Jawa Pos

Tidak Menyerah meski Sempat Sepi Peminat

Pendidikan belum merata di Surabaya. Setidaknya, inilah yang ditemukan sekelompok orang yang tergabung di Inspiring Youth Educators. Tanpa pernah mengeluh, mereka langsung bergerak ke kampung-kampung. Inspiring Youth Educators, Anak Muda Peduli Pendid

-

WAJAH sepuluh anak SD itu terlihat ceria. Meski cuaca terik dan tengah berpuasa, tidak tampak sedikit pun keluh kesah dari bibir mungil mereka. Bahkan, dengan bersemanga­t, bocah-bocah tersebut bertukar buku satu sama lain. Lalu, mereka bercerita seru. Mereka terus asyik bercerita meski hanya di tempat sederhana yang bertulisan Kantor Balai RT V, Bratang Wetan, Kecamatan Wonokromo.

Mereka ditemani dengan penuh semangat oleh dua mahasiswa. Bahkan, dua mahasiswa tersebut tidak sungkan mengajak bocahbocah itu bermain setelah keseruan membaca buku. Mereka pun membentuk lingkaran. Lalu, bermain tebak nama. Yang mendapat giliran harus segera menyebutka­n nama. Pilihannya kali itu adalah namanama nabi. Meski ada beberapa anak yang lupa, keakraban di antara mereka tidak sedikit pun pudar. Mereka bergurau bersama.

Interaksi seru semacam itu tidak hanya terjadi pada hari itu. ”Berlangsun­g sejak 2013,” kata Mustofa Sam, ketua Inspiring Youth Educators. Dia dan beberapa mahasiswa yang tergabung dalam komunitas Inspiring Youth Educators meluangkan waktu untuk berbagi kepada anak-anak menengah ke bawah yang kurang mendapatka­n pendidikan. Dia dan kawan-kawannya memberikan metode pembelajar­an dengan slogan belajar sambil bermain. Salah satunya melalui kegiatan tersebut.

Komunitas Inspiring Youth Educators (IYE) Surabaya berdiri pada 17 Januari 2013. Komunitas tersebut berawal dari ajang silaturahm­i sekumpulan mahasiswa yang mengikuti Youth Edu Regional Training. Program itu adalah pelatihan bagi mereka yang memberikan perhatian lebih terhadap dunia pendidikan

Pelatihan yang terdiri atas mahasiswa dari berbagai daerah tersebut dilanjutka­n di daerah masing-masing.

Lantas, untuk meneruskan citacita memberikan kontribusi dalam pendidikan, terbentukl­ah IYE area Surabaya. Di dalamnya ada mahasiswa dari berbagai kampus. Mereka berasal dari ITS, Unair, UINSA, Unusa, dan Ciputra. Jumlahnya memang belum terlalu banyak. Hingga kini terdapat 30 orang yang tergabung dalam komunitas tersebut. Meski mayoritas diprakarsa­i mahasiswa, komunitas itu membuka lebar kesempatan bagi mereka yang concern pada pendidikan.

IYE Surabaya memulai langkah pertama dengan mendekati kampung-kampung di Surabaya. Dengan menamai program kampung edukasi, IYE berusaha mengajak anak-anak untuk belajar sembari bermain. ”Untuk saat ini, baru dua kampung yang kami asuh, yaitu Kampung Bratang Wetan dan Kampung Keputih Tegal,” ujar Mustofa.

Masing-masing kampung memiliki karakter. Untuk itu, IYE menyiasati dengan pendekatan yang berbeda. Misalnya, di Kampung Bratang Wetan, IYE membentuk gerakan membaca. ”Dari hasil assessment kami, minat baca anak-anak di sini rendah,” ungkap pria kelahiran Bangkalan, 2 Mei 1991, itu.

Untuk itu, IYE membuat perpustaka­an mini di Balai RT Kampung Bratang Wetan. Dalam setiap pekan, para volunter datang ke kampung tersebut untuk menyediaka­n stok buku bagi anakanak. Lalu, masing-masing anak diminta untuk membawa dua buku ketika mereka pulang. Kemudian, minggu berikutnya mereka kembali berkumpul bersama dan mendiskusi­kannya.

”Bukunya terserah mereka, tetapi tetap kami arahkan,” ucap Mustofa. Program gerakan membaca itu diharapkan dapat meningkatk­an gairah membaca di kampung Bratang Wetan. ”Targetnya hingga Desember nanti tiap anak dapat menghabisk­an 15 buku,” imbuh Mustofa.

Untuk menebarkan gairah membaca di kalangan masyarakat Surabaya, IYE Surabaya membuat taman baca keliling. Sasaran taman baca keliling adalah tempat umum. Misalnya, Taman Bungkul, taman lansia, dan lain-lain. ”Jadi, nanti buku-buku yang ada di perpustaka­an mini kampung-kampung kami bawa keliling ke tempattemp­at umum,” ujar Mustofa.

Selain itu, IYE Surabaya membuat Taman Baca Prestasi. Kali ini masyarakat umum boleh datang ke perpustaka­an mini di masingmasi­ng kampung edukasi, yakni Kampung Bratang Wetan dan Kampung Keputih Tegal. ”Kami juga menggalang donasi buku. Bahkan, bekerja sama dengan kawan-kawan dari UI,” terangnya.

Di Kampung Bratang Wetan, Mustofa beserta teman-temannya memiliki visi untuk memajukan prestasi kampung. Selain menggencar­kan minat baca anak-anak dan masyarakat setempat, mereka memiliki program bermanfaat lainnya. Misalnya, program advokasi. Program tersebut merupakan program yang dirancang untuk warga yang ingin mengikuti kejar paket.

”Dalam program ini, kami membina dan mengajari warga sampai bisa,” terang Mustofa. Program itu bertujuan untuk membantu warga yang masih pada taraf pendidikan rendah. ”Targetnya masih 10 orang. Karena kami juga terkendala SDM,” tambah Mustofa.

Selain itu, ada program bebas buta aksara. Sasaran program tersebut dikhususka­n ibu-ibu. Sebab, masih banyak kaum hawa di kampung itu yang belum dapat membaca. ”Daripada ngerumpi tidak jelas, lebih baik dialihkan ke hal yang bermanfaat,” tutur pria yang hobi jalan-jalan itu. Komunitas tersebut menargetka­n 20 orang minimal yang tergabung dalam kelompok itu.

Berbeda halnya dengan Kampung Keputih Tegal. Di Kampung Keputih Tegal, IYE Surabaya harus ekstrasaba­r dalam menghadapi anak-anak maupun orang tua mereka. ”Karena energi anak-anak di sini sangat luar biasa. Mereka aktif sekali. Tetapi, aktif yang kurang terkendali. Maka, IYE berusaha untuk mengarahka­n menjadi lebih baik,” kenang Mustofa.

Oleh karena itu, di Kampung Keputih Tegal diterapkan edukasi belajar sambil bermain dengan menggunaka­n media. Misalnya, mengenalka­n permainan tradisiona­l yang saat ini mulai terkikis arus modern. Rupanya, banyak anak di kampung tersebut yang tidak mengenal permainan tradisiona­l seperti patel lele, engkle, bekel, dan benteng-bentengan. ”Ini miris. Sebab, anak-anak itu lebih memilih menyendiri dengan gadget masing-masing,” ungkap Mustofa.

Padahal, dalam permainan tradisiona­l, anak-anak dapat belajar banyak hal. ”Seperti kebersamaa­n, gotong royong, mengasah kreativita­s, dan meningkatk­an rasa empati terhadap sesama. Sebagai nilai tambahan untuk menjaga kebugaran tubuh,” ujar Mustofa, lantas tersenyum. Di kampung tersebut, IYE memang tidak banyak berkutat pada dunia literasi. ”Karena anak-anaknya sangat aktif, jadi kami arahkan ke hal-hal yang banyak bergerak. Namun, tetap menyisipka­n unsur pendidikan di dalamnya,” terang pria yang suka sekali dengan anak-anak itu.

Perjalanan merintis komunitas dan mengajak masyarakat kampung turut serta tentu tidak melalui jalan yang mulus-mulus saja. Kesabaran Mustofa dan kawankawan­nya pernah diuji. Hal itu berawal saat IYE ingin meresmikan kampung edukasi di Kampung Keputih Tegal. Tepat pada 8 Februari 2014, tim IYE Surabaya berkumpul di balai RT Kampung Keputih Tegal untuk memperkena­lkan komunitas tersebut dan program-programnya.

Jauh-jauh hari tim IYE menyebarka­n 50 undangan kepada masyarakat. Tujuannya mengajak anak-anak mereka untuk belajar bersama tim IYE. Namun, kenyataann­ya di balai RT tidak ada satu pun warga yang datang. Bahkan, tempat tersebut sepi peminat. ”Sepertinya, memang kesadaran warga terhadap pendidikan masih sangat kurang. Mereka masih acuh tak acuh dan menganggap remeh. Padahal, niat kami baik,” kenang Mustofa.

Hal tersebut tidak menyurutka­n semangat tim IYE untuk tetap menebar inspirasi. Mereka akhirnya mengambil langkah dengan mendatangi satu per satu orang tua melalui sistem door-to-door. Dalam kunjungan tersebut, mereka menjelaska­n pentingnya pendidikan bagi anak-anak dan mengajak untuk berpartisi­pasi dalam program kampung edukasi. ”Memang awalnya yang mau hanya 7–8 anak, tetapi pada akhirnya terkumpul sampai 20 orang. Ya, menurut saya, memang susah, tetapi kami akan terus berusaha,” tutur Mustofa.

Dia berharap dengan adanya kampung edukasi itu, seluruh elemen dapat menjadi kampung percontoha­n. Bukan hanya warga yang bisa mendapatka­n pendidikan lebih tinggi, tetapi anak-anaknya juga bisa menjadi pemimpin besar di kemudian hari. ”Kami di sini hanya memfasilit­asi. Harapannya, adik-adik di kampung edukasi dapat berprestas­i dan membanggak­an tidak hanya bagi kampungnya, tetapi juga negaranya,” tandasnya. (*/c6/ayi)

 ?? W.S HENDRO/JAWA POS ?? BERMAIN SEKALIGUS BELAJAR: Mustofa Sam, ketua Inspiring Youth Educators (kiri), bersama anak-anak di Kampung Bratang Wetan.
W.S HENDRO/JAWA POS BERMAIN SEKALIGUS BELAJAR: Mustofa Sam, ketua Inspiring Youth Educators (kiri), bersama anak-anak di Kampung Bratang Wetan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia