UU Keamanan Baru, Najib Kian Berkuasa
KUALA LUMPUR – Pemerintah dan Parlemen Malaysia tengah mendapat sorotan tajam. Penyebabnya adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Dewan Keamanan Nasional (NSC). Bukan hanya isinya yang dipersoalkan, melainkan juga waktu pengesahan yang sangat cepat. Yaitu, hanya dua hari setelah RUU tersebut diserahkan untuk dibahas di parlemen.
Debat yang membahas RUU NSC itu dilakukan selama tujuh jam pada Kamis (3/12). Partaipartai oposisi menolak RUU yang dinilai mengekang kebebasan berpendapat dan membuat Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak kian berkuasa tersebut. Voting akhirnya dilakukan dan 107 anggota parlemen setuju. Hanya 74 orang yang menolak. Pengesahan akhirnya dilakukan pukul 22.30 waktu setempat.
NSC dikepalai Najib. Dengan disahkannya RUU NSC menjadi sebuah undang-undang (UU), lembaga itu bakal memiliki otoritas untuk menangkap tanpa surat perintah dan mengekang kebebasan konstitusional tanpa dasar pengawasan yudisial. Selain itu, mereka berhak mendeklarasikan keadaan darurat. Najib yang merupakan petinggi NSC bisa mengambil alih komando pasukan keamanan negara dan memberlakukan kebijakan ketat bagi daerah yang dianggap menghadapi risiko keamanan.
Berdasar UU tersebut, jika satu area telah dinyatakan dalam keadaan darurat, pasukan keamanan bakal memiliki hak untuk mencari dan menangkap siapa saja tanpa surat perintah penahanan terlebih dahulu. ”UU NSC ini adalah usaha yang berani untuk membungkam semua yang mengkritik pemerintahan Najib, khususnya (kritik terhadap) Najib sendiri,” ujar salah satu petinggi Partai Keadilan Rakyat Azmin Ali.
Belakangan ini, kritik terhadap Najib dan pemerintahannya memang mengalir deras. Utamanya, setelah skandal bahwa Najib telah menerima uang USD 700 juta (Rp 9,66 triliun) melalui 1MDB yang terungkap ke publik Juli lalu. Tuntutan agar Najib mundur juga menguat. Pengesahan RUU itu berlangsung sebelum pertemuan tahunan Partai Organisasi Nasional Malaysia Bersatu (UMNO) yang berlangsung minggu depan. ”Undang-undang ini hanya akan membawa kita ke satu jalan, yaitu jalan kediktatoran,” tegas Azmin.
Presiden Dewan Pengacara Malaysia Steven Thiru menyatakan, UU tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap konstitusi federal. Hal senada disampaikan pengamat HAM Malaysia. Mereka menyebut UU NSC itu sangat menakutkan dan jelas merupakan alat untuk menekan orang-orang maupun lembaga yang kritis.
Padahal, saat kali pertama menjabat pada 2009, Najib menjanjikan sebuah era baru pemerintahan yang terbuka dan bakal menghapuskan aturan-aturan hukum yang represif. Pengesahan UU NCS tersebut justru kemunduran dari janji-janji Najib itu.
Pemerintah Malaysia menampik tudingan tersebut dan menyatakan bahwa UU itu dibutuhkan untuk melindungi keamanan nasional. Menteri Kabinet Shahidan Kassim menjelaskan, dalam UU tersebut, Najib hanya berhak mendeklarasikan bahaya dalam skala area yang kecil untuk mengatasi ancaman di wilayah yang lebih spesifik. Bukan dalam skala nasional.
Namun, legislator dari oposisi N. Surendran menyatakan, tidak ada batasan area di UU tersebut. Artinya, Najib bisa saja mendeklarasikan keadaan darurat di seluruh Malaysia. (AFP/Malay Mail Online/ The Guardian/sha/c23/ami) UU NSC memperbolehkan pasukan keamanan mencari dan menangkap siapa saja tanpa surat perintah penahanan lebih dulu. Aparat keamanan diperkenankan mengambil tindakan terhadap mereka yang tidak mematuhi perintah evakuasi serta melakukan pencarian pada setiap kendaraan dan penyitaan dalam wilayah yang dideklarasikan berbahaya.