Tambahan Pagu Dianggap Tak Wajar
Komisi D Akui Sudah Tembusi Dispendik
SIDOARJO – Penambahan kuota penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMAN yang termasuk satuan pendidikan penyelenggara sistem kredit semester (SPP-SKS) mendapat sorotan tajam. Penambahan pagu itu dianggap tidak wajar dan penuh kepentingan.
M. Musfiqon, pemerhati pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menyatakan bahwa penambahan pagu setelah hasil seleksi PPDB diumumkan tersebut jelas tidak tepat. Apalagi, alasannya adalah cukup banyaknya jumlah pendaftar. ’’PPDB merupakan persaingan sehingga hanya siswa yang memenuhi syarat yang bisa diterima,’’ ungkap dekan fakultas tarbiah itu kemarin (1/7).
Menurut dia, sekolah dan dinas pendidikan (dispendik) seharusnya konsisten dengan pagu yang sejak awal ditentukan, bukan malah tiba-tiba menambah kuota kursi. ’’Saya sebut ini kurang akuntabel karena perhitungannya tidak tepat. Masak sudah ditentukan pagu kok diubah,’’ kritiknya.
Karena penambahannya mendadak, tidak heran muncul prasangka buruk dari publik. Bahkan, kata dia, wajar bila ada yang menganggap bahwa penambahan ter- sebut menjadi ’’pintu’’ siswa titipan. ’’Anggapan itu yang berkembang di masyarakat karena selama ini tidak ada penambahan kursi. Ini tidak wajar,’’ tegasnya.
Penambahan pagu itu juga terkesan dipaksakan karena dilakukan saat proses daftar ulang tahap pertama. Padahal, proses daftar ulang seharusnya menjadi akhir dari tahap penerimaan siswa.
Dia menegaskan, penambahan tersebut juga akan memengaruhi pembelajaran. Sebab, sesuai aturan, jatah setiap rombongan belajar (rombel) maksimal 32 kursi. Penentuan batasan 32 kursi itu sudah melalui kajian yang mendalam. ’’Dengan ditambah, pembelajarannya akan kurang maksimal,’’ tuturnya.
Sebaliknya, Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Usman mengungkapkan, penambahan pagu tersebut sudah mendapatkan persetujuan dari Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Komisi D pun telah mendapatkan tembusannya. ’’Saya pikir itu tidak masalah,’’ ucapnya.
Dia menjelaskan, setelah hasil PPDB jalur SPP-SKS diumumkan, dispendik mengirimkan surat permintaan tambahan pagu ke setiap rombel. Yakni, yang semula 32 siswa per rombel menjadi maksimal 36 siswa. Alasan yang disampaikan ke DPRD, sekolah ingin mengakomodasi siswa-siswa berprestasi yang kebetulan nilainya sama. Sebab, mereka tidak tertam- pung karena kuota terbatas. ’’Untuk nilai yang terakhir, banyak yang sama. Kuota tambahan itu digunakan untuk mereka,’’ ujarnya.
Sebelum menyetujui permintaan tersebut, komisi D telah memanggil Kepala Dispendik Sidoarjo Mustain Baladan untuk memberi keterangan. Setelah diberi penjelasan, DPRD dan bupati akhirnya menyetujui. ’’Kami perbolehkan asal tidak melebihi pagu 36 siswa per rombel. Kalau lebih, itu pelanggaran,’’ katanya.
Bagaimana dengan kasus di SMAN 1 Sidoarjo yang menambah dua rombel? Dia menuturkan bahwa penambahan rombel atau kelas di SMA SPP-SKS diperbolehkan asalkan sarana dan prasarana di sekolah cukup serta pagu setiap rombel tetap tidak lebih dari 36 siswa.
’’Sebenarnya, itu tidak melanggar aturan. Apalagi, SMAN 1 Sidoarjo saat ini sedang dipersiapkan sebagai sekolah yang akan dijadikan jujukan sekolah-sekolah lain,’’ jelasnya. ( lum/ayu/c20/pri)