Sempat Enggan Kibarkan Merah Putih
Puring Kencana, Kapuas Hulu, Beranda Depan NKRI Indonesia merdeka sejak 1945. Namun, hampir 70 tahun, Kecamatan Puring Kencana di Kapuas Hulu belum merasakan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
ANAK- anak berlarian menuju sekolah yang di halamannya tertancap tiang dengan bendera merah putih. Tempat tersebut merupakan satu di antara sembilan sekolah dasar (SD) di Kecamatan Puring Kencana, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sebuah kawasan yang berbatasan langsung dengan Malaysia Timur.
Baru beberapa tahun terakhir, ada guru di sekolah walau belum cukup. Begitu juga puskesmas. Pelayanannya masih terbatas untuk penduduk yang berjumlah 5.000 orang.
’’Rasanya buah merdeka baru beberapa tahun ini kami rasakan, seperti bidang pendidikan. Makanya, tidak heran kalau masyarakat kami masih ada yang menyekolahkan anaknya ke Malaysia,’’ ungkap Patih Pilang, tokoh masyarakat Dayak Iban, Desa Sungai Antu, kepada Rakyat Kalbar ( Jawa Pos Group) pekan lalu (27/11).
Sebagai halaman depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kondisi Kecamatan Puring Kencana belum bisa diandalkan sebagai etalase. Sebab, infrastrukturnya masih memprihatinkan, terutama jalan dan jembatan.
Fasilitas pendidikan dan kesehatan pun masih terbatas. Warga setempat sering mengeluhkannya. Karena itu, sulit menyalahkan masyarakat Puring Kencana pada pilihan menyandarkan harapan ke negara seberang seperti yang diungkapkan Patih Pilang tadi. Puring Kencana adalah satu di antara lima kecamatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia dari 23 kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu.
Luas: 448,55 km persegi
Jumlah penduduk: 5.000 orang Mata pencaharian mayoritas penduduk adalah peladang berpindah, berkebun lada, karet, dan buruh kelapa sawit di Malaysia.
’’Betul, wilayah Indonesia luas. Kita pun tahu. Tapi, kami ini harus diperhatikan. Dulu sangat susah tidak ada akses jalan. Maka, dulu kami tidak mau naikkan bendera ketika memperingati HUT Kemerdekaan 17 Agustus. Karena kami belum menikmati rasa kemerdekaan itu,’’ tutur Pilang.
Untuk sampai di Desa Sungai Antu, Kota/ Kecamatan Puring Kencana, wartawan
harus menempuh jarak ratusan kilometer yang memakan waktu 6–7 jam dari Kota Putussibau, ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, dengan menggunakan kendaraan roda empat. Itu pun harus melalui Kecamatan Putussibau Utara, Embaloh Hulu, Batang Lupar, Badau, dan Empanang.
Dari Putussibau ke Nanga Badau harus ditempuh jarak 170 km. Dari sana ke Puring Kencana ditempuh jarak 50 km dengan kondisi jalan rusak. Plus, harus mengarungi dan menyeberangi sungai yang belum ada jembatan sama sekali.
Jika hendak menuju Lubuk Antu, Malaysia, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan melewati Pos (PPLB) Nanga Badau. Sementara itu, dari Puring ke Sarawak, Malaysia, warga melintasi jalan tikus yang memakan waktu 1–2 jam perjalanan menggunakan sepeda motor. Walaupun jauh, untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, warga di sana harus pergi ke luar negeri. Dulu sekolah pun ada di luar negeri, di Sarawak.
’’Kondisi sekarang sedikit lebih baik dibanding sebelumnya. Karena akses jalan menuju Kecamatan Puring Kencana sudah terbuka meski dengan kondisi seadanya,’’ kata Pilang.
Kecamatan ini sudah memiliki 9 sekolah dasar (SD), 1 sekolah menengah pertama (SMP), 1 puskesmas, dan 4 puskesmas pembantu (postu) setelah dimekarkan dari Kecamatan Empanang.
Data yang dihimpun koran ini, memang benar hingga kini tercatat 18 siswa asal Puring Kencana bersekolah di Malaysia. (dre/JPG/c19/diq)