Listrik Itu Menarik
Sebagai anak usaha PLN di bidang hulu, PT Pembangkitan Jawa–Bali (PJB) punya peran penting untuk memastikan ketersediaan listrik di wilayah paling strategis di tanah air. Berikut petikan wawancara wartawan Restu Distia dengan Dirut PT PJB Iwan Agung First
Jawa Pos
Bagaimana proyeksi bisnis PT PJB pada 2017?
Target kami dalam lima tahun double capacity. Sekarang kami mempunyai pembangkit 7.000 mw dan mengelola 14.000 mw. Jadi, ke depan menjadi 14 ribu mw untuk pembangkit sendiri dan 28 ribu mw bagi pengelolaan pembangkit.
Ada berapa proyek yang disiapkan?
Kami kembangkan beberapa proyek pembangkit dengan anggaran sekitar Rp 5,7 triliun. Di antaranya, PLTU Jawa VII 2x 1.000 mw (Serang, Banten) dan PLTA Batang Toru 520 mw (Sumatera Utara). Kemudian, mobile power plant yang tersebar di Maluku, Papua, dan Sumatera berkapasitas 500 mw. Selain itu, ada PLTU Sumsel VI 2x300 mw; PLTGU Sumatera I, III, dan IV 3x250 mw; PLTU Cilacap 1x1.000 mw; serta beberapa proyek lainnya.
Rencananya, PLTU Jawa VII dan PLTA Batang Toru mulai groundbreaking pada semester pertama tahun ini. Untuk operasional excellent, selain pengembangan, target yang kami kelola bisa masuk top 10 percent NERC (North American Electric Reliability Corporation) atau standar untuk Amerika Utara yang dikelola seluruh afiliasinya.
Sekarang ada berapa pembangkit existing?
Sekarang ada Unit Pembangkitan (UP) Paiton, UP Gresik, UP Brantas, UP Cirata, UP Muara Karang, UP Muara Tawar, dan PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Suppa di Sulawesi Selatan. Paling cepat, pada 2019, ada tiga pembangkit yang beroperasi. Yaitu, 2x1.000 mw di Jawa VII dan Cilacap 1x1.000 mw.
Mengenai mobile power plant (MPP), sejauh ini bagaimana perkembangannya?
Kami berharap sudah beroperasi pada 2017. MPP tersebut penting untuk mengisi kebutuhan listrik jangka pendek sambil menunggu pembangunan pembangkit. Biasanya, pembangkit perlu waktu 3–5 tahun. Kalau pembangkit utama sudah beroperasi, bisa dipindah ke daerah yang membutuhkan.
Jadi, berapa total kebutuhan investasi untuk seluruh proyek selama lima tahun ke depan?
Dengan target kami membutuhkan dana Rp 110 triliun–Rp 120 triliun. Kalau itu dananya nanti 30:70, equity yang dibutuhkan Rp 35 triliun–Rp 40 triliun. Tinggal nanti sharing dengan konsorsium, berapa bagian yang menjadi kewajiban kami.
Dalam pengembangan, semua proyek didorong untuk bekerja sama dengan investor?
Sebenarnya ada dua model. Sebanyak 10 ribu mw di antara 35.000 mw adalah bagian PLN. Makanya, kalau kami masuk di dalamnya, berarti bagian dari PLN. Sisanya, 25 ribu mw itu adalah bagian IPP ( independent power producer) atau perusahaan produsen listrik swasta. Ketika masuk menjadi IPP, kami menggandeng swasta. Jadi, proyek yang kami siapkan lima tahun ke depan itu masuk dalam 35 ribu mw. Hampir sebagian besar bekerja sama dengan swasta.
Model kerja sama dengan swasta itu bagaimana?
Kami saling melengkapi sehingga menguntungkan kedua pihak. Kelebihan dari sisi PJB, kami punya pasar, punya keahlian di operation, dan maintenance. Nah, kami bekerja sama karena butuh pendanaan, teknologi, dan mesin. Sejauh ini banyak swasta asing yang masuk, terutama yang agresif dari Tiongkok. Sekarang, saya kira semua negara mengincar Indonesia. Listrik merupakan investasi yang menarik karena ada kepastian pasar dengan harus terjual ke PLN. Sementara itu, negara lain yang tertarik adalah Jepang, Jerman, Amerika, dan Timur Tengah.
Berapa target penjualan listrik pada tahun ini?
Terus terang, sekarang ada perubahan sensitivitas dalam pengembangan listrik. Misalnya, dulu ketika pertumbuhan ekonomi 5 persen, listrik itu tumbuh 30 persen lebih tinggi, jadi sekitar 6,5 persen. Namun, sekarang berubah dan hal tersebut baru kami evaluasi. Ketika kemarin ekonomi tumbuh 5 persen, listrik di Jawa hanya tumbuh 2,5 persen. Malah lebih rendah. Karena itu, jam beroperasi pembangkit di Jatim lebih rendah. Dulu bisa beroperasi 24 jam, sekarang hanya 6–8 jam. Sebab, power di Jatim banyak, tetapi bebannya lebih banyak di Jawa Barat seperti Tangerang dan Cilegon. Jadi, Jatim mengekspor energi listrik sampai 2.000–3.000 mw. Makanya, target kami tahun ini hanya naik satu persen, yakni 24 terrawatt jam. Kami berharap ekonomi tumbuh, industri membutuhkan lebih banyak energi listrik. (*/c22/sof)