Antisipasi Pelanggaran Klasik Pemilu
Bawaslu Andalkan Pengawas TPS
JAKARTA – Dua pelanggaran klasik pemilu berpotensi terulang lagi saat pilkada tahun ini. Bawaslu mengklaim sudah mempersiapkan antisipasi, khususnya setelah UU Pilkada memerintahkan adanya pengawas di level tempat pemungutan suara (TPS). Bawaslu juga akan membuat terobosan hukum untuk menjerat para pelanggar.
Pelanggaran klasik tersebut adalah penggelembungan suara dan money politics. Ketua Bawaslu Muhammad mengungkapkan, pihaknya mendapatkan informasi metode penggelembungan suara dari mantan oknum PPS. Pengerjaannya sangat rapi sehingga tidak kentara bahwa ada penggelembungan.
Dia mencontohkan, perolehan 12 suara yang didapat seorang kandidat bisa berubah menjadi 72 hanya dengan menambahkan garis. ’’ Tidak perlu di- typo angkanya,’’ ujarnya dalam diskusi di kawasan Jakarta Pusat kemarin. Begitu pula angka 20 yang bisa langsung berubah menjadi 200 hanya dengan menambahkan angka 0.
Siasat tersebut dilakukan dengan sangat rapi sehingga tidak mengubah total perolehan suara. ’’Biasanya dikurangkan dari kandidat yang saksinya sudah pulang duluan,’’ lanjutnya. Praktik tersebut marak dilakukan di level PPS dan PPK. Sedangkan untuk level KPPS, petugas selama ini tidak berani karena diawasi langsung oleh warga. Berbeda halnya dengan rekapitulasi di level PPS dan PPK yang cenderung lebih tertutup.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, pada pilkada kali ini pihaknya mengandalkan pengawas TPS. Sebab, pengawas TPS berhak mendapatkan salinan form C-1 sehingga apabila terjadi ketidakcocokan langsung bisa dibandingkan.
Sementara itu, untuk potensi money politics, Muhamad mengaku sempat di- Pelaku: Tim kampanye kandidat Modus: Serangan fajar. Menukar bukti mencoblos dengan uang. Bagi-bagi uang saat kampanye. buat pusing untuk menindak. Bagaimana tidak, UU melarang money politics, tapi tidak mengatur sanksinya. ”Akhirnya kami putuskan membuat terobosan hukum bersama kepolisian dan kejaksaan menggunakan KUHP,” lanjutnya.
KUHP telah mengatur pelanggaran money politics dalam pasal 149. Pihak-pihak yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang agar tidak menggunakan hak pilih atau menggunakan hak pilih menurut cara tertentu diancam penjara sembilan bulan. Bahkan, pemilih yang bersedia menerima suap juga diancam pidana yang sama.
Rencananya awal bulan depan ada pertemuan tingkat nasional untuk sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu). Mereka terdiri atas Bawaslu dan jajaran, Mabes Polri dan jajaran, serta Kejagung dan jajaran. Gakkumdu akan merumuskan tindakan bagi pelanggaran yang sudah maupun belum diatur dalam UU Pilkada. (byu/c10/fat)