Jawa Pos

Ikat Tidak Boleh Lagi Monoton

Tren Akik Liontin Bergeser ke Batu Bergambar Batu satu warna dianggap sudah tidak lagi menarik untuk dijadikan liontin. Tren itu pun digantikan batu bergambar yang dianggap lebih indah dan mempunyai nilai seni lebih tinggi.

-

ADA yang berbeda di etalase para penjual batu akik di Pameran dan Kontes Batu WTC Mangga Dua, Jakarta Utara, Rabu (2/12). Kebanyakan liontin yang dijual menggunaka­n bahan batu pancawarna dengan berbagai ikat menarik. Itu tidak seperti liontin dari batu bening satu warna yang dibentuk dengan teknik atau setengah lingkaran.

Batu bergambar atau pancawarna abstrak umumnya berukuran lebih besar daripada liontin batu bening. Jadi, corak yang muncul lebih enak dipandang. Selain itu, warnawarni pada batu tersebut lebih fleksibel untuk diberi ikat berbentuk kreatif.

Di kios Batu Akik Garut milik Nandang Hendar, 45, misalnya. Ada batu pancawarna yang dibentuk seperti belati dan dijual seharga Rp 5 juta. Model unik lainnya, liontin dengan ikat berbentuk ikan yang dibanderol Rp 30 juta. ’’Ikat yang unik juga bisa mengangkat harga,’’ ujar Nandang.

Karena itulah, liontin yang dia jual tidak memiliki bentuk ikat biasa-biasa saja. Kalaupun batu yang dijual mempunyai pola mainstream, yakni kotak dan lingkaran, tetap diberi sentuhan dan desain berbeda. ’’Bisa menambah kredit poin juga kalau mau diikutkan kontes,’’ ucapnya.

Lebih lanjut, dia menceritak­an bahwa tren liontin dengan bahan batu pancawarna muncul sejak tahun lalu. Pelan-pelan, batu dengan aneka warna itu mulai menggeser dominasi liontin dengan batu kalsedon bening. Apalagi, batu pancawarna sering menghasilk­an pola unik yang bisa diasumsika­n sebagai gambar tertentu. ’’Bisa berbentuk tokoh, benda, tumbuhan, sampai pemandanga­n. Unik, jadi bisa menggeser liontin batu bening,’’ tuturnya.

Nandang pun mengaku pernah menjual liontin dari bacan. Namun, tren yang bergeser membuatnya harus mengikuti selera pasar supaya daganganny­a tetap laku.

Selama pameran, Nandang mengunggul­kan sebuah liontin dengan batu yang memiliki corak tumbuhan atau daun. Harga yang dipasangny­a mencapai Rp 100 juta. Batu tersebut, menurut dia, layak dihargai mahal karena terbuat dari bahan pancawarna fosil. ’’Untuk bahan fosil, jarang ada warna hijau. Ini unik karena punya warna yang jarang ada itu,’’ jelasnya.

Pedagang lain yang ikut merasakan pergeseran tren adalah Hengki Joyopurnom­o, 44. Versi dia, sekarang era kejayaan batu bergambar kembali. Sebelum batu bening seperti bacan populer, dia menyebutka­n bahwa batu bergambar sudah terkenal lebih dulu.

’’Tapi, batu bergambar agak dilupain karena ada bacan. Sekarang, (batu bergambar) sudah tidak terbendung lagi,’’ ucapnya. Dia juga mengamini kalau desain ikat batu bergambar bisa lebih bervariati­f daripada batu bening. Beberapa produk yang dijualnya selama pameran juga mengadopsi desain-desain ikat yang menarik. (dim/c20/agm)

 ?? DHIMAS GINANJAR/JAWA POS ?? MIRIP LUKISAN: Batu bergambar pemandanga­n yang menjadi liontin. Batu ini butuh beberapa sentuhan pewarnaan
yang khas.
cabochon
DHIMAS GINANJAR/JAWA POS MIRIP LUKISAN: Batu bergambar pemandanga­n yang menjadi liontin. Batu ini butuh beberapa sentuhan pewarnaan yang khas. cabochon
 ?? DHIMAS GINANJAR/JAWA POS ??
DHIMAS GINANJAR/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia