Merehabilitasi Pecandu Narkoba dan Pengidap HIV lewat Futsal
Bonsu Hasibuan memang pernah terjerumus ke dunia hitam. Namun, dia bisa bangkit dan mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia. Kini dia meluangkan banyak waktu untuk melatih pecandu narkoba dan pengidap HIV.
RAKHMAT NUR HAKIM,
Surabaya
SIAPA bilang sepak bola Indonesia tidak pernah berjaya di pentas dunia? Bersama Bonsu Hasibuan, tim Merah Putih pernah diperhitungkan di ajang Homeless World Cup 2012. Di ajang tersebut Indonesia berhasil menduduki posisi empat besar. Nah, sosok di balik sukses ter se but adalah Bonsu Hasibuan.
Homeless Word Cup merupakan kejuaraan dunia street soccer yang diikuti 47 negara. Pemainnya adalah khusus orang-orang yang berstatus marginal di masyarakat. ’’Program ini memang bertujuan merehabilitasi orangorang yang termarginalkan itu supaya bisa kembali diterima di masyarakat,’’ ujar Bonsu kepada Jawa Pos
Bonsu lalu menceritakan awal terbentuknya tim yang berlaga di Meksiko tiga tahun silam itu. Awalnya, dia bergabung di Rumah Cemara, lembaga yang menjadi partner kerja sama lembaga Homeless World Cup. Tetapi, sebelum singgah di Rumah Cemara, Bonsu pernah menjadi sampah masyarakat. Sekitar 2007, dia menjadi pengedar narkoba. Pada tahun itu pula, teman Bonsu sesama penge dar tertangkap. Karena takut ditangkap polisi gara-gara kicauan temannya di penjara, dia memilih melarikan diri dari kampungnya di Tapanuli Selatan. Bandung pun menjadi pilihannya
Tanpa sanak saudara, dia kerja serabutan di Bandung. Dia juga harus tinggal di sebuah masjid selama 18 bulan. Lalu, dia diperkenalkan oleh sesama teman kerja serabutannya dengan Rumah Cemara. Sebuah lembaga yang kerap merehabilitasi para pecandu narkoba dan pengidap HIV/AIDS. Bonsu makin tertarik dengan visi dan misi Rumah Cemara. Sebab, salah satu programnya ialah mengirim mereka bertanding di Homeless World Cup di Meksiko pada 2012.
Di ajang Homeless World Cup, para pemain memang mendapat pembinaan. Mereka dipertemukan dengan sesama pecandu di seluruh dunia sehingga bisa lepas dari ketergantungan barang haram. Bagi pengidap HIV/AIDS, berlaga di ajang itu membuatnya memiliki rasa percaya diri lagi untuk bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat.
Setahun setelah membawa tim Indonesia berjaya, Bonsu dikontrak oleh tim futsal profesional asal Nusa Tenggara Barat (NTB), Vamos Mataram. Dia melatih di sana sembari menangani tim Indonesia yang berlaga di Homeless World Cup se ti ap tahun. Sentuhan Bonsu membuahkan prestasi. Tahun ini Vamos berhasil menembus posisi tiga besar wilayah timur pada ajang Indonesian Futsal League.
Meski sudah sukses, Bonsu tidak melupakan masa lalunya. Sejak November 2014, dia bersama lembaga nonprofit, yaitu Aksi NTB, mengumpulkan para pe candu narkoba, alkohol, ODHA, serta anak jalanan menjadi satu tim futsal. Tujuannya, merehabilitasi mereka melalui olahraga.
Bersama Aksi NTB, dia pun berkeliling ke pelosok-pelosok Mataram. Tujuannya, merekrut orang-orang yang termarginalkan tersebut. Di antara sekian banyak, hanya lima orang yang masuk kriterianya. ’’Waktu itu benar-benar susah bisa menemukan lima orang untuk diajak berlatih bersama,’’ kenang Bonsu.
Melatih mereka tentu bukan perkara mudah bagi pria kelahiran Tapanuli Selatan 38 tahun silam itu. ’’Bayangkan saja, ada pemain saya ketika latihan sambil mabuk. Jadinya ya jelas enggak keruan,’’ ujarnya, lalu tertawa.
Pendekatan personal pun dia lakukan. ’’ Yang paling susah itu ngobrol dengan ODHA karena mereka tertutup sekali. Mereka baru mau mengaku mengidap HIV jika sudah dekat dengan kita,’’ tutur Bonsu.
Kerja keras Bonsu delapan bulan itu pun tidak sia-sia. Buktinya, seorang pemainnya terpilih mesuk skuad tim Indonesia yang berlaga di Homeless World Cup 2015 di Amsterdam, Belanda. Jabrik namanya. Meskipun Indonesia gagal masuk ke babak delapan besar, Bonsu tetap bangga dengan prestasi anak didiknya itu. (*/c4/bas)