Saya Harus Kuat agar Mama Bisa Tersenyum Lagi
Rian Andini, 24 Tahun Bertahan Hidup dengan Cuci Darah Seminggu Tiga Kali (2-Habis) Ujian hidup Rian Andini sungguh berat. Selain harus menjalani cuci darah seumur hidup, dia kehilangan adik bungsunya karena penyakit jantung.
COBAAN demi cobaan datang menempa keluarga Rian Andini. Di tengah perjuangannya bertahan hidup, dia justru mendapat kabar bahwa adik bungsunya, Thea Hindira Purani, mengidap penyakit kronis. Pada 2012 adik bungsunya yang baru selesai kuliah divonis menderita kelainan jantung. ’’Tahun itu menjadi tahun terberat bagi saya dan kelu- arga,’’ kata Rian yang kini tinggal di Semolowaru Tengah tersebut.
Thea akhirnya menjalani operasi pemasangan ring untuk jantung. Sebagaimana Rian, dia juga dirawat di RKZ. ”Jadi, setelah nungguin saya cuci darah, mama sekalian njagain adik di ruang ICU RKZ,’’ ucap Rian.
Namun, semua upaya itu sia-sia. Setelah sebulan dirawat di RKZ, adik bungsunya meninggal dunia. Kesedihan Rian memuncak. Dia tidak menyangka adiknya yang semula baik-baik saja ternyata harus menghadap Tuhan lebih dulu. Padahal, Rian sangat dekat dengan Thea. Dia sering curhat apa pun dengan adiknya itu, termasuk soal asmara. Adiknya kini tinggal satu orang, Tara Mugirosani. Namun, Rian sadar, hidup harus terus berjalan. Dia tidak ingin kesedihan semakin membuatnya terpuruk.
Ada satu hal yang membuatnya tetap bertahan menjalani hidup. ’’Saya ingin melihat mama tersenyum. Saya tak ingin melihat mama bersedih,’’ katanya. Alasan itu pula yang membuatnya mau terusmenerus menjalani cuci darah. Rasa putus asa memang berkalikali muncul
Mereka siaga agar tidak lagi ada pengerahan massa atau kampanye terselubung. ”Kami sudah punya 3.936 pengawas di tingkat RT/RW,” ungkap Wahyu.
Pada masa tenang itu, Panwaslu Surabaya juga akan membersihkan semua peranti kampanye. Pencopotan tersebut dimulai dini hari tadi pukul 00.00 dengan melibatkan 120 personel gabungan. Mulai Polrestabes Surabaya, Polres Pelabuhan Tanjung Perak, bakesbangpol linmas, satpol PP, KPU Surabaya, hingga dinas perhubungan kota.
Tim tersebut terbagi dalam dua kelompok besar. Tim A bergerak ke selatan dan barat, sedangkan tim B menyusuri kawasan utara dan timur Surabaya. ”APK (alat peraga kampanye) yang liar juga diturunkan,” ujarnya.
Wahyu juga sudah mengimbau kepada seluruh tim pemenangan untuk mencopot APK di posko relawan dan pendukung. Bila tidak dicopot, APK itu akan diturunkan KPU.
Whisnu Hadiri Baksos Sementara itu, tidak ada acara meriah dan istimewa pada penutupan masa kampanye kemarin. Whisnu Sakti Buana yang menjadi pendamping Tri Rismaharini memilih mengunjungi kegiatan pengobatan gratis di Jalan Karah Agung. Baksos yang dihadiri warga setempat itu ditujukan pula untuk sosialisasi penanganan layanan kesehatan, seperti BPJS.
”Masih banyak warga yang belum tahu bahwa pelayanan kesehatan di Surabaya itu gratis bagi yang tidak mampu,” ungkap Whisnu.
Selama masa kampanye yang telah berlangsung 69 hari itu, relawan dan simpatisan RismaWhisnu mengadakan bakti sosial di 96 lokasi. Kemarin lima tim bergerak di lima penjuru kota. Mereka membawa obat-obatan yang ditempatkan di mobil kesehatan milik PDIP.
Pengobatan gratis semacam itu juga berguna untuk menyosialisasikan pasangan calon yang diusung PDIP tersebut. Secara tidak langsung, tingkat partisipasi masyarakat pun akan semakin tinggi dalam pilwali Surabaya.
Misalnya, pasangan suami istri Sanimin-Sugiyem. Usia mereka 80–76 tahun. Sanimin begitu setia mendorong Sugiyem yang duduk di kursi roda. ”Saya nanti pasti nyoblos. Tadi diberi tahu, jadwalnya Rabu kan,” kata Sugiyem sambil menggenggam seplastik obatobatan.
Sanimin menimpali bahwa mereka berdua sebenarnya mulai terserang pikun. Mereka pun sudah berpesan kepada tetangga agar mengingatkan kembali untuk datang ke TPS pada hari coblosan. ”Saya sudah punya pilihan,” ujar Sanimin sambil mengangkat dua jarinya.
Sementara itu, Tri Rismaharini kemarin memang tidak berada di Surabaya. Risma dimintai bantuan untuk menjadi juru kampanye di Jambi. (jun/c7/fat)