Suplai Minim, Ekspor Drop

SURABAYA – Ekspor kopi Jawa Timur (Jatim) pada Mei mengalami penurunan daripada bulan sebelumnya. Pemicunya adalah suplai yang semakin terbatas. Diperkirakan, stok kopi mulai meningkat ketika memasuki musim panen pada Juni.

Sekretaris Gabungan Eksporter Kopi Indonesia (Gaeki) Jatim Ichwan Nursidik menyatakan, stok kopi pada musim panen lalu sudah menipis. Karena itu, pada Mei lalu, ekspor hanya tercatat 4.712 ton. Yakni, turun 38,6 persen bila dibandingkan dengan April yang mencapai 7.684 ton. Sementara itu, selama Januari–Mei, realisasi ekspor kopi mencapai 29.946 ton.

’’Ekspor Mei turun karena belum masuk panen, padahal stok kopi sudah habis. Diprediksi, panen berlangsung mulai Juni hingga September. Awal, bakal masuk panen dari Sumatera. Setelah itu, menyusul daerah lain, termasuk Jatim,’’ kata Ichwan kemarin (1/7).

Tahun ini target ekspor Jatim sebesar 73.000 ton. Target tersebut sama dengan capaian pada 2014. Pihaknya optimistis target itu bisa terealisasi. Biasanya, suplai kopi meningkat signifikan pada semester kedua, khususnya Agustus hingga Oktober. ’’Sebagian besar suplai kopi untuk ekspor berasal dari Jatim, yakni 56.000–57.000. Sisanya dari luar Jatim, meliputi Bengkulu, Lampung, Jabar, dan Jateng,’’ jelas Ichwan.

Sementara itu, harga kopi internasional, khususnya arabika, mengalami penurunan. Saat ini harga kopi arabika hanya USD 2,4–2,5 per kg. Sebelumnya bisa mencapai USD 2,8 per kg. Melimpahnya suplai dunia mengakibatkan turunnya harga. Terbesar dari Brasil yang merupakan produsen kopi terbesar di dunia. Di sisi lain, harga kopi robusta relatif stabil sekitar USD 1,8–1,9 per kg.

’’Kalau memang harga tidak menguntungkan, kemungkinan kami menahan dulu untuk melakukan penjualan ke luar negeri. Menunggu hingga harga membaik. Sebenarnya, penurunan harga arabika tidak berpengaruh signifikan karena konsumen kopi arabika juga terbatas,’’ tuturnya.

Sementara itu, produksi kopi Jatim hampir 80 persen diekspor, sisanya untuk kebutuhan industri dalam negeri. (res/c23/agm)