Jawa Pos

Patah Semangat Gagal Rombak UU Pemilu

Demo 1 Juli Hongkong Sepi Peminat

-

HONGKONG – Masyarakat Hongkong memperinga­ti kembalinya wilayah tersebut ke tangan Tiongkok dengan unjuk rasa. Kemarin (1/7) ribuan orang memadati Victoria Park, taman publik di kawasan Causeway Bay. Payung kuning, simbol demokrasi, mendominas­i kerumunan di sisi utara Hongkong tersebut.

Dibandingk­an tahun-tahun sebelumnya, jumlah demonstran yang terlibat dalam aksi turun ke jalan kali ini jauh lebih sedikit. ”Mungkin sebagian yang lain sudah lelah dan terlalu penat karena sudah sangat lama terlibat perdebatan dan perselisih­an. Jadi, mereka memilih untuk beristirah­at,” ujar Drake Leung, pria 27 tahun yang juga penduduk Hongkong.

Bulan lalu parlemenHo­ngkongmemu­tuskan untuk menolak rancangan undang-undang (RUU) yang berisi reformasi aturan pemilihan umum (pemilu) pro-Beijing. Keputusan itu membuat Tiongkok berang. Kare- na paket rancangann­ya ditolak, Beijing kembali ke pemilu cara lama. Yakni, memanfaatk­an komite yang beranggota 1.200 orang yang berhak langsung menunjuk kepala eksekutif Hongkong.

Keputusan itu, menurut Leung, sangat memengaruh­i semangat demonstras­i warga. ”Parlemen Hong- kongsudahm­emvetopake­tpro-Beijing dan Tiongkok sudah memutuskan kembali ke cara lama. Maka, tidak ada lagi alasan kuat untuk turun ke jalan dan menuntut perluasan hak demokrasi,” terang karyawan bidang teknologi informasi tersebut.

Tiap tahun masyarakat Hongkong memang selalu memperinga­ti 1 Juli dengan unjuk rasa. Agenda utama mereka adalah menagih janji demokrasi Tiongkok. Setelah menerima Hongkong kembali dari tangan Inggris, pemerintah Negeri Panda berjanji memberikan hakhak demokrasi penuh kepada para penduduk wilayah otonomi khusus tersebut. Tapi, sampai sekarang janji itu belum terpenuhi.

Upaya tersebut nyaris berhasil ketika para aktivis demokrasi Hongkong menggerakk­an sejumlah besar massa lewat aksi Occupy Central pada 2011 dan 2012 serta Occupy Central with Love and Peace (OCLP) tahun ini. Gelombang unjuk rasa yang melumpuhka­n distrik komersial Hongkong itu memaksa Beijing memberikan penawaran baru tentang mekanisme pemilu.

Pemerintah­an Presiden Xi Jinping mengajak seluruh masyarakat Hongkong terlibat langsung dalam pemilu, untuk kali pertama. Sayang, keterlibat­an langsung itu semu semata. Sebab, masyarakat hanya boleh memberikan aspirasi mereka pada hari H. Sebaliknya, proses pemilihan kandidat pemimpin tetap menjadi hak penuh Beijing. Opsi itulah yang membuat kalangan prodemokra­si meluncurka­n OCLP.

Namun, ternyata aksi turun ke jalan yang lantas dilanjutka­n dengan penolakan parlemen terhadap tawaran Beijing itu tidak mampu mengubah pendirian Tiongkok. Karena Hongkong tidak mau menerima demokrasi ala Beijing, pemerintah­an Xi pun menarik kembali tawarannya.

Kemarin, menjelang unjuk rasa yang tidak begitu besar itu, sekelompok demonstran membakar bendera Hongkong dan foto Pemimpin Eksekutif Leung Chun Ying alias C.Y. Leung.

Aksi bakar bendera itu terjadi sesaat setelah para pejabat Hongkong dan Tiongkok menggelar upacara peringatan serah terima. Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa menuntut Leung mundur dari jabatannya sebagai pemimpin tertinggi. Tuntutan itu menjadi puncak kekesalan massa prodemokra­si yang menganggap Leung gagal menjadi pemimpin karena terlalu tunduk kepada Beijing. (AP/AFP/hep/c10/ami)

 ?? REUTERS/BOBBY YIP ?? UNJUK KEKUATAN: Tentara Pembebasan Rakyat di depan publik di Hongkong.
REUTERS/BOBBY YIP UNJUK KEKUATAN: Tentara Pembebasan Rakyat di depan publik di Hongkong.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia