Sekali Kulakan Bisa Rp 50 Juta
Pengguna Narkoba yang Kini Jadi Bandar
SURABAYA – Perkenalan Patah Yudasmara, 38, dengan sabu-sabu membawa dirinya terperosok ke dalam penjara. Awalnya perempuan yang menyewa rumah di Gedangan, Sidoarjo, itu hanya kecanduan menggunakan sabu-sabu. Akhirnya janda satu anak tersebut menjadi bandar yang sekali kulakan bisa mencapai Rp 50 juta.
Sepak terjang Patah terendus Unit Idik III Satreskoba Polrestabes Surabaya. Polisi menangkap tiga orang sekaligus. Selain Patah, ada Lina Atiana, 19, warga Dukuh Pakis, dan Rudi Hermawan, 39, warga Bulak Banteng. Ketiganya ditangkap di dua tempat berbeda.
Penangkapan itu bermula ketika polisi mendengar informasi bahwa ada perempuan yang rajin mengonsumsi narkoba sekaligus menjualnya. Polisi yang menyelidiki menemukan sosok Lina. Dia ditangkap di kamar kosnya. ”Saat (Lina) digeledah, petugas menemukan 5,81 gram sabu-sabu,” kata Wakasatreskoba Polrestabes Surabaya Kompol Wayan Winaya.
Sabu-sabu tersebut sudah terbagi dalam 16 paket kecil. Diduga kuat, sabu-sabu itu akan dijual lagi. Polisi juga menemukan 2 buah pipet kaca sisa pakai, 3 buah korek api, 2 buah sekop dari sedotan plastik, dan 3 buah botol yang sudah dilubangi.
Polisi yang memeriksa tersangka berhasil mendapatkan identitas bandar di atasnya. Dia diketahui bernama Patah. Petugas yang memetakan cara berkomunikasi tersangka dengan bandar akhirnya berhasil menemukan rumah kontrakannya di Gedangan.
Tidak ingin kehilangan target, polisi lang- sung melakukan penggerebekan. Saat itu polisi memastikan bahwa tersangka sedang berada di dalam rumah. Ketika menggerebek, petugas tidak hanya menemukan Patah, tapi juga Rudi. ”Mereka bukan suami istri,” ucap Wayan.
Petugas yang menggeledah menemukan sejumlah barang bukti penting, yaitu 7,4 gram sabu-sabu yang sudah terbagi dalam empat plastik besar. Sabu-sabu tersebut diketahui sisa penjualan yang belum laku. Polisi juga menemukan timbangan elektrik yang digunakan untuk membagi sabu-sabu dalam paket kecil.
Wayan mengatakan, Rudi yang digeledah diketahui menyimpan sabu-sabu dan ekstasi di saku celananya. Dia juga membawa satu buah pipet kaca kecil yang baru saja terpakai. ”Masih ada sisa sabu-sabu sisa pemakaian,” ujarnya.
Sementara itu, Patah mengaku menjadi bandar karena terpaksa. Sudah setahun terakhir suaminya meninggalkannya tanpa kabar. Padahal, dia tidak bekerja dan harus menanggung seorang anak yang masih kecil. Dia menganggap berjualan sabu-sabu sebagai satu-satunya pekerjaan yang bisa dikerjakan sekarang.
Karena itulah, Patah mulai menghubungi kenalannya di dunia narkoba. Sebelum menikah, dia sudah sering mengisap sabu-sabu. Hanya, selama ini dia selalu aman dari tangkapan polisi karena menggunakannya di bilik-bilik narkoba di Bangkalan, Madura.
Saking seringnya mendatangi kampung narkoba, Patah sampai hafal dengan bandar di sana. Karena itulah, dia tidak kesulitan ketika akan memulai menjadi bandar. ”Mereka langsung percaya,” ucapnya. Meskipun harus kulak sabu-sabu dalam jumlah besar. (eko/c9/git)