saksi Agustinus Tae yang menjelaskan peran Margareith selaku pelaku kekerasan yang mengakibatkan kematian Engeline. Kedua, hasil otopsi dari kedokteran forensik RS Sanglah Denpasar sebagai alat bukti keterangan ahli dan alat bukti surat. Ada juga pemeriksaan saksi-saksi yang berkesesuaian. Yang terakhir adalah hasil olah tempat kejadian perkara.
Motif Sampai tadi malam motif pembunuhan Engeline belum terungkap. Meski begitu, Kabidhumas Polda Bali Kombes Hery Wiyanto menegaskan, dasar penerapan pasal terberat dalam kasus pembunuhan untuk tersangka Margareith dianggap sudah cukup.
Menurut Hery, pasal pembunuhan berencana yang dikenakan kepada Margareith tersebut didasari beberapa hal. Yakni pembuatan lubang, kandang ayam, dan becermin pada pendalaman kehidupan pelaku sebelum korban tewas di tangannya. ”Bau kotoran ayam sepertinya disengaja untuk menyamarkan bau mayat. Pemilik rumah tidak memiliki keinginan untuk membersihkan kotoran ayam sehingga bau tersebut menutupi bau-bau di sekitarnya. Hal itulah yang menjadi dasar kami untuk melakukan proses hukum dengan mengonstruksi pasal 340 (tentang pembunuhan berencana, Red),” papar dia.
Lebih lanjut Hery mengatakan, penyidik menerapkan pasal tersebut berdasar keterangan Agus, sapaan Agustinus Tae, yang menjadi saksi dalam kasus penelantaran anak. ”Agus menjelaskan bahwa hanya tersangka M (Margareith) yang melakukan. Tetapi, kalau nanti ada hal-hal atau keterangan-keterangan lain yang merujuk ke tersangka lain, kami akan melakukan proses hukum lebih lanjut,” terangnya. Selain itu, Hery menyampaikan bahwa hasil uji lie detector kedua yang dijalani Margareith turut dijadikan pertimbangan dalam penetapannya sebagai tersangka pembunuhan Engeline.
Sementara itu, Siti Sapurah dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar menengarai Margareith tak bekerja sendirian dalam melakukan pembunuhan berencana terhadap gadis cantik delapan tahun tersebut. Siti Sapurah yang akrab dipanggil Ipung meminta polisi terus menyelidiki dengan siapa Margareith merencanakan pembunuhan. ”Polisi harus memperdalam pemeriksaan saksi-saksi. Khususnya tentang alibi-alibi. Masih ada orang lain yang terlibat,” tuturnya saat ditemui di Mapolda Bali kemarin.
Lebih lanjut Ipung memberikan penekanan pada alibi-alibi yang dibuat keluarga Margareith sejak Engeline dilaporkan hilang pada Sabtu (16/5) hingga akhirnya ditemukan tak bernyawa di belakang rumah ibu angkatnya Rabu (10/6). Ipung juga akan membawa dua saksi baru yang bakal memberatkan Margareith. ”Kami akan datangkan dua orang saksi baru dengan inisial R dan C. Mereka adalah warga negara Indonesia yang pernah tinggal di rumah Margareith. Kesaksian mereka dapat memberatkan Margareith,” tegasnya. Dia menambahkan bahwa kedua saksi akan datang ke Mapolda Bali untuk memberikan keterangan pada Kamis (2/7).
Hery Wiyanto menambahkan, kemungkinan ditetapkannya tersangka baru selain Agus dan Margareith masih terbuka. ”Kalau nanti ada dan kami bisa mencari bukti-bukti pendukung,” ucap Hery di ruang kerjanya. (ken/ ras/dre/yes/c9/end)