Jadi Pusat Sapi Ongole di Indonesia
Salah satu produk unggulan Lampung Selatan adalah sapi. Terutama bibit sapi peranakan Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza mengklaim daerahnya sebagai lumbung sapi ternak. Terobosan Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza
ongole.
BUPATI Rycko Menoza sejak 2011 berangan-angan ada daerah yang menjadi lumbung sapi ternak. Karena itu, bupati mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor B/54/III.10/HK/2011 tertanggal 18 Februari 2011tentang penetapan Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan (Lamsel), sebagai kawasan pelestarian dan pengembangan plasma nutfah sapi potong jenis peranakan ongole (PO).
”Sektor peternakan ini memiliki peran strategis untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Maka, pengembangan sapi jenis ini saya dukung penuh, baik dalam bentuk bantuan sektor peternakan maupun kemudahan akses pasar dalam dan luar daerah, sehingga nilai jualnya lebih tinggi,” ungkap Rycko Menoza saat ditemui ( Group) di kantornya.
Menurut dia, semua bagian dapat diolah dan memiliki nilai jual tinggi di pasaran. Mulai daging, susu, kulit, tulang, kotoran, hingga urine untuk pupuk. Selain itu, petani dapat menggunakan tenaganya untuk mengolah lahan pertanian. ”Sapi jenis peranakan ongole ini merupakan salah satu andalan kami. Maka, bagaimanapun caranya, agar produksi ternak sapi dapat meningkat dan bisa menyejahterakan para peternak, saya mendukung habis,” ujarnya.
Untuk mendukung pengembangan sapi PO agar dipandang di Indonesia, sambung Ida, pihaknya pada 2014 mengajukan ke Kementerian Pertanian untuk penetapan wilayah sumber bibit sapi PO sehingga Kementerian Pertanian menetapkan Tanjungsari sebagai pusat peranakan ongole pada Juni 2015.
”Tahun 2014, jumlah sapi PO di Tanjungsari, Lamsel, sekitar 4.553 ekor. Ini akan bertambah tahun ini,”katanya.
Dia menjelaskan, sapi ongole salah satu ternak asli (plasma nutfah) karya cipta intelektual bangsa yang terancam punah seiring maraknya perkawinan silang antara sapi lokal dan sapi impor. Sapi jenis itu memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dalam cuaca apa pun dan lebih tahan terhadap serangan penyakit sehingga tingkat keberhasilan pengembangannya cukup tinggi.
”Saya memetakan kawasan pengembangan ternak sapi jenis PO di delapan desa di Kecamatan Tanjungsari. Yakni, Desa Purwodadi Dalam, Wonodadi, Sidomukti, Wawasan, Bangunsari, Kertosari, Mulyosari, dan Malangsari,” ucapnya.
Dari segi teknologi, lanjut dia, teknologi reproduksi embriyo transfer pada ternak sapi merupakan salah satu andalan. Pihaknya mengakui, populasi sapi Lamsel memang tidak sebaik Australia dan Brazil. Namun, teknologi tersebut dapat meningkatkan populasi di Lamsel.
” Embriyo transfer akan menghasilkan kelahiran ganda dari satu indukan ternak sapi yang diyakini mampu meningkatkan populasi ternak dengan cepat. Embriyo transfer atau pemindahan embrio ini dilakukan terhadap sapi indukan produktif yang telah diinseminasi, kemudian dilakukan peminjaman rahim agar di dalamnya terdapat dua bakal anak sapi,”jelasnya.
Selain itu, akan dilakukan sinkronisasi. Yakni, penyuntikan berahi dan inseminasi, kemudian pemindahan embrio dilakukan secara bersamaan terhadap ribuan ternak sapi sehingga dalam waktu satu tahun menghasilkan dua kali lipat.
”Di Lampung Selatan tahun lalu diterapkan teknologi ini. Hasilnya, ribuan sapi peranakan ongle (PO) lahir bersamaan dengan selisih kelahiran antara satu sampai empat bulan,” katanya.
Saat ini, sambung Rycko, Kecamatan Tanjungsari, Lamsel, memiliki 20 kelompok khusus pembibitan. Sementara itu, kelompok lain masuk dalam kategori penggemukan. ”Seluruhnya 45 kelompok sapi dengan 45 bungker. Tahun 2014, ada 39 bungker. Sekarang bertambah jadi 45 bungker,” bebernya. (yud/JPG/c6/tom)