Pilot Hercules Pakai Ilmu Kira-Kira
INSIDEN jatuhnya pesawat pengangkut militer Hercules kembali menguatkan desakan agar ada perombakan total alat utama dan sistem persenjataan (alutsista) Tentara Nasional Indonesia
(TNI)
Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Wawan Purwanto menyatakan, kecelakaan karena kendaraan militer yang berusia tua sudah sering terjadi di Indonesia. ’’Akibatnya, banyak putra terbaik kita yang jadi korban,’’ ujarnya saat dihubungi tadi malam.
Menurut dia, alutsista tua, apalagi jenis pesawat, memang seharusnya dikandangkan karena berisiko tinggi. Sebab, jika terjadi kerusakan mesin, pilihannya adalah jatuh. Hal itu lebih parah jika jatuhnya di permukiman penduduk sehingga memakan korban lebih banyak. ’’Kalau truk mogok bisa diderek. Kalau pesawat, kan hanya bisa pasrah. Ini mestinya jadi perhatian,’’ tegasnya.
Wawan menyadari, anggaran pemerintah untuk peremajaan alutsista sangat terbatas. Namun, dia menegaskan, pesawat angkut harus diprioritaskan karena dinaiki puluhan bahkan ratusan orang. ’’Jadi, prioritaskan anggaran untuk peremajaan pesawat angkut dulu,” ujarnya.
Meski tidak bisa serta-merta digeneralisasikan, Jawa Pos sempat ikut merasakan betapa minimnya kondisi pesawat Hercules milik TNI-AU. Dalam sebuah kesempatan terbang, sempat muncul perasaan miris. Sejumlah komponen di pesawat yang ditumpangi ketika itu tidak lagi berfungsi. Salah satunya indikator bahan bakar.
Saat ditanya soal itu, sang pilot hanya menyatakan selama ini menggunakan ilmu perkiraan ketika menerbangkan pesawat. Menurut sang pilot, bahan bakar penuh pesawat Hercules itu maksimum bisa digunakan terbang selama 9 jam. Artinya, sebelum mencapai 9 jam, pesawat sudah harus mendarat atau kembali ke pangkalan.
Mantan test pilot PT Dirgantara Indonesia Sumarwoto menilai, secara profil, Hercules C-130 tipe B yang jatuh di Medan merupakan pesawat bagus. Menurut dia, pesawat bermesin empat turboprop itu tergolong pesawat aman. ’’Pesawat ini sudah disertifikasi lewat proses yang cukup ketat,’’ ungkapnya.
Dari informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Malang, Hercules yang jatuh di Medan kemarin berangkat dari Bandara Abdul Rachman Saleh dalam misi penerbangan umum rutin yang terjadwal Senin (29/6). Pesawat biasa terbang dengan membawa anggota TNI maupun logistik. Dalam penerbangan tersebut, penumpang bukan selalu anggota TNI-AU, namun juga TNI-AD atau polisi. Termasuk keluarga mereka. Ketika berangkat dari Malang, total penumpang 44 orang.
Di Jakarta, pesawat berhenti dan menginap selama semalam. Keesokannya, pesawat berangkat lagi. Kali ini bertujuan Bandara Rusmin Nuryadin, Pekanbaru. Setelah itu, pesawat menuju Bandara Dumai, Sumatera, dan dilanjutkan sampai di Bandara Suwondo, Medan.
Dalam perjalanan selama dua hari tersebut, pesawat tidak mengalami masalah. Pesawat berhasil selamat melalui lima bandara. Pilot utama, yakni Kapten Sandy Permana, juga dianggap berpengalaman karena memiliki sekitar 2.000 jam terbang. Sandy adalah alumnus terbaik di angkatannya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna membantah indikasi bahwa pesawat Hercules sering dikomersialkan bagi masyarakat umum. Konfirmasi tersebut berdasar informasi dari Sumut Pos bahwa ada keluarga korban yang mengaku bahwa para penumpang dikutip Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta untuk sekali penerbangan.
’’Tidak ada itu, tidak benar. Informasi dari mana? Ngarang itu,’’ tegas Agus. Dia menambahkan, mayoritas penumpang berasal dari keluarga TNI. Namun, Agus menyatakan, jika hal tersebut terbukti, pihaknya akan memberikan sanksi. ’’Bukan hanya punishment, tetapi juga akan dicopot,’’ ujarnya. (bay/owi/dyn/zuk/c5/kim)