Mengkhidmati Pak Raden
JUMAT (30/10/2015) tengah malam pekan lalu, tak berselang lama seusai sidang paripurna DPR, kabar duka tentang meninggalnya Pak Suyadi alias Pak Raden dari salah seorang rekan jurnalis masuk ke ponsel saya. Sejenak saya tertegun membaca pesan tersebut.
Dada saya terasa sesak. Rasanya baru kemarin saya menikmati film Si Unyil yang setia menemani hari libur saya saat masa kecil silam. Rasanya baru kemarin saya mengikuti di media massa tentang Pak Raden yang memperjuangkan intellectual property right-nya terkait Si Unyil. Namun, kini Pak Raden pergi meninggalkan kita.
Sepanjang malam itu pula saya merenung, begitu memilukan nasib Pak Raden dalam memperjuangkan karya ciptanya. Saya membayangkan, bagaimana bila yang dialami Pak Raden itu juga dialami para seniman lain di Indonesia, tidak terkecuali saya. Sungguh tragedi yang tak diimpikan oleh seniman dan pelaku kreatif.
Bukan sebuah kebetulan bila saat ini saya berada di parlemen yang sejak awal memiliki komitmen terkait dengan persoalan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Pelaksanaan sekaligus penegakan UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjadi salah satu fungsi konstitusional parlemen, yakni pengawasan terhadap pelaksanaan UU. Sejauh mana UU dilaksanakan di lapangan dan sejauh mana efektivitas UU tersebut.
Meninggalnya Pak Raden da- lam keadaan yang sedang memper juangkan hak kekayaan intelektualnya tentu mencambuk kita semua sebagai bangsa. Kita harus mengambil hikmah dari peristiwa yang dialami Pak Raden tersebut. Cukup terakhir peristiwa itu dialami Pak Raden.
Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2014 bisa disebut upaya ’’menebus dosa’’ kolektif bangsa ini terhadap Pak Raden. Sebab, kita telah abai dan membiarkan Pak Raden berjuang sendiri untuk memperjuangkan haknya. Dengan cara itu, kita terhindar dari kutukan sebagai bangsa keledai yang jatuh pada lubang yang sama. Cukup Pak Raden yang terakhir mengalaminya. Pak Raden dan UU Hak Cipta
Cara tepat untuk mengkhidmati Pak Raden tentu dengan konsekuen melaksanakan UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pelaksanaan UU itu dikembalikan kepada pemerintah sebagai pelaksana. Melaksanakan UU di dalamnya secara inheren juga terkait dengan sosialisasi dan pemahaman kepada publik tentang UU Hak Cipta.
Memberikan pemahaman sejak dini terhadap hak atas kekayaan intelektual (HAKI) juga semestinya dilakukan pemerintah. Tidaklah berlebihan bila Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mendorong persoalan HAKI itu dimasukkan dalam sub bagian mata pelajaran kesenian di sekolah. Pemahaman sejak dini diyakini dapat memupuk pemahaman secara kom- prehensif atas persoalan HAKI.
Melalui jalur pendidikan, diyakini persoalan HAKI bisa dipahami secara komprehensif. Internalisasi pemahaman sejak dini bisa menumbuhkan pemahaman sekaligus kepekaan akan pentingnya HAKI.
Hal itu sejalan dengan semangat Nawacita yang merupakan visi-misi Presiden Jokowi yang menjadikan industri kreatif sebagai salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Industri kreatif harus menjadi tulang punggung baru dalam pembangunan di Indonesia.
Urgensi HAKI masuk dalam sub mata pelajaran di sekolah-sekolah tentu lantaran Indonesia memiliki penduduk empat besar dunia. Dari sisi ekonomis, jumlah penduduk Indonesia itu merupakan pasar yang potensial bagi pegembangan industri kreatif. Belum lagi, keragaman budaya yang luar biasa di Indonesia dapat dijadikan modal dasar sekaligus penting dalam pengembangan industri tersebut.
Dengan kata lain, potensi pemasukan negara dari penerimaan pajak dari sektor itu tentu tidaklah kecil. Belum lagi bila industri kreatif tersebut digarap secara serius, akan terbuka lapangan pekerjaan yang mampu dijadikan salah satu sumber untuk mengurangi pengangguran.
Pilihan memasukkan HAKI dalam salah satu bagian pelajaran di sekolah bukanlah langkah yang berlebihan. Langkah tersebut justru merupakan keniscayaan untuk menyambut generasi kreatif yang memang saat ini memasuki eranya.
Setidaknya, dengan cara itu, kita sebagai bangsa telah melakukan kerja besar dalam rangka memproteksi karya seni dan budaya dari para pelaku kreatif di tanah air. Cara itu juga merupakan bentuk dedikasi kita terhadap perjuangan Pak Raden yang bekerja dalam sunyi saat memperjuangkan hak ciptanya. Butuh Komitmen Semua Pihak
Persoalan hak kekayaan intelektual sudah sepatutnya dijadikan agenda bersama oleh seluruh stakeholder. Baik kalangan pemerintah maupun pelaku industri kreatif seperti seniman. Kepedulian semua pihak terhadap HAKI tentu bisa mengubah portret Indonesia, khususnya di bidang industri kreatif.
Sejumlah pihak semestinya bisa menjadi lokomotif pelaksanaan dan penegakan HAKI. Sebut saja Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Ekonomi Kreatif, serta lembaga lain seperti Perum Produksi Film Negara (PPFN) dan Lokananta.
Kerja sama antar-stakeholder di- yakini bisa memudahkan upaya pemahaman, kepedulian, serta inventarisasi atas karya cipta para seniman. Upaya itu tentu harus mendapat dukungan aktif dari para pelaku industri kreatif dan seniman. Bila kerja sama tersebut berjalan baik, dampaknya bisa dipastikan tidaklah kecil bagi industri kreatif.
Pekerjaan berikutnya terletak pada komitmen aparat penegak hukum dalam menjalankan law enforcement terhadap praktik pembajakan. Sebab, dalam kenyataannya, praktik itu masih mudah dijumpai di lapangan. Penegakan hukum secara adil dan fair terhadap pelaku, pemodal, serta aktor intelektual praktik pembajakan menjadi upaya paling akhir dalam menegakkan hak kekayaan intelektual.
Semua langkah tersebut merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual. Kita harus memiliki kesadaran dan komitmen bersama bahwa peristiwa yang menimpa Pak Raden terkait dengan HAKI merupakan kejadian terakhir di negeri ini.
Kepedulian terhadap HAKI tak lain adalah upaya menyambung peradaban di negeri ini hingga anak cucu kelak. Begitu pula Si Unyil yang telah menyuntik peradaban bagi anak-anak kecil dengan nilai-nilai yang adiluhung. Karena itulah, tak berlebihan kalau kita menyebut Pak Raden sebagai pejuang hak cipta. (*)
ANANG HERMANSYAH*
*) Anggota Komisi X DPR RI/Fraksi PAN