Efeknya Mirip Pijat Refleksi
Kinerja-USAID mendampingi perbaikan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perizinan di lima kabupaten/kota di Jatim mulai 2011 hingga Juni 2015. Ada kecemasan setelah ditinggal donor pendamping, program mandek. Berikut laporan Hariatni Novitasari dari JP
ADA nada waswas dalam judul acara yang mengakhiri program Kinerja-USAID di Jatim, Selasa (30/6). Acara di Hotel Marriott, Surabaya, itu berbentuk lokakarya, tapi ada adegan ludruknya yang diberi judul Keberlanjutan Inovasi. Yang bergabung di sana adalah pembicara, penanggap, komentator, serta pemerhati yang berjumlah sekitar 160 orang dari 34 kabupaten/kota di Jawa Timur. Mereka betah di sana mulai pagi hingga berbuka puasa bersama.
Banyak kegiatan pemicuan inovasi yang sudah dilakukan di Kabupaten/ Kota Probolinggo, Jember, Bondowoso, dan Tulungagung. Inovasi-inovasi itu dipajang di empat stan di ruang acara lokakarya. Banyak pemangku kepentingan yang sudah dirangkul, mulai anak sekolah, ulama, ibu rumah tangga, hingga pengusaha. Kegiatan tersebut juga memancing replikasi atau penularan ke daerah lain.
Dina Limanto, koordinator provinsi Kinerja-USAID, mengharapkan lima daerah itu terus melanjutkan inovasi sekalipun sudah tak ada pendampingan donor. Menjawab kecemasan tersebut, Bupati Bondowoso Said Amin Husni mengatakan, optimismenya itu akan berlanjut karena semangatnya sudah menjalar.
”Program (pendampingan) ini ibarat pijat refleksi. Sekalipun yang dipijat di kaki, efeknya menjalar ke bagian badan yang lain,” kata Said Amin dalam talk show bersama Bupati Pacitan Indatarto, Sekda Kota Probolinggo Johny Haryanto, serta Kepala Kantor Pelayanan Modal dan Perizinan (KPMP) Kabupaten Probolinggo Saleh.
Lima pembicara tersebut berbagi pengalaman tentang program Kinerja di daerah. Mereka juga bertekad terus melanjutkan inovasi yang sudah dipicu Kinerja, pelaksana program bantuan United States Agency of International Development (USAID) yang berslogan From American People (Dari Rakyat Amerika) itu.
Said Amin menceritakan soal para ulama dan dai yang terlibat dalam upaya pencegahan pernikahan dini dan kesehatan reproduksi. ”Mereka kini tak lagi hanya membahas masalah ibadah, tetapi sekarang sudah ngomongin kesehatan reproduksi,” jelas mantan anggota DPR itu. Para siswa sekolah menengah, yang kelak jadi ibu dan bapak, juga dikenalkan pada kesehatan reproduksi lewat materi masa orientasi sekolah (MOS).
Terkait dengan pelayanan publik lain, Kabupaten Bondowoso masih memiliki pekerjaan rumah di bidang pendidikan. Di daerah itu, Kinerja juga memberikan pendampingan untuk distribusi guru. Sayangnya, program tersebut tidak serta-merta bisa dijalankan karena data guru tidak sinkron antara dinas pendidikan dan badan kepegawaian daerah (BKD). ”Sekarang sudah sinkron. Akan segera dilaksanakan di tahun ajaran baru ini,” ungkap bupati yang menjabat sejak 2008 tersebut.
Di bidang pendidikan, Kota Probolinggo memetik manfaat program Kinerja. Kota yang dipimpin Wali Kota Rukmini Buchori itu menerapkan program manajemen berbasis sekolah (MBS) berorientasi pelayanan publik. ”Sudah diterapkan di 115 sekolah dasar, 16 SMP, dan 1 MTs,” ungkap Johny.
Sumbatan di bidang perizinan juga ”ditotok” lewat program Kinerja di Probolinggo, yang dipimpin Bupati Tantri Hasan. Saleh, kepala KPMP kabupaten itu, mengakui, sebelum ada program tersebut, perizinan belum customer friendly. Bahkan, pemohon izin langsung disambut petugas satpol PP yang berjaga. Kini semua sudah serba- online. ”Status izin bisa dilacak lewat SMS Gateway kami,” jelas Saleh.
Pemicuan itu menular ke daerah di luar dampingan Kinerja karena dukungan Biro Administrasi dan Kerja Sama Pemprov Jatim. Tidak kurang dari 10 daerah ditulari replikasi inovasi pendidikan, kesehatan, dan pelayanan perizinan.
Bupati Pacitan Indatarto mengakui mereplikasi program Kinerja. ”Kami ini senang dikuyo-kuyo untuk per- baikan,” kata bupati yang pernah jadi camat Pringkuku tersebut. Untuk menjamin keberlanjutan, saat ini perbaikan layanan segera diperdakan.
Dokter Rini dari Puskesmas Bubakan, Pacitan, merasakan dampak penularan inovasi Kinerja. Puskesmasnya dulu dijuluki ”gudang” karena tidak memadai sebagai tempat layanan kesehatan. Kini, setelah dilakukan perbaikan, termasuk merespons pengaduan pengguna, perubahannya besar.
Puskesmasnya telah berhasil menjadi penyumbang pendapatan asli daerah (PAD) peringkat ketiga di Pacitan. Sebelumnya, peringkat 24 di antara 26 puskesmas. ” We will miss you all…” ujar dokter Rini yang mengakhiri testimoni.
Acara perpisahan Kinerja juga ditandai gelar pasar inovasi dengan empat stan di lokasi acara. Tiga stan berdasar sektor: perizinan, pendidikan, dan kesehatan. Satu stan lain diisi oleh Jaringan Inovasi Pelayanan Publik (JIPP) Jawa Timur yang menampilkan para pemenang Otonomi Awards (OA) Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP). Misalnya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Surabaya.
Di sini keunggulan inovasi dipe- ragakan. Reddy Kusuma, sekteraris Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Sidoarjo, menyebutkan, lembaganya berani menerapkan tanda tangan elektronik di kertas perizinan yang dikeluarkan. Tak lagi konvensional tanda tangan basah. Dengan adanya tanda tangan elektronik, izin bisa divalidasi di mana saja. ”Kabupaten Pamekasan sudah tertarik untuk melakukan inovasi ini,” terang Reddy.
Dokter Hadi Puspita dari Kabupaten Malang juga sibuk melayani pertanyaan. Mantan kepala Puskesmas Kepanjen itu menceritakan program Surveilans Epidemiologi Terpadu Berbasis Masyarakat (Sutera Emas) di daerahnya dan bagaimana program itu mampu menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Kesuksesan tersebut pernah diganjar OA JPIP. Selain dua narasumber tersebut, bursa inovasi juga menghadirkan Zubaidah (Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang) dan dr Idong Djuanda (Dinkes Sidoarjo).
Kabupaten/kota ”pembeli” inovasi tampak sangat antusias untuk menerapkan ”hasil kulakan” di daerah mereka. Memang, ketimbang mulai dari nol, mending cari jalan pintas yang tersedia. (www.jpip.or.id)