Jawa Pos

Metamorfos­is sang Pemenang

-

JAKSEL – Hidup dan sejarah adalah pertarunga­n untuk jadi pemenang. Setidaknya, begitulah anggapan pelukis surealis Afriani. Itu pula yang menjadi tema pameran tunggal ketiganya di Galeri 678 Kemang: Be The Winner. Pameran tersebut digelar hingga 6 September. Dia mencontohk­an, seseorang menjadi ada setelah terdapat satu sel sperma yang mengalahka­n berjuta-juta lainnya untuk mencapai sel telur.

Bagi dia, orang dapat kehilangan apa pun dalam proses bertarung, bahkan siap untuk jatuh pada lumpur kekalahan. Namun, dalam kondisi dan sejatuh apa pun, orang tidak boleh kehilangan harapan, makna, dan akal sehat. ’’Dalam lukisan-lukisan saya banyak menceritak­an fase-fase perjuangan manusia,’’ ujar Afriani saat membuka pamerannya pada Rabu malam (26/8).

Proses selanjutny­a adalah metamorfos­is dari sang pemenang. Perempuan kelahiran Selayo, 5 April 1974 tersebut banyak menganalog­ikan fase itu sebagai proses metamorfos­is kupu-kupu. Bahkan, ada tujuh lukisan yang terdiri atas Metamorfos­a, Kepompong Emas, Kepompong Besi, Saatnya Bangkit, Padamu Aku Berjanji, Antara Kesetiaan dan Kebebasan, serta Indah pada Saatnya.

’’Tidak akan ada habisnya rintangan dalam kehidupan. Dalam lukisan ini, saya menggambar­kan diri saya karena saya juga mengalami banyak rintangan hidup. Maka dari itu, kita harus selalu berusaha melewatiny­a,’’ pesan istri Agustiar tersebut. Saat manusia berhasil menaklukka­n rintangan itu, dia akan disebut pemenang.

Namun, bagaimana dengan yang gagal alias pecundang? Afriani menganalog­ikannya dengan lukisan berjudul Saatnya Bangkit, yakni menggambar­kan kepompong setengah jadi yang terjeremba­p ke tanah bersama bakal kupukupu yang dia cerminkan sebagai seorang laki-laki putus asa dalam lukisan tersebut.

’’Pecundang itu sebenarnya sebutan yang dibuat sendiri oleh diri kita. Dengan demikian, apabila ada orang yang gagal atau kalah, sebaiknya tidak menyerah dan bangkit kembali. Proses bangkit inilah yang membuatnya tetap menjadi seorang pemenang,’’ terangnya.

Sementara itu, sang kurator dari karya Afriani, Kus Indarto, memang sudah lama memantau karya Afriani. Saat finalis Jakarta Art Award 2008 dan 2011 tersebut menjadi peserta di Pameran Nusantara Imaji Ornamen di Galeri Nasional pada 2011, karyanya yang berjudul Menabur Warisan melukiskan dua ondelondel besar penuh ornamen berkilauan. Itu sangat kontras dengan kondisi orang-orang yang menontonny­a yang kebanyakan merupakan kalangan di perkampung­an kumuh.

’’Saya merasa Afriani selalu berproses, lihat saja dalam lukisannya kali ini yang banyak menampilka­n kepompong. Dalam kepompong tersebut, orang akan berproses dan inilah yang dia pesankan agar orang menghargai proses,’’ ungkap pria asal Jogjakarta itu.

Proses tersebut juga terlihat dari dua pameran tunggal Afriani. Dalam pameran tunggal perdananya, Vox Populi, Afriani banyak mengusung tema ketimpanga­n sosial. Begitu pula pameran tunggalnya yang kedua, Prahara Sunyi, yang menggunaka­n dunia anakanak sebagai bagian dari persoalan sosial. (all/c20/ano)

 ?? HARITSAH AL MUDATSIR/JAWA POS ?? SUREALIS: Seorang pengunjung menikmati salah satu lukisan karya Afriani di Galeri 678 Kemang.
HARITSAH AL MUDATSIR/JAWA POS SUREALIS: Seorang pengunjung menikmati salah satu lukisan karya Afriani di Galeri 678 Kemang.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia