Jawa Pos

Belajar dari Kegagalan Bersama Blackburn

Beberapa tahun terakhir sederet pelatih dari Inggris mulai merambah ke Asia Tenggara. Setelah Bryan Robson, Simon McMenemy, dan David Booth, kini ada Steve Kean. Bagaimana sepak terjangnya?

-

PECUNDANG bukan lagi sebutan untuk Steve Kean. Sebaliknya, dia sekarang mengubah diri sebagai pahlawan. Setidaknya pahlawan bagi pendukung klub Brunei Darussalam Duli Pengiran Muda Mahkota (DPMM) FC. Bersama DPMM FC, Kean meraih gelar domestik pertamanya sebagai pelatih.

DPMM FC menjuarai Singapore League (S-League) tahun ini setelah mampu mengakhiri kompetisi dengan 52 poin. Klub milik putra mahkota Brunei YMM Putra Al Muhtadee Billah itu menjadi klub luar Singapura kedua yang memenangi kompetisi di Negeri Singa tersebut.

Sebelum DPMM, lima tahun lalu ada klub Prancis bernama Etoile yang bisa menjuarai S-League. Tidak hanya memberikan trofi S-League pertama bagi klub yang didirikan pada 2000 itu, Kean juga menjadi pelatih terbaik S-League tahun ini. Trofi S-League itulah satu-satunya trofi yang tercatat dalam biodata pelatih 48 tahun tersebut.

Lantas, banggakah dia? Kean yang pernah menjadi manajer di kompetisi Premier League selama 1,5 musim malah terdampar dalam segala kenikmatan di negara yang bukan apa-apa di sepak bola

Neville pun membalas dengan sikapnya untuk total mencurahka­n diri kepada klub berjuluk Kelelawar itu.

’’Satu-satunya cara untuk semakin dekat dengan sebuah profesi sepak bola adalah memikirkan­nya sebagai hal permanen,’’ ujar Neville sebagaiman­a dilansir Football Espana. ’’Hanya itulah pendekatan­ku. Aku tidak bisa bekerja dalam jangka pendek dan aku tidak percaya cara kerja seperti itu,’’ imbuhnya.

Bentuk komitmen tersebut di- tunjukkan Neville dengan memboyong seluruh keluargany­a ke Valencia. ’’Putriku lulus sekolah di Manchester dalam dua pekan lagi. Setelah itu, dia pindah kemari bersama istriku,’’ tuturnya.

Tidak hanya memindahka­n keluargany­a dari Manchester, kapten United periode 2005–2011 tersebut juga berusaha mempelajar­i bahasa Spanyol. Meski, kenyataann­ya, ada beberapa pemain di ruang ganti Valencia yang paham bahasa Inggris.

Salah satunya adalah Alvaro Negredo yang sempat mengenyam karir bersama Manchester City pada musim 2013–2015 serta sang adik, Phil Neville, yang menjadi asisten Nuno Espirito Santo sejak Juli lalu.

’’Namun, aku berharap diriku menjadi Valencian (fasih berbicara Spanyol, Red) daripada aku memaksa para pemainku untuk berbicara Inggris,’’ ujar Neville.

’’David (analis video, Red) bakal menerjemah­kannya untukku. Aku juga berusaha menangkap beberapa kata kunci di Spanyol dan belajar secepat yang aku bisa,’’ urainya.

Yang juga tidak kalah penting adalah visi yang bakal dibawa Neville selama membesut Valencia untuk enam bulan men- datang. Dia tentu berkaca pada pengalaman David Moyes yang hanya bertahan semusim bersama Real Sociedad karena memaksakan kultur sepak bola Inggris. Yakni, selalu mengandalk­an serangan dari sayap serta memainkan passing dari kaki ke kaki dengan cepat.

Neville pun ’’menjamin’’ tidak akan memasukkan gaya permainan Inggris. ’’Aku tidak akan memaksa Valencia dengan mengatakan aku datang ke sini dan memainkan sepak bola seperti Manchester United,’’ tuturnya seperti dilansir Goal. (apu/c5/ham)

 ?? DAILY MAIL ?? BANYAK BELAJAR: Steve Kean sudah melupakan kegagalan di Premier League. Kini fokus membawa DPMM FC berprestas­i.
DAILY MAIL BANYAK BELAJAR: Steve Kean sudah melupakan kegagalan di Premier League. Kini fokus membawa DPMM FC berprestas­i.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia