Pemerintah Rilis Paket Kebijakan VII
JAKARTA – Setelah menunda sekitar dua pekan, pemerintah akhirnya merilis paket kebijakan ekonomi jilid VII. Dalam paket itu, pemerintah kembali mengumbar insentif pajak, baik bagi karyawan maupun perusahaan.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, ada empat poin dalam paket kebijakan ekonomi kali ini
Dua poin terkait dengan insentif pajak. Dua poin lainnya menyangkut percepatan layanan izin investasi dan sertifikasi lahan untuk rakyat. ”Semua bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Darmin setelah rapat kabinet terbatas di kantor presiden kemarin (4/12).
Sebenarnya, hingga sore kemarin, rencana pengumuman paket kebijakan ekonomi VII bakal diundur hingga pekan depan. Alasannya, pembahasan daftar negatif investasi (DNI) belum rampung. Namun, akhirnya Presiden Jokowi meminta paket kebijakan ekonomi tetap diumumkan tanpa menyertakan revisi DNI.
Lalu, apa saja isi paket kebijakan ekonomi VII? Pertama, fasilitas insentif berupa keringanan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 untuk karyawan. ” Tarif PPh 21 didiskon 50 persen, mulai berlaku Januari 2016 selama dua tahun,” kata Darmin.
Namun, tidak semua karyawan bisa menikmati fasilitas itu. Darmin menegaskan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Yakni, perusahaan harus bergerak di industri padat karya, jumlah tenaga kerja Indonesia minimal 5 ribu orang, dan 50 persen produknya diekspor. ”Perusahaan juga harus menyerahkan daftar pegawai yang akan diberi fasilitas keringanan,” ucapnya.
Insentif PPh 21 itu dilakukan untuk memberikan tambahan penghasilan bagi karyawan. Sebelumnya, Mei 2015, pemerintah memberikan insentif PPh 21 dengan menaikkan batas peng- hasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp 24 juta per tahun menjadi Rp 35 juta per tahun.
Keringanan tarif PPh 21 kali ini, lanjut Darmin, juga khusus diberikan kepada karyawan dengan pendapatan maksimal Rp 50 juta per tahun. ”Jadi, memang buat karyawan yang level bawah saja,” jelasnya. Selama ini kelompok karyawan dengan penghasilan tersebut dikenai PPh 21 sebesar 5 persen dari penghasilan kena pajak (PKP)nya. Karena itu, dengan diskon 50 persen, pajak yang dibayar menjadi 2,5 persen saja.
Poin kedua dalam paket ekonomi VII adalah insentif pajak untuk perusahaan. Darmin mengungkapkan, itu berhubungan dengan perubahan PP Nomor 18 Tahun 2015 mengenai PPh untuk penanaman modal di sektor usaha tertentu atau daerah tertentu yang akan diberi fasilitas tax allowance. ”Di sini, perusahaan akan mendapatkan potongan pajak 5 persen dalam waktu enam tahun,” ujarnya.
Selain itu, sebagai bentuk simpati pemerintah terhadap perusahaan di masa perlambatan ekonomi, akan diberlakukan perpanjangan loss carryforward. Harapannya, jika perusahaan menderita kerugian, nilai ruginya masih bisa diperhitungkan untuk tahun berikutnya sebagai pengurang pajak. ”Fasilitas tax allowance ini sebelumnya berlaku lima tahun, sekarang diperpanjang menjadi sepuluh tahun,” katanya.
Industri yang akan menikmati fasilitas dari kebijakan ekonomi jilid VII tersebut juga diperluas hingga mencakup industri alas kaki, industri sepatu olahraga, industri sepatu teknik lapangan atau keperluan industri, industri pakaian jadi dan tekstil, serta industri pakaian jadi dari kulit. Semua industri itu akan dimasukkan revisi PP Nomor 18 Tahun 2015. ”Kelimanya menjadi industri baru yang merupakan industri padat karya. Semuanya bisa memperoleh tax allowance,” ujarnya.
Poin ketiga dalam paket ekonomi VII adalah percepatan layanan investasi. Darmin mengatakan, itu merupakan lanjutan perbaikan layanan pendaftaran investasi yang ditargetkan selesai tiga jam saja. ”Sebelumnya empat izin selesai tiga jam. Sekarang menjadi delapan izin dan selesai tetap tiga jam,” ucapnya.
Poin keempat dalam paket ekonomi VII terkait dengan kemudahan sertifikasi tanah rakyat. Maksudnya adalah memberikan kepastian hak atas tanah dan mendorong ekonomi masyarakat.
”Sertifikasi ini juga akan diberikan untuk PKL (pedagang kaki lima),” ujar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan.
Menurut Ferry, sertifikasi tersebut akan diberikan kepada PKL yang berjualan di wilayah penataan. Saat ini sudah ada 34 wilayah penataan khusus untuk PKL yang telah didaftar di berbagai kota. Nanti petugas BPN mengukur dan mendata kios para PKL di wilayah penataan. Setelah itu, diterbitkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang selanjutnya diserahkan kepada PKL. Sertifikat itu bisa dimanfaatkan PKL untuk mengakses permodalan melalui kredit usaha rakyat (KUR). ”Program ini akan kami launching Desember ini di Banten,” katanya.
Sementara itu, saat berbicara dalam bedah buku dan penandatanganan MoU dengan UPH dan pengurus IPPAT, Ferry meminta pejabat pembuat akta tanah (PPAT) tidak mendelegasikan proses pembuatan akta kepada pihak ketiga karena akan memperpanjang birokrasi.
Menurut Ferry, selama ini pihaknya menerima banyak laporan soal proses pembuatan akta yang lama dan berbelit. Setelah ditelusuri, ternyata PPAT sering menyuruh pihak ketiga untuk memprosesnya. Akibatnya, prosesnya bisa berlangsung lama, bahkan ada yang sebulan.
Kata dia, PPAT –yang diberi kuasa oleh masyarakat– melakukan hal tersebut sendiri karena kementerian akan memprosesnya dengan cepat dan mudah. ”Kami putus birokrasi yang berbelit dan panjang. PPAT harus terjun langsung. Sebab, kadang orang yang dimintakan tolong mengurus banyak akta sehingga membuat prosesnya lama,” ujarnya.
Karena pembuatan akta lama, lanjut Ferry, masyarakatlah yang jadi korban. ”Kami telah menyosialisasikan hal ini kepada seluruh PPAT dan akan mengoreksi jika memang ada masalah. Kita harus melayani dengan cepat tanpa berbelit,” tandas Ferry lagi.
Di sisi lain, jelas Ferry, kementerian yang dipimpinnya telah mengeluarkan sejumlah kebijakan sehubungan dengan PPAT. Di antaranya, surat edaran tentang batasan usia dewasa dalam rangka pelayanan pertanahan. Usia dewasa yang dapat melakukan perbuatan hukum dalam pelayanan pertanahan minimal 18 tahun atau sudah kawin. (owi/c10/agm)